Ayah Saya Pria Luar Biasa

Day 65. Post a Day 2011.

Dua hari yang lalu teman saya, Rahel, iseng-iseng bertanya ke saya, "Kak, kakak pernah gak ngitung berapa biaya yang sudah dikeluarkan untuk kuliah dan biaya hidup selama kakak di sini? Nyampe 100 juta gak, Kak?"

Saya langsung terdiam mendengar pertanyaan Rahel. Saya pun langsung mengeluarkan kalkulator dan menghitung-hitung uang bulanan yang saya terima selama lima tahun terakhir dan biaya kuliah (dari awal masuk sampai kemarin). Keluarlah nominal angka yang membuat saya melilit sakit perut.

Saya bengong. Mendadak saya ingin nangis. Air mata sudah di ujung pelupuk mata, tetapi sebisa mungkin saya tahan. Segera saya mengambil ponsel saya dan memencet nomor ponsel yang saya sangat hapal. Suara nada sambung pun terdengar. Tak lama suara yang sudah saya kenal pun menyahut, "Halo." Saya gemetar mendengar suara pria tua ini.

"Halo, Papa. Papa, aku mau bilang terima kasih," ujar saya. Suara di ujung ponsel sana terdengar bingung. "Terima kasih untuk apa?" tanya ayah saya. "Terima kasih sudah membiayai aku kuliah dan selama hidup di sini," jawabku. Seolah-olah saya merasa berada di samping beliau, saya bisa melihat beliau tersenyum. Kemudian, ayah saya kembali berkata, "Kenapa kamu tiba-tiba begini?" Saya terdiam beberapa saat. "Ehm... Temanku tadi nanya ke aku. Aku pernah ngitung gak berapa uang yang sudah keluar selama aku kuliah di sini dan biaya hidup. Jadi, aku hitung mulai dari biaya masuk kuliah sampai sekarang dan uang bulanan yang aku terima selama lima tahun terakhir. Angkanya besar banget. Gak nyangka bisa sebesar itu. Aku merasa aku harus berterima kasih sama Papa untuk itu."

Lagi, seolah-olah saya melihat ayah saya tersenyum. "Ya itulah kewajiban orangtua. Membiayai sekolah anak-anaknya. Kamu ya cukup membalasnya dengan belajar sungguh-sungguh, jadi orang baik, punya hidup yang baik." Dan beliau pun langsung membicarakan topik lain, yaitu mengenai sidang skripsi saya yang sebentar lagi. Beliau memberikan wejangan ini dan itu, namun pikiran saya tidak terpusat di situ. Saya hanya mengiyakan saja apa yang beliau ucapkan. Hati saya masih terasa haru.

Ingin saya menangis saat itu juga, namun untunglah masih bisa saya tahan.

Ayah saya luar biasa. Di usianya yang sudah setua itu, beliau masih bekerja membanting tulang untuk keluarganya, sementara saya masih enak-enakan di sini.

Ayah saya adalah seorang pria luar biasa. What more can I say?

15 comments

  1. itu beneran lo ngomong gitu ke bokap lo??? rada ga percaya tapi salut juga sih sama lo kalo beneren bilang kaya begitu. ckckck... jarang ada anak kayak lo. gw aja blon tentu berani bilang kayak gitu
    btw... gw tiap kali mau komen di mari rada sulit yah? :(  hmmmmm.... kalo boleh saran ni yah.. kotak komentarnya biasa aja kim. just opinion. didenger sukur, dicuekin yah tambah sukur. hehehe

    ReplyDelete
  2. Lah, kenapa harus saya bohong di tulisan saya sendiri? Kalau kamu gak percaya ya gak apa2.

    BTW, gak cuma kamu kok yang bilang komen di Disqus emang rada sulit. Tapi, kalau harus ganti lagi saya agak malas. Meski begitu, di Disqus ini ada kemudahan untuk mereply komen secara langsung. Thanks anyway untuk sarannya! :D

    ReplyDelete
  3. wah hebat kimi bisa ga nangis. kalau aku mungkin ga berani lewat telpon, palingan sms aja. soalnya kalo ngomong langsung bisa nangis ga kira2. paling ga tahan denger suara bokap di telpon :'( kimi semangat ya utk skripsinya. aku percaya, dan masih percaya, kamu bisa!

    ReplyDelete
  4. sedih bacanya..
    langsung inget papa hehe

    nice post :)

    klo iseng baca ini iiaa..
    http://icha182.wordpress.com/2010/12/21/all-about-papy/

    ReplyDelete
  5. sedih bacanya..

    langsung inget papa hehe



    nice post :)



    klo iseng baca ini iiaa..

    http://icha182.wordpress.com/2010/12/21/all-about-papy/

    ReplyDelete
  6. Kimiiiii, aku memahami perasaanmu. Sebagai orang yg baru saja ditelepon si bos yang mensponsori kuliahku, aku pun hampir nangis tadi :-| Tapi beneran deh, Kim, salut kamu bisa bilang gitu ke ayahmu, aku mah nggak bisa -____-

    ReplyDelete
  7. Kimiiiii, aku memahami perasaanmu. Sebagai orang yg baru saja ditelepon si bos yang mensponsori kuliahku, aku pun hampir nangis tadi :-| Tapi beneran deh, Kim, salut kamu bisa bilang gitu ke ayahmu, aku mah nggak bisa -____-

    ReplyDelete
  8. ....jadi skripsinya bagaimana? *kabuuur*

    ReplyDelete
  9. kalo udah sadar gitu pasti jadi makin semangat belajar.. n dapet nilai bagus, biar bisa ngebanggain orang tua :)

    ReplyDelete
  10. Terima kasih atas semangat yang diberikan, Mbak Sherine... :)

    ReplyDelete
  11. wah saia terharu..

    saia belum berani bicara seperti itu, saia hanya bisa berdoa saja, apakah itu cukup kk?
    :(

    ReplyDelete
  12. wah saia terharu..

    saia belum berani bicara seperti itu, saia hanya bisa berdoa saja, apakah itu cukup kk?
    :(

    ReplyDelete
  13. Cukup kok.. Yang penting kita selalu mendoakan orangtua dan berbuat baik kepada mereka. :)

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.