Saya Dulu dan Saya Sekarang

Day 111. Post a Day 2011.

Kata orang-orang anak bungsu itu manja, tidak mandiri, dan lain-lain. Saya sebagai anak bungsu tidak membantah. Karena saya anak bungsu jadinya saya tahu. :D Eh tapi, ini bukan harga mati lho ya. Bisa saja ada anak bungsu di luar sana yang ternyata mandiri dan tidak manja.

By the way, seperti yang sudah saya bilang sebelumnya saya ini anak bungsu. Kakak-kakak saya ada empat orang. Dan jarak usia antara saya dan kakak-kakak saya cukup jauh. Dengan kakak saya yang tepat di atas saya saja bedanya sampai tiga belas tahun.

Saya merasakan sekali kasih sayang yang berlimpah dari keluarga saya. Saya dimanjakan. Apa yang saya minta pasti dikasih itu dulu tapi sekarang orangtua saya jadi pelit. Nintendo, komputer, Playstation, ponsel, banyak deh pokoknya.

Harus diakui saya pun jadi terbiasa hidup enak. Saya tidak terbiasa hidup susah. Tidak seperti kakak-kakak saya yang dibesarkan ketika kondisi keuangan keluarga masih susah, ketika saya lahir kondisi keuangan keluarga mulai membaik. Imbasnya ke saya ya itu tadi, uang menjadi bukan masalah bagi saya. Kalau saya ingin sesuatu, saya tinggal minta sama ayah saya. Pasti dikasih. Uang jajan waktu sekolah dulu cukup banyak saya terima tiap harinya. Karena keenakan, saya tidak pernah menabung (dulu). Saya pikir toh besok kan masih terima uang jajan.

Tidak hanya urusan uang jajan, saya juga terbiasa diantar kemana-mana sama sopir ayah saya. Ayah mulai punya sopir waktu saya SMA. Jadilah saya diantar-jemput tiap ke sekolah. Naik angkot? Wah, jarang banget. Dulu kalau naik angkot itu rasanya... duh, capek ya. Malesin. Angkotnya muter-muter sih.

Intinya saya terbiasa hidup enak. Saya tumbuh menjadi anak manja. Sesuatu hal yang mulai dikeluhkan oleh keluarga saya. :O

Saya juga berpikir saya harus berubah. Saya tidak bisa jadi anak manja terus. Tidak ada yang menjamin hidup enak yang sedang saya nikmati ini bisa saya nikmati selamanya. Dan selama lima tahun kuliah di Depok, jauh dari orangtua (walaupun tidak jauh-jauh amat), dan hidup ngekos, perlahan saya berubah. Saya merasakan saya berubah ke arah yang lebih baik.

Kalau dulu saya boros sekali dengan uang, sekarang saya sudah mulai mengatur ketat keuangan saya. Uang bulanan yang saya terima, saya belajar untuk mengaturnya. Saya mengatur bagaimana caranya uang bulanan saya itu cukup untuk makan saya selama satu bulan dan cukup untuk keperluan saya yang lain. Waktu masih awal-awal kuliah dan terima uang bulanan, saya masih boros. Saya kaget karena saya tidak terbiasa memegang uang sendiri dan jumlahnya--menurut saya--cukup banyak. Saya jadi foya-foya. Uang saya sering habis di pertengahan bulan. Kalau sudah begini, mau minta lagi sama orangtua rasanya malu. ;)

Kalau dulu saya terbiasa beli apa-apa saja yang saya mau, sekarang saya mulai belajar untuk meredam keinginan saya. Saya tidak boleh menuruti begitu saja keinginan saya. Ingin makan enak dan mahal, dituruti. Ingin nonton di bioskop tiap hari, dituruti. Jajan di Alfamart, dituruti. Kalau begitu terus ya lama-lama saya bisa bangkrut dong. :r Yah, meskipun ada masa tertentu saya masih sering belanja impulsif, misalnya waktu beli Bing. :$ *jadi malu sendiri*

Sekarang saya juga lebih menghargai barang-barang saya, seperti laptop, ponsel, si Pinky, dan yang lain. Saya tahu barang-barang saya itu dibeli pakai uang. Dan cari uang itu susah. Dulu kalau punya barang saya asal menggeletakkan barang-barang saya. Sekarang semua barang-barang saya sayang-sayang. Saya simpan, tidak taruh sembarangan, saya rawat, saya cium-cium. *eh* Yang terakhir diabaikan saja. :D

Karena jauh dari orangtua, mau tak mau saya harus mengurus badan sendiri. Cuci baju sendiri, makan cari sendiri, tidur pun sendiri. *ya iyalaaah... emangnya mau tidur sama siapa?* Kalau sakit, ya sakit sendiri. Ke dokter sendiri. Kalau sakitnya parah, baru mengungsi ke rumah kakak saya di Duren Sawit. Kalau sangat parah, baru pulang deh ke kampung halaman. :O

Penggemar: Jadi, kesimpulan tulisanmu ini apa, Kim?

Kesimpulannya hidup jauh dari orangtua itu banyak manfaatnya. Ia melatih kemandirian kita. Saya yang tadinya manja, sekarang berkurang kadar manjanya. Kurangnya banyak atau sedikit ya kurang paham juga sih. :r

Jadi, kalau ada anak atau keponakan atau siapapun ingin sekolah jauh dari kita mbok ya jangan dilarang. Ayah saya tadinya tidak memperbolehkan saya kuliah di Depok. Mungkin beliau khawatir saya kenapa-kenapa. Mungkin pula beliau khawatir saya jadi bebas tak terkendali. Justru kita harus memberikan mereka kebebasan yang bertanggung jawab. Ayah saya akhirnya lambat laun percaya sama saya dan memberikan saya kebebasan yang bertanggung jawab itu.

Dan sekarang di sinilah saya. Kembali ke kampung halaman. Saya yang baru setelah lima tahun merantau ke pulau seberang. Saya yang sudah berubah dari lima tahun yang lalu. Terima kasih, Depok, atas pengalaman yang diberikan selama lima tahun terakhir ini. Saya jadi mandiri sekarang dan tidak manja lagi. :D

5 comments

  1. the great progress.... wow!!!

    ReplyDelete
  2. eeh saya juga bungsu lhoo *toss* er dan saya juga sekarang ga manja *ga ada yang nanya* :))
    salam kenal ;)

    ReplyDelete
  3. kalau saya kayanya kebalik. sewaktu masi sama keluarga dulu, saya banyak ngalahnya. ga terlalu banyak minta ini-itu (ga apa-apa deh, kakak2 saya duluan). Setelah tinggal jauh gini, malah banyak nuntutnya.

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.