Tentang Cita-cita

Akhirnya saya bisa juga nonton Interstellar, setelah filmnya heboh tahun lalu. Silakan sebut saya kudet karena baru bisa nonton film itu tadi malam. Tidak perlu lah ya saya ceritakan jalan ceritanya bagaimana dan tidak perlu juga saya meriviu film itu. Saya tidak terlalu bisa menulis riviu film. Saya hanya bisa bilang Interstellar itu bagus banget. Tentang time travel, wormhole, blackhole, dan usaha manusia untuk menyelamatkan diri dari kepunahan dengan mengeksplorasi luar angkasa. Kurang keren apa coba? Dan yang bikin lebih keren lagi, Christopher Nolan menjadikan Kip Thorne sebagai scientific consultant-nya. Jadi, film ini punya landasan sains yang kuat. Bukan film sains asal-asalan. 

Tulisan ini bukan tentang time travel, wormhole, blackhole, atau simply tentang Interstellar. Bukan. Saya tidak punya kemampuan untuk membahas itu semua. Saya hanya ingin cerita tentang cita-cita.

Penggemar: Loh, kok malah bahas cita-cita? Jauh banget sih.

Cooper, yang diperankan dengan apik oleh Matthew McCounaghey, adalah seorang engineer yang juga seorang pilot NASA. Dengan kata lain dia adalah seorang astronot. And I instantly fell in love with him. Oh, and Amanda, too. :D

Kenapa saya bisa jatuh cinta dengan Cooper? Karena dia ganteng. Begini. Saya punya minat dengan luar angkasa sejak saya masih kecil. Bahkan, cita-cita pertama saya dulu ingin menjadi astronot. Cooper mengingatkan saya dengan cita-cita pertama saya. Cita-cita yang harus kandas karena saya sadar diri saya bodoh di ilmu eksakta. Lalu, saya ganti cita-cita. Saya pengen jadi atlet bulutangkis. Tapi, gak kesampaian juga karena, yah, mungkin bapak saya gak percaya karena dulu waktu kecil saya sakit-sakitan. Bisa jadi bapak saya mikir begini, "Orang sakit-sakitan kok mau jadi atlet." Eh tapi pas di kampus saya kan jadi pemain futsal. Bisa juga kan disebut atlet? Halah, itu mah namanya buat menyenangkan diri saja.

Cita-cita jadi astronot sudah kandas, jadi atlet bulutangkis juga kandas. Lalu saya mau jadi apa dong? Pengen jadi psikolog? Kayaknya saya gak cocok jadi psikolog. Jadi presiden? Kalau kata Kitin urus hati aja saya gak mampu, apalagi mau urus negara. Jadi, sekarang mah saya jadi abdi negara saja.

Banyak kejadian yang terjadi di beberapa tahun terakhir membuat saya jadi berpikir sederhana. Dulu saya masih berani untuk bermimpi besar dan punya cita-cita muluk. Tapi, sekarang tujuan hidup saya jadi sederhana: saya ingin mengurus keluarga dengan baik. Saya kepingin dekat sama keluarga saya.  Setelah bapak gak ada, kakak tertua menyusul bapak, saya meng-adjust-kan diri dengan keadaan. Saya masih ada ibu yang gak bisa saya tinggal sendirian. Apalagi ibu saya maunya dekat sama saya. Ya sudah saya mengalah. Saya sudah tidak bisa egois lagi.

Akhirul kalam, bagi kalian yang masih punya cita-cita, kejar cita-cita kalian. Jangan gampang menyerah kayak saya. :P

9 comments

  1. oh ini yang katanya kemarin bikin nangis? :))

    ReplyDelete
  2. Bisa katakan cita-cita saya juga banyak banget.
    Namun seiring bertambahnya usia menjadi tua (mudah2an dewasa)
    Makin terkikis semua cita-cita, kalau sekarang hanya tinggal hitungan jari.

    ReplyDelete
  3. so sorry to hear about your sibling, Kim! :-( but nice to see you back...

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia (malah nyanyi haha). Salam kenal ya

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.