[Book] Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi

Day 127. Post a Day 2011.


Judul: Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi
Penulis: Mohammad Hatta
Penerbit: Penerbit Buku Kompas (cetakan I, Januari 2011)
ISBN: 978-979-709-540-6
Harga: Rp 125.000,-

Sebuah otobiografi Mohammad Hatta atau biasa dipanggil Bung Hatta. Kisahnya dimulai sejak beliau masih di Bukittinggi dan bersekolah di Belanda (buku pertama Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi), berjuang untuk negara dan dibuang (buku kedua Berjuang dan Dibuang), sampai akhirnya Indonesia merdeka dan beliau menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (buku ketiga Menuju Gerbang Kemerdekaan).

Buku ini pertama kali diterbitkan oleh Tintamas pada tahun 1979 dengan judul aslinya Mohammad Hatta: Memoir. Tebal buku ini aslinya 805 halaman. Penerbit Buku Kompas memutuskan untuk membagi buku menjadi tiga jilid. Alasannya, agar lebih handy, mudah ditenteng, dan juga agar pembaca lebih fokus melihat perjalanan hidup Bung Hatta sejak kanak-kanak hingga Indonesia merdeka (hal. xii).

Sebuah keputusan yang baik. Karena memang pada akhirnya membuat saya merasa lebih enteng membacanya dan enteng dipegang. Buku pertama yang paling tebal, halamannya sampai 323 halaman. Buku kedua dan ketiga tebalnya 191 dan 230 halaman. Bayangkan kalau tidak dibagi. Mau setebal apa dan seberat apa coba?

Selain enteng, membacanya pun jadi lebih mudah dicicil dan dibagi. Hari Senin kemarin baca buku pertama. Rabu lanjut baca buku kedua. Kamis lanjut baca buku ketiga.

Membaca buku ini seperti membaca buku harian. Ya iyalah ya, namanya juga otobiografi. Maksud saya, yang membuat saya kagum Bung Hatta menuliskan hal-hal detil seperti tanggal-tanggal, nama-nama tokoh yang beliau jumpa di setiap kesempatan, buku-buku kuliah beliau sewaktu di Belanda, itu seperti... Beliau memang rajin menulis buku harian. Jadi, ketika beliau diminta untuk menulis otobiografi ya tidak masalah. Beliau tinggal buka saja buku hariannya. Atau, beliau memang memiliki ingatan yang kuat.

Tulisan beliau pun sangat mengalir. Enak sekali dibacanya. Berhubung beliau adalah tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia, buku ini pun pastinya berpusat pada perjuangan beliau. Dan saya seperti membaca dua sejarah, yakni sejarah Bung Hatta dan sejarah Indonesia.

Beliau menulis apa adanya. Tanpa dibumbui macam-macam. Beliau menulis konflik yang terjadi antara dirinya dan Bung Karno mengenai politik non-cooperation. Polemik itu terjadi ketika Bung Hatta masih menjadi anggota PNI dan Bung Karno di Partindo. Polemik yang dimulai ketika berita dalam majalah Persatuan Indonesia Nomor 159 berjudul "Topengnya Drs. Moh. Hatta Terbuka! Pemimpin PNI Mau Jadi Lid Tweede Kamer! Awas Rakyat Indonesia!"

Beliau juga menulis tentang pertentangan pendapat antara kaum tua dan kaum muda soal deklarasi kemerdekaan. Istilah kaum tua dan kaum muda ini yang masih saya ingat dari pelajaran Sejarah waktu SMP/SMA. Saat itu masing-masing kelompok teguh memegang pendapatnya. Kaum muda yang ngotot dan mendesak kepada Dwitunggal untuk segera memproklamirkan kemerdekaan, namun baik Bung Karno maupun Bung Hatta menolak. Kaum muda beralasan Jepang sudah menyerah dengan sekutu, untuk itu kemerdekaan harus segera diproklamasikan. Jangan melalui badan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) karena badan itu adalah buatan Jepang.

Sementara Bung Karno menegaskan:

"Aku tidak berhak bertindak sendiri, hak itu adalah tugas Panitia Persiapan Kemerdekaan yang aku menjadi ketuanya. Alangkah janggalnya di mata orang, setelah kesempatan terbuka untuk mengucapkan kemerdekaan Indonesia, aku bertindak sendiri melewati Panitia Persiapan Kemerdekaan yang kuketuai." (Menuju Gerbang Kemerdekaan, hal. 75)

Bung Hatta pun sangat tegas mengenai ini. Sore hari tanggal 15 Agustus 1945, Soebadio Sastrosatomo dan Soebianto datang menemui Bung Hatta. Mereka mendesak Bung Hatta agar kemerdekaan Indonesia jangan dinyatakan oleh PPKI. Haruslah Bung Karno sendiri yang "mengucapkannya di muka corong radio atas nama rakyat Indonesia" (hal. 77). Bung Hatta menolak. Mereka terus bertengkar hingga akhirnya Soebadio dan Soebianto berkata, "Di saat revolusi kami rupanya tidak dapat membawa Bung serta, Bung tidak revolusioner." Bung Hatta menjawab:

"Tindakan yang akan engkau adakan itu bukanlah revolusi, tetapi putsch, seperti yang dilakukan dahulu di Muenchen tahun 1923 oleh Hitler, tetapi gagal." (hal. 78)

Pertentangan diantara keduanya terus terjadi hingga akhirnya Bung Hatta dan Bung Karno diculik oleh kaum muda dan dibawa ke Rengasdengklok.

Saya sangat menikmati membaca otobiografi Bung Hatta ini. Membaca sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dari orang pertama yang mengalaminya langsung tentu nilai plus tersendiri. Bisa mengurangi bias karena tidak bersumber dari orang kesekian, buku yang dikutip beberapa tingkat, dan lainnya.

Sejujurnya, dari awal membuka halaman Untuk Negeriku, saya sudah mempersiapkan diri untuk membaca kisah cinta Bung Hatta dan istrinya. Kapan beliau menikah, dimana, siapakah istrinya, siapa yang mengenalkan, yah serupa itulah. Tapi, dari awal hingga akhir, seingat saya hanya dua kali kesempatan Bung Hatta menyebut istri dan anaknya. Pertama di halaman 200 buku ketiga Menuju Gerbang Kemerdekaan.

... Kami yang diminta datang di kepresidenan itu ialah aku, istriku Rahmi, anakku Meutia yang baru berumur satu tahun, mertuaku Pak Rachim dan Ibu Rachim, ...

Dan yang kedua di halaman terakhir buku ketiga, yakni halaman 223. Satu halaman sebelum indeks. Berupa foto Bung Hatta bersama istrinya Ibu Rahmi pada hari pernikahan tanggal 18 November 1945 di Megamendung, Bogor.

Selesai membaca otobiografi Bung Hatta membuat saya semakin mengagumi beliau. Sosok beliau yang tegas, mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara, jujur, bersih, ah... Kapan lagi kita bisa mempunyai pemimpin sekaliber beliau?

Dan satu insight yang saya dapat setelah membaca buku ini adalah perbanyaklah baca buku sejarah negara ini dan tokoh-tokohnya. Agar saya (dan juga kalian) bisa semakin menghargai perjuangan para pahlawan negara ini. Dengan demikian, kita bisa meniru jejak mereka. Berjuang dan memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara.

Mari optimis. Bangsa ini punya masa depan yang cerah. Masa depan bangsa ini ada di tangan kita.

Skala 1 - 5, saya beri nilai 5 untuk Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi.

13 comments

  1. Rp 125.000 itu untuk 3 buku Kim?

    ReplyDelete
  2. lu emang demen bacaaa... buku yang lu baca ini bukan buku yang ringan lagi loh dari segi isinya. :D

    ReplyDelete
  3. Iya, 3 buku. Ng... Sebenarnya 1 buku sih. Cuma dibagi jadi 3 buku kan. ;))

    ReplyDelete
  4. Ah, ini mah isinya ringan. Otobiografi gitu lho. :p

    ReplyDelete
  5. pengen baca juga, jadi biar tau pemikiran bapak bangsa ini

    ReplyDelete
  6. Monggo dibaca. Bagus kok bukunya.

    ReplyDelete
  7. Saya coba cari lewat online..agak payah ini..ada yg bisa bagi informasi dimana saya bisa dapat beli vesrsi cetaknya?

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.