Badai Pasti Berlalu

Saya yakin setiap manusia pasti pernah mengalami atau melewati masa terburuk dalam hidupnya. Tidak ada ceritanya selama kita hidup kita hanya diberi yang manis-manis saja oleh kehidupan. Pasti ada rasa asin, asam, dan pahit. Kalau hanya ingin dapat yang manis-manis saja dan hidup yang lurus tanpa cela, seharusnya kita menuntut Nabi Adam karena kesalahannya telah membuat beliau dan Hawa terlempar ke bumi. Lalu, di sinilah kita sekarang... Di bumi. Penuh dengan kepahitan dan kegetiran.

Saya pernah melewati masa-masa pahit tersebut. Puncaknya di akhir tahun 2013 dan selama tahun 2014. Saya ingat rasanya ketika harus menjalani hidup pada saat itu. Ada rasa kosong. Anehnya terkadang saya malah merasa saya terlalu penuh dengan beban. Saya ingin meluapkan semuanya. Juga ada rasa bingung. Amarah. Sedih. Saat-saat itu dimana saya masih sering menangis. Nafsu makan juga hilang. Dan pastinya saya susah tidur.

Apa yang saya lakukan ketika itu? Mengeluh tentu saja. Marah dan menyalahkan. Menyalahkan siapa saja yang bisa saya salahkan. Perkara mencari kambing hitam itu lebih gampang ketimbang duduk dan mencari jalan keluar. Untungnya saya dikelilingi orang-orang sabar yang mau meladeni curhatan saya yang bernada negatif. Mereka tidak menghakimi saya macam-macam. Mereka mendengarkan. Itulah yang saya butuhkan pada saat itu: didengarkan. Saya jadi teringat Kitin pernah bilang ke saya bahwa sesungguhnya saya ini tidak usah diomongin atau dinasihati macam-macam karena sebenarnya saya sudah tahu apa yang harus saya lakukan.

Pelan-pelan saya belajar untuk berdamai dengan keadaan. Shit happens. Deal with it. Seperti yang pernah saya bilang ke Elia di sini, masalah tidak akan selesai kalau kita cuma mengeluh. Sama halnya ketika kita lapar. Apakah dengan menangis kita bisa kenyang? Jadi, kalau ada masalah, cari jalan keluarnya. Kalau lapar, ya makan bukan dengan menangis. Kalau ada masalah, cari jalan keluarnya, bukan dengan kebanyakan mengeluh. Sepertinya saat itu saya sudah terlalu banyak mengeluh dan itu tidak baik. Sudah cukup dengan mengeluhnya. Kemudian saya putuskan sudah saatnya untuk menata hidup. Saya menyortir masalah. Saya tandai mana yang harus segera diselesaikan. Saya membuat skala prioritas. Satu per satu masalah harus diselesaikan. One step at a time

Dalam proses tersebut, saya menyadari saya butuh tujuan dalam hidup. Kalau saya tidak bisa mencari tujuan hidup untuk diri sendiri, setidaknya bisa kan saya memiliki tujuan hidup untuk orang lain? Maksud saya, saya ingin membanggakan orangtua saya, terutama ayah saya. Terlalu abstrak memang. Detilnya sudah ada. Tidak usah lah saya bagi di sini. Well, dalam beberapa hal saya memang masih clueless sih.

Rupanya memang betul. Saya memang butuh tujuan yang jelas. Saya butuh target yang harus dicapai. Terserah apa yang menjadi latar belakangnya--entah itu karena ingin membanggakan orangtua atau karena memang saya ingin--yang terpenting tujuan itu membuat saya jadi punya arah. Hidup terlalu lama tanpa tujuan itu tidak baik. Bikin bingung. Dan bingung itu bukan suatu hal yang mengasyikkan. Sungguh. Ibarat kapal tanpa nakhoda, apa jadinya? Bencana. Apalagi jika kapal berlayar di tengah badai. Syukur seandainya ada orang lain yang mau menyetir kapal. Tapi, kan, ini kapal saya, hidup saya, masak saya mau membiarkan orang lain menyetir kapal saya?


gambar dari sini 


Saya juga menyadari diri saya sendiri punya masalah internal yang belum terselesaikan. Saya harus terus memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik, lebih dewasa, lebih tenang, tidak grasa-grusu. Sebelum berdamai dengan keadaan di luar diri, terlebih dahulu saya harus berdamai dengan diri sendiri. Saya harus belajar untuk lebih mengenal diri saya. Ini butuh proses dan waktu yang tidak sebentar. Tidak apa-apa. Bukan masalah kok. Saya punya waktu seumur hidup.

Seperti yang sudah saya bilang juga ke Elia, tidak mungkin sepanjang hidupnya manusia itu sedih melulu. Alhamdulillah, awal tahun saya sudah diberi kabar baik. Saya senang. Mudah-mudahan ayah saya bisa bangga sama saya. Satu masalah terselesaikan sudah. Sekarang mari fokus menyelesaikan masalah yang lain. Satu per satu. One step at a time.

Nah, kalau ada yang bilang badai pasti berlalu, itu betul. Sekarang tugas kita adalah bagaimana caranya saat badai sudah lewat kita masih bisa bertahan. Tidak cuma pas badai yang kita pikirkan. Seharusnya kita juga memikirkan untuk mempersiapkan diri kita seandainya badai datang. Buat jaga-jaga. You know, just in case

9 comments

  1. Pasti...kerena semuanya ada masanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, betul itu. Semuanya ada masanya. Tinggal kitanya saja yang menjalani. :)

      Delete
  2. Replies
    1. Senang deh kalau ada yang bisa belajar dari tulisan saya. :e

      Delete
  3. You rock!

    Sepertinya kamu punya kemampuan untuk "menyembuhkan" diri sendiri.... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe... Kita semua bisa kok. Asal ada kemauan dan jangan kebanyakan ngeyel. :P

      Delete
  4. Setiap orang pnya masalahnya masing2. Yang mbedakan adalah ada org yg cuma mengeluh dan hanya duduk terdiam di pusaran masalahnya, tapi ada juga yg diam melihat masalahnya namun tetap berjuang menghadapinya.

    Selamat datang Kimi! Badai belum berlalu, karena tiap hari kita mnghadapi badai-badai (kecil) dalam hidup.

    Semangat!

    ReplyDelete
  5. ma'af bang, nabi adam memang akan ditempatkan di bumi .

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.