Melogikakan Perasaan

Melogikakan perasaan. Jujur, saya sendiri tidak punya definisi pasti arti dari dua kata itu. Frasa itu pertama kali dengar dari teman saya. Namanya Arie. Kalau saya diizinkan, tulisan kali ini saya ingin membahas "melogikakan perasaan". Tentunya dari sudut pandang saya yang sebenarnya yang dimaksud dengan sudut pandang adalah curhat terselubung. Teman-teman dipersilakan jika ingin berbagi pendapat di sini. Kalau saya tidak diizinkan, ya siapa elu ngelarang-ngelarang gue, HAH?! Ini kan blog saya. :P

Saya sedang jatuh cinta. Seperti biasa, saya jatuh cinta dengan orang yang, yah, tidak ada rasa sama saya. Seandainya ini terjadi saat saya masih pakai seragam putih biru atau putih abu-abu, niscaya bakal ada drama dalam hidup saya. Saya akan curhat dengan teman saya, entah itu lewat sms atau saya telpon teman saya itu sampai berjam-jam, hanya untuk bilang yang itu-itu saja. "Cuy, gue sayang banget sama dia. Kenapa dia gak suka sama gue sih? Gue kurang cantik ya? Gue gak pinter ya?" Besoknya, pasti saya akan curhat yang sama ke teman saya itu. Saya tidak bisa membayangkan betapa bosannya teman saya itu. Kasihan... Maaf ya, Teman...

Maklum lah, namanya juga masih ababil alias ABG labil. Di otak ini pikirannya cuma "masalah gue yang paling penting. Gue orang paling menderita sedunia.". Saya dulu terlalu terbawa perasaan. Jadinya, ya nelangsa sendiri. Cuma untuk urusan cinta monyet. Saya dulu belum tahu bahwa masih banyak cowok ganteng lainnya yang ganteng dan pintar yang bertebaran di muka bumi ini. Kenapa juga hidup saya harus mampet karena satu (dan beberapa) orang yang telah membuat hati saya patah? :P

Semakin dewasa, saya semakin belajar untuk lebih banyak menggunakan otak ketimbang hati. Saya belajar untuk mengandalkan logika ketika perasaan saya sudah mulai bermain. Kalau saya sedang suka seseorang, saya tetap butuh teman curhat. Saya tetap butuh makhluk hidup untuk membantu saya agar saya tetap "sadar" dan membawa saya ke akal sehat. Pernah dengar kan cerita cinta tragis nan sedih? Akal sehat saya bilang boleh-boleh saja saya jatuh cinta, tapi jangan sampai jatuh cinta yang tidak berbalas itu membuat saya sengsara. Terkadang akal sehat bisa dikalahkan oleh perasaan. Nah, teman inilah yang bertugas untuk membantu saya agar kembali kepada akal sehat. 

Teman saya ini tentunya sebagai tempat curhat saya. Teman yang bisa sewaktu-waktu saya kirimi sms, bbm, atau whatsapp, untuk curhat dan cuma untuk bilang, "Eh, gue suka sama si anu. Gue kangen sama si ini. Tapi, dia gak suka sama gue dan dia gak kangen sama gue." Iya, cuma bilang begitu. Tidak ada lagi cerita dimana saya menelpon teman saya berjam-jam dan nangis cuma untuk bilang, "Gue sayang banget sama dia. Hiks.. hiks.."

Penggemar: Kim, kamu tahu darimana kalau dia tidak ada rasa sama kamu?

Semakin dewasa, saya semakin tahu apa itu artinya it takes two to tango. Kalau ada dua orang, yaitu pria dan wanita, untuk bisa jadian ya dua-duanya harus saling suka dan sama-sama berjuang. Tidak bisa hanya prianya saja atau wanitanya saja yang berusaha agar cinta bisa terjalin. Kalau hanya satu pihak saja yang berjuang dan pihak satunya tidak menanggapi, itu artinya buang-buang waktu, tenaga, dan pikiran. Lupakan. Mending cari yang lain. Simpan energi untuk hal-hal yang lebih bermanfaat ketimbang untuk meratapi keadaan kenapa si dia tidak suka dengan kita. Dan itu prinsip yang selalu saya pakai sekarang. Saya tidak akan berjuang untuk orang yang tidak berjuang untuk saya.

Jadi, sekarang ini kalau saya sedang suka cowok dan si cowok tidak suka dengan saya, alarm pelindung-dari-sakit-hati sudah berbunyi. Beep beep beep. Dan saya pun aware. Oke, saya boleh sakit hati dan kecewa, tapi jangan sampai berlarut-larut. Saya tidak boleh dikendalikan perasaan. Bagaimana caranya supaya tidak berlarut-larut dan tidak dikendalikan perasaan? Belajar untuk mengubur perasaan untuk dia. Kurangi komunikasi. Tutup akses ke dia. Sebelum perasaan ini semakin dalam dan semakin susah untuk dihapus, ada baiknya perasaan ini dihentikan dari sekarang. Kalau kata Mas Jensen sih, "Tidak apa-apa. Itu cara kamu melindungi hatimu." Iya, ini cara mekanisme pertahanan diri saya untuk melindungi hati saya dari sakit. :)

Kalau saya sudah melakukan itu semua, tapi nyatanya saya masih suka sama dia bagaimana? Malah makin suka coba. :| Ya sudah, jadikan saja pengalaman. Nikmati saja sampai perasaan ini lambat laun akan memudar. Saya selalu percaya waktu akan membuat saya melupakan seseorang. Cuma waktunya sampai berapa lama, ya saya tidak tahu. Bisa dalam hitungan hari, bisa dalam hitungan bulan, bisa pula dalam hitungan tahun. Who knows? Tuhan saja tidak memberikan saya jawaban pasti, kenapa pula saya harus mencari jawabannya? Iya, kan?

Penggemar: Tapi, Kim. Kenapa kamu tidak coba untuk mencintainya dengan ikhlas?

Maksudnya mencintai dengan ikhlas itu apa? Ehm... Saya bukan tipikal orang yang bisa ikhlas melihat orang yang saya sayang bersama wanita lain, sementara saya tetap jadi teman curhatannya. Tidak, saya bukan pahlawan. Saya belum sampai pada tahap bisa mencintai seseorang dengan ikhlas atau mencintai dengan sederhana, seperti judul puisi Sapardi Djoko Damono. Mencintai saja tanpa mengharapkan apa-apa. Atau tetap mencintai dia meski dia bersama orang lain. Atau selama dia bahagia, saya juga bahagia. Tidaklah, saya belum bisa seperti itu. Saya juga mau bahagia kok. Enak saja dia bahagia sendirian dan saya ngenes sendirian. :P

Kembali kepada melogikakan perasaan. Ketika pertama kali saya mendengar frasa tersebut dari Arie, saya berpikir, "Oh, mungkin ini yang namanya melogikakan perasaan."

Penggemar: Jadi, Kim, apa kesimpulannya? Apa definisi dari "melogikakan perasaan"?

Kalian riwil sekali sih. Hihihi...

Ehm... Jadi, kesimpulannya apa ya? Ya itu tadi. Ini tulisan tentang saya untuk lebih memahami apa itu melogikakan perasaan dengan menguraikan kisah saya. Dan ini sebenarnya curhat terselubung. Definisi pastinya sih belum ketemu. Kalian simpulkan saja sendiri. Atau mau bikin definisi sendiri? Ya, terserah saja. :D

p.s.: melogikakan perasaan ini tidak sebatas masalah cinta ya. Tapi, tulisan kali ini konteksnya cinta ya biar lebih seru aja. Hihihihihi...

1 comment

  1. hahaha so Kimi banget lah tulisannya *ya emang ini blog elu* heuheu


    dan ya memang begitulah, saya "melogikakan perasaan" saya dengan cara yang mirip dengan Kimi. Semangat! :)

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.