Insaf dari Boros

Membaca tulisan Mbak Nunik berjudul "THR Cuma Numpang Lewat (?)" membuat saya seperti tersengat listrik. Ouch, sakit! Menohok sekali sekaligus sukses membuat saya malu. Saya tidak berani melihat nominal jumlah tabungan saya. Boro-boro mau menghitung angka kekayaan. Bagaimana tidak, di titik ini bukannya tabungan dan investasi meningkat, eh malah menurun. Bukannya semakin giat hidup hemat, eh malah semakin boros.

Saya sekarang boros sekali dibandingkan sewaktu saya masih kuliah dulu. Kalau dulu saya masih bisa rajin menabung setiap bulannya. Sewaktu masih bekerja di tempat lama pun saya masih rajin menabung kok. Ditambah saya juga rajin investasi reksadana saham setiap bulan.

Kemudian saya keluar dari kantor lama. Masa-masa jadi pengangguran ini memang menguras tabungan. Pemasukan tidak ada, tapi pengeluaran banyak betul. Sampai sekarang saya juga bingung uang saya dulu ke mana saja. Kok bisa sampai drastis begitu berkurangnya.


Setelah mendapatkan pekerjaan baru bukannya semakin giat menabung untuk mengganti uang yang “hilang”, lah kok ya saya malah semakin boros.  Saya jadi kecentilan dengan skin care dan make up. Saya juga puas beli baju. Bulan Februari kemarin saya sampai khilaf ke Bali. Saya garuk-garuk kepala sendiri. Kebingungan. Saya ini kenapa kok jadi boros betul?


Argh!


Saya semacam kehilangan kontrol diri. Saya sendiri tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya. Yang saya tahu begitu saya mau belanja di benak saya selalu ada justifikasi “Bulan depan masih bisa nabung.” Atau, “Janji deh nggak akan belanja lagi sampai tahun depan.” Atau, “Mumpung diskon.” Tentu saja kita sama-sama tahu pembelaan diri semacam itu hanyalah pembelaan sia-sia. Karena toh bulan depannya masih tergiur pengen beli lipstik atau krim antiaging terbaru dari high-end brand. Ah, saya jadi kangen masa-masa di mana saya tidak punya banyak mau sehingga saya bisa menyimpan banyak uang (menurut standar saya).

Untunglah saya sekarang sudah insaf. InsyaAllah betulan insaf. Karena saya pikir jika tujuan saya punya dana lumayan ketika saya pensiun, maka semakin lama saya menunda untuk investasi maka semakin besar nominal yang harus saya sisihkan setiap bulannya. Jadi, sudah cukup saya gelap mata. Sudah tidak ada lagi belanja-belanja skin care dan make up hanya karena penasaran dan ingin coba-coba.

Eh iya, setelah saya pikir-pikir lagi saya ini orangnya memang hangat-hangat tahi ayam. Kemarin-kemarin itu waktu saya masih centil banget, ya saya betul-betul centil. Semangat banget pengen beli apa saja yang ada hubungannya dengan skin care dan make up. Rasa-rasanya semuanya ingin saya beli. Apalagi ditambah dengan saya yang rajin browsing cari ulasan produk. Saya makin tidak bisa tidur karena tergoda ingin pakai produk tersebut. Saya ini juga orangnya kalau sudah ingin sesuatu bisa bikin saya kepikiran terus. Pokoknya saya belum tenang kalau keinginan saya belum kesampaian. Itu juga barangkali yang membuat saya kemarin boros sekali.

Nah, lucunya kalau sudah kesampaian, ya saya jadi lempeng. Pernah juga saking pengennya sama suatu barang, bela-belain beli, dan begitu sudah sampai rumah saya jadi menyesal. Untuk apa saya beli barang ini? Sama halnya waktu saya ke Bali di bulan Februari kemarin. Begitu pulang saya jadi merenung. Untuk apa saya impulsif ke Bali?

Tapi, sekarang saya sudah capek cari ulasan dan coba-coba produk. Sudah bosan juga. Ketika rasa penasaran sudah terjawab dan keinginan sudah terpenuhi, ya sudah selesai. Tidak lagi ada rasa penasaran. Malah yang muncul rasa bosan. Saya sudah bosan kecentilan dengan skin care dan make up. Saya sudah bosan dan capek karena panik setiap kali belanja impulsif. Saya sudah bosan stres memikirkan uang yang keluar seharusnya bisa saya tabung atau saya investasikan.

Jadi sekarang saya pelan-pelan kembali menata keuangan saya. Pertama, penuhi dana darurat dan rajin investasi. Jumlah dana darurat saya sekarang sungguh mengenaskan. Masih jauh dari target seharusnya karena kemarin saya merasa saya selalu berada dalam kondisi “darurat”. Iya, darurat karena saya bete jadi impulsif ke Bali. Iya, darurat muka saya jelek karena jerawat maka saya harus beli skin care mahal. Sekarang tidak boleh lagi seperti itu. Dana darurat tidak boleh diganggu gugat kecuali keadaan betul-betul genting. Untuk mengisi dana darurat ini setelah menerima gaji, langsung saya transfer khusus ke rekening dana darurat. Setelah itu, saya investasi. Saya masih setia dengan instrumen reksadana saham. Saya tidak berani untuk langsung bermain saham. Bukan jiwa saya juga. Saya lebih senang terima beres. Saya kepikiran juga sekarang mau investasi emas. Biar diversifikasi investasi kan.


gambar dari sini


Kedua, punya tabungan khusus belanja. Setelah transfer ke rekening dana darurat dan investasi, saya juga transfer ke rekening belanja ini. Tidak banyak jumlahnya. Kebanyakan juga nanti saya belanja terus. Secukupnya saja. Jadi, kalau saya ingin beli sesuatu harus lihat dulu tabungan ini isinya cukup atau tidak untuk dipakai belanja. Kalau tidak, berarti saya harus sabar menunggu sampai tabungannya cukup. Sebenarnya tabungan ini sudah lama saya punya, tapi mari sekarang diberdayakan kembali.

Ketiga, jangan pernah malas mencatat pengeluaran. Ini penting biar saya bisa tahu uang saya ke mana saja. Di ponsel Android saya pakai aplikasi MoneyLover. Dulu saya catat manual di buku biasa dan pernah punya catatan di Excel juga. Sekarang malas. Jadi saya unduh aplikasi MoneyLover di ponsel saja biar praktis. Saya juga beli versi berbayarnya. Dulu belinya saya pinjam kartu kredit ayah saya.

Keempat, kontrol diri yang kuat. Mau sebagus apapun aplikasi keuangan atau serajin apapun kita menabung, kalau kita lemah sama diskon dan gampang tergoda sama ulasan produk ya sama saja bohong sih. Terus terang ini masih jadi PR buat saya. Biar kontrol saya tidak lemah maka saya jarang ke mall, jarang makan di luar (kecuali ditraktir), jarang ke toko buku, hampir tidak pernah buka situs belanja daring, dan jarang main ke beauty blog. Intinya saya menghindari godaan karena saya tahu iman saya lemah. Kalau sudah melatih diri seperti ini, insyaAllah nanti lama-kelamaan akan terbiasa. Kebiasaan hidup hemat jadi muncul lagi dan hasrat konsumtif bisa ditekan menjadi minimal.

Kalau teman-teman ada tips untuk hidup hemat, yuk berbagi di kolom komentar.

8 comments

  1. Emang susah kalo mau ngatur keuangan apalagi kaitannya sama gaya hidup. Susah bener.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Dibutuhkan kemauan kuat dan tekad baja untuk mengaturnya. Halah. =))

      Delete
  2. emang susah ya kak mengatur pengeluaran. Terkadang harus mengencangkan ikat pinggang, apalagi bagi mereka yang pendapatannya tak pasti, harus pintar dalam mengatur pengeluaran :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali. Di sini perencanaan keuangan sangat diperlukan biar hidup di masa depan tidak keteteran.

      Delete
  3. karena niat adalah bagian dari usaha :)))))

    semoga konsisten yaaa :*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Mbak Nunik. Yang penting punya niat dulu ya. Hahaha... Thanks anyway! :*

      Delete
  4. kalau aku dipaksanya harus bayar cicillan rumah Kim, kan mau ga mau tuh harus dibayar bulanan ke bank. itu investasi terbesar. jadi hmmm, mungkin Kimi harus mulai mikir ambil cicilan rumah gitu, biar duitnya lari ke property aja yang sudah pasti harganya terus membubung naik hehe #usul_usil

    ReplyDelete
    Replies
    1. Harus mengumpulkan uang mukanya dulu, Mbak, biar cicilan tiap bulan tidak memberatkan. :D

      Delete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.