Masih Tentang AADC 2

Film Ada Apa dengan Cinta? 2 (AADC 2) ini memang betul-betul bikin saya susah move on. Ceritanya rada nganu. Ending-nya bikin ngilu karena sebal. Sampai sejauh ini saya lihat-lihat di internet, kebanyakan mengutuk Rangga. Saya jadi sepakat dengan Mbak Uthie di sini. Beliau bilang begini:

Si tante (Mira Lesmana, red.) ini cuma memanfaatkan kehebohan jagat maya pasca kemunculan mini drama LINE beberapa waktu silam.

Sepertinya sih memang begitu ya. Tante Mira melihat peluang dan memanfaatkannya. Tidak salah dengan itu. Hanya saja bikin ceritanya jangan terburu-buru. Mbok ya dimatangkan betul ceritanya. Kalaupun ending-nya memang mau menyatukan kembali Cinta dan Rangga, bikin jalan ceritanya lebih halus lah... Lebih masuk akal begitu. Apa iya Cinta yang sudah umur 30-something masih meleleh dikasih puisi doang? Apa betul Cinta memilih Rangga daripada Trian hanya karena Rangga adalah cinta sejatinya, meski sudah ditinggal sembilan tahun tanpa kabar? Apalagi keputusan tersebut diambil setelah Cinta jalan-jalan sehari semalam suntuk bersama Rangga. Cinta terlalu emosional.


Setelah membaca tulisan Om Abdul Hamid di sini, saya kembali berpikir tentang cinta. Beliau menulis:

Dulu saya terbengong-bengong setelah menonton Letters to Juliet. Tentang seorang Nenek bernama Claire yang mencari mantannya (Baca: Cinta Sejatinya), seorang kakek bernama Lorenzo Bartolini. Keduanya terpisah, menikah dengan orang lain, dan ndilalah pasangannya (kebetulan) meninggal. Lantas di usia uzur bertemu dan tetap saling mencintai, sebagai “Cinta sejati”. 
Gila. Lantas dimaknai apa pernikahan mereka dengan pasangan masing-masing berpuluh tahun selama sebelum mereka ketemu? Iklan layanan masyarakat?

Saya kembali bertanya-tanya. Sebenarnya cinta itu apa? Sejak kapan konsep cinta pertama kali muncul? Apakah jaman manusia purba dulu mereka sudah mengenal cinta? Lalu, apa itu cinta sejati? Apa saja yang menjadi syarat untuk bisa disebut sebagai cinta sejati?

Bingung? Sama dong, saya juga bingung.

Kita terlalu lama dan terlalu banyak dicekoki film dan novel romantis. Tanpa kita sadari konsep cinta kita terbentuk dari sana. Bahwa cinta itu harus romantis, cinta sejati itu harus diperjuangkan meski menyakiti banyak pihak, jangan sampai menyesal tidak menghabiskan sisa waktu hidup bersama cinta sejati, blablabla...

Penggemar: Kita?? Elu doang kali, Kim.

Ah, ya... Baiklah.

Saya sendiri berprinsip cinta itu seperti tanaman yang harus rajin dipupuk dan disiram biar tidak mati. Artinya apa? Artinya kita tidak harus memaksakan diri menikah dengan cinta pertama, cinta sejati, atau apapun lah itu namanya. Kalau pasangan yang sekarang sudah membuat kita nyaman, untuk apalagi kelayapan semalam suntuk bersama mantan yang katanya cinta sejati itu? Apalagi kalau gampang baper, kayak saya. Oke, abaikan saja yang ini. Maksud saya, tetap rajin dipupuk dan disiram saja cinta kita bersama pasangan biar semakin awet dan bahagia.

Jadi, demikianlah.

Oh, btw, ada surat terbuka dari Trian untuk Cinta lho! Saya kutip sedikit suratnya ya:

Cinta,
Aku sebenarnya hanya berpura-pura tak tahu tentang apa yang terjadi di Jogjakarta,
Kawanku yang bersepeda mengamatimu, bercerita bahwa kamu menampar Rangga, dan aku bahagia

Entah kenapa "Kawanku yang bersepeda" ini mengingatkan saya akan Om Warm. :O

1 comment

  1. hahaha emang Om Warm punya sepeda? #eh #minta-ditampar-si-om

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.