Getting to Know You

Masih ingat dengan kuesioner "Twenty 'I' Statement" yang pernah saya bahas singkat di sini? Menjawab kuesioner tersebut merupakan salah satu cara untuk dapat mengenal diri kita sendiri. Pada kuesioner tersebut teman-teman diminta untuk mendeskripsikan teman-teman sendiri. Bagaimana cara teman-teman menjelaskan diri kalian dan bagaimana cara kalian memandang diri kalian sendiri.

Tentu saja kalian bebas menulis apa saja dalam kuesioner tersebut. Karena kalian sendiri lah yang paling mengenal siapa kalian sesungguhnya. Sebagai contoh seseorang bisa saja menjawab seperti ini:

  1. Saya pintar.
  2. Saya suka pelajaran Matematika.
  3. Saya cantik/ganteng.
  4. Saya anak kedua dari 2 bersaudara.
  5. Saya punya satu orang sahabat baik.
  6. Saya anggota fans klub Manchester United.
  7. dst.

Mari kita bahas bersama-sama contoh "Twenty 'I' Statement" di atas.

Untuk nomor 1 - 3, cara mendeskripsikan diri seperti ini disebut personal self. Kita melihat kualitas individu kita untuk mendeskripsikan diri kita, entah itu dari fisik, hobi, kelebihan atau kekurangan diri kita. Kita yang menjadi fokus ketika kita mendeskripsikan diri sendiri. Sementara untuk nomor 4 - 6 disebut social self. Hubungan kita dengan dunia luar dari kita menjadi fokus dalam deskripsi diri. Social self dapat dibedakan menjadi relational self dan collective self. Nomor 4 dan 5 adalah contoh dari relational self dan nomor 6 adalah contoh collective self. Terasa bedanya ya? 

Sengaja saya membahas sedikit perihal self sebagai pembuka tulisan karena untuk kali ini kita akan membahas jurnal tentang relational self. Jurnal yang akan kita bahas bersama kali ini berjudul Getting to know you: The relational self-construal, relational cognition, and well-being (2003). Jurnal ini ditulis oleh Susan E. Cross dan Michael L. Morris. 

Menurut Cross dan Morris, orang-orang yang memiliki kecenderungan memiliki relational self-construal akan lebih memperhatikan hubungan yang dimilikinya dengan orang lain. Bagi mereka membina hubungan yang baik dengan orang lain itu sangat penting. 

Individuals who have defined themselves in terms of close relationships will therefore tend to think and behave so as to develop, enhance, and maintain harmonious and close relationships with important others. (hal. 513)

Sementara itu, ada juga orang-orang yang tidak terlalu memikirkan hubungan dengan orang lain. Orang-orang ini memiliki personal self-construal yang tinggi. Individu-individu yang memiliki relational dan personal self-construal tentunya membuat mereka masing-masing berbeda dalam niat, tujuan, dan motivasi. Biar lebih mudah saya beri contoh ya. Bagi Ana bisa diterima di Fakultas Psikologi UI itu sangat penting karena dia ingin membanggakan kedua orangtuanya. Sementara Lusi juga ingin bisa kuliah di Fakultas Psikologi UI karena dia memang suka Psikologi dan dia ingin suatu saat nanti menjadi psikolog ternama. Ana yang memiliki tujuan ingin membahagiakan orangtuanya memiliki relational self-construal, sedangkan Lusi memiliki personal self-construal karena alasannya ingin kuliah di UI untuk pencapaian target dirinya sendiri.

Penggemar: Tunggu deh, Kim... Self-construal itu apa? 

Penjelasan singkat dari sini, self-construal adalah:

Self-construal refers to the grounds of self-definition, and the extent to which the self is defined independently of others or interdependently with others.

Pada dasarnya self-construal itu bagaimana cara kita mendefinisikan diri kita. Lebih khususnya melihat diri kita dari sisi independent atau interdependent dengan orang lain. Kalau mau dirunut lagi, asal mulanya ini dari perbedaan budaya antara Barat dan Timur. Kalau di Barat individunya memiliki independent self-construal, sementara di Timur memiliki interdependent self-construal. Dari situ kemudian berkembang penelitian-penelitian berikutnya hingga mengarah pada kesimpulan yang saya lakukan semena-mena bahwa self-construal itu lebih luas daripada dikotomi budaya Barat dan Timur.

Di jurnal ini Cross dan Morriss lebih menitikberatkan penelitian mereka pada individu-individu yang memiliki relational self-construal tinggi. Asumsi mereka berawal dari individu yang memiliki relational self-construal yang tinggi akan berpikir dan bertingkah laku sebaik mungkin untuk meningkatkan dan berusaha memiliki hubungan yang dekat dan penting dengan orang lain. Hal tersebut bisa berpengaruh pada kesejahteraan (well-being) mereka. 

Individu dengan relational self-construal tinggi akan berusaha menjaga kestabilan dan keharmonisan suatu hubungan. Salah satu cara untuk membina sebuah hubungan baru adalah dengan menyingkapkan diri (self-disclose) kita dengan orang lain. Kita menceritakan tentang diri kita kepada orang lain. Kita berbagi rahasia dengan mereka. Kita juga berbagi kecemasan, ketakutan, dan harapan dengan mereka. Dengan berbagi hal-hal sensitif dan informasi tentang kita kepada orang lain hal itu menandakan bahwa kita percaya dan suka kepada mereka. Keterbukaan kita itu juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk memiliki hubungan yang lebih dekat lagi dengan kita. 

Cross dan Morris memilih untuk meneliti hubungan antar rekan sekamar ketimbang pasangan yang memiliki hubungan romantis. Alasan mereka adalah hubungan rekan sekamar ini, terutama pada mahasiswa, sangat berpotensi untuk membentuk hubungan yang sangat dekat dan interdependent, artinya mereka akan saling bergantung satu sama lain. Rekan sekamar berbagi kamar yang sama sehingga mereka harus mampu untuk bekerja sama dan menyiasati perbedaan di antara mereka, tentunya jika mereka ingin bisa tenang tinggal sekamar tanpa harus selalu berselisih.

Hipotesis Cross dan Morris adalah ketika seseorang akan tinggal bersama orang baru dan menjadi rekan sekamar orang tersebut, bagi individu yang memiliki relational self-construal yang tinggi mereka akan mencari jalan dan berusaha untuk memiliki hubungan baik dengan rekan sekamarnya tersebut. Salah satu caranya adalah dengan lebih menaruh perhatian pada hal-hal apa saja yang menjadi hal penting bagi rekan sekamarnya. Dengan demikian, dia bisa memprediksi secara akurat nilai-nilai apa saja yang dianut dan menjadi keyakinan rekan sekamarnya. Manfaatnya hal ini bisa digunakan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat lagi dengan rekan sekamarnya dan untuk mencegah konflik. Hasil penelitian mendukung hipotesa para peneliti. Hasil penelitian juga menunjukan partisipan yang memiliki relational self-construal yang tinggi memiliki asosiasi yang positif dengan kepuasan hidup.

Kemudian, apa yang menjadi kesimpulan Cross dan Morris dalam penelitian ini? Menurut mereka, perbedaan relational self-construal pada setiap individu berpengaruh pada tingkat kebahagiaan mereka mengenai hubungan pertemanan.

Demikianlah pembahasan jurnal kali ini. Jadi, seberapa penting bagi kalian hubungan pertemanan itu? :D

Pustaka:

Cross, S. E. & Morris, M. L. (2003). Getting to know you: The relational self-construal, relational cognition, and well-being. Personality and Social Psychology Buletin, 29, 512-523. 

11 comments

  1. Wah aku termasuk yang mana ya? 8')))

    Biasanya sih aku suka mengungkapkan ke teman dekat aku tuh gimana, enaknya digimanain dll biar mereka gak salah juga dalam menghadapiku karena gak semua orang bisa membaca kode yg diberikan. *halah*

    Btw tulisanmu agak berat ya buat hari Minggu. *kabur*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Habisnya aku bingung, Chik, mau menulis apa. Jadi kupikir bahas jurnal saja deh biar blogku update. :r

      Delete
  2. setuju, kim.
    buat aku friendship itu penting. yang gak penting itu friendzone. apalagi kakak adik an. *nyeruput kopi*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh, kalau kakak-adik begitu berarti namanya siblingzone. *halah*

      Delete
  3. Hai, Mbak Kimi.. Lama ngga ngeposting. Sehat-sehat aja kan ya? :D

    Menurut aku, hubungan pertemanan beda sih sama hubungan persahabatan. Lebih intens dan bahagia di sahabat, karena kuantitas waktu en pengalaman. Atau, errr, masalah yang berhasil diselesaikan dengan baik antara keduanya.. :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah sehat, Beb. Btw, aku juga setuju persahabatan dan pertemanan itu beda. Memang lebih nyaman dalam hubungan persahabatan sih. :)

      Delete
    2. Alhamdulillah.. Syukur lah kalok gitu, Mbak.. :D

      Iyah. Kalok sahabat uda pasti bisa diajak susah :)

      Delete
  4. Berarti aku masuk self-construal yang independent self-construal *ga tau pemakaian istilahnya bener pa salah :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tenang, Mas Galih... Niatku nanti mau bahas lagi tentang self-construal ini. :D

      Delete
  5. Mbaaa, ya ampuuun, detaaailll banget postingannya :)

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.