Bagaimana Awal Mula Manusia Berbahasa?

Suatu hari entah kenapa tiba-tiba saya mendadak timbul pertanyaan:

Bagaimana awal mula manusia bisa berbahasa? Apakah otak manusia purba berkembang dulu makanya manusia bisa berkomunikasi lewat bahasa atau manusia purba belajar berkomunikasi dulu makanya otak manusia jadi berkembang?

Sungguh pertanyaan yang sangat kritis, bukan? Sebenarnya karena saya nggak ada kerjaan saja sih makanya bisa-bisanya kepikiran pertanyaan begitu.


ehm... kok manusia bisa ngomong sementara eug kagak?


Sayangnya, pertanyaan kritis yang timbul tidak dibarengi usaha keras untuk mencari jawaban. Berhubung saya sedang malas baca buku atau (menggunakan bahasa kerennya) riset sederhana (untuk googling pun saya malas), saya carilah jalan pintas nan praktis: bertanya ke orang pintar! Orang pintar di sini bukan dukun lho ya, tapi orang yang memang pintar, bacaannya beragam, dan wawasannya luas banget.

Ada satu orang tempat saya berlangganan untuk bertanya. Siapa lagi kalau bukan Om Ayah alias Om Handriatno Waseso. Tidak usah saya jelaskan beliau ini siapa. Nanti orangnya kegeeran kalau sampai saya jelaskan secara khusus. Kalau penasaran, kalian googling saja.

Di WAG saya melemparkan pertanyaan tadi. Karena menurut saya pembahasannya menarik saya ingin menuliskan kembali penjelasan dari Om Ayah dari WAG ke dalam postingan ini. Selain itu, biar saya tidak mudah lupa juga makanya saya tulis di blog. Kalau lupa kan tinggal buka saja blog ini. Heuheu.

Sebelum kalian nanti kebanyakan protes, saya beri disclaimer dulu. Penjelasan ini hanya dari penjelasan Om Ayah. Beliau menjelaskannya dari berbagai sumber yang beliau baca di topik evolusi (dan saya terlalu malas untuk mencari jawaban langsung ke sumber ilmiahnya. Mungkin deh suatu saat nanti saya cari sendiri). Kalau teman-teman kebetulan tertarik dengan topik ini dan bisa jadi cukup menguasai, boleh lah kalian urun komentar. Bisa menambahkan atau mengkritisi. Bisa pula memberikan referensi bacaan untuk saya.

Baiklah. Mari sekarang ke pokok persoalan.

Om Ayah menjawab pertanyaan saya begini:

Dugaan saintifik terbaik adalah ada mutasi gen yang menyebabkan manusia bisa mengembangkan bahasa. Jadi manusia yang survive sekarang ini kemungkinan besar adalah keturunan satu manusia, mari kita sebut saja X, yang mengalami mutasi tersebut. Keturunan dari manusia yang tidak mengalami mutasi gen ini, dan tidak kawin dengan X atau keturunan X, barangkali sudah mati semua. 
Ini dengan asumsi mutasi gen terjadi by pure chance dan sangat amat jarang. Jadi kalau pun terjadi pada sedikit sekali individu, katakanlah pada satu individu. Artinya, kalau sampai sekarang gen tersebut survive, tentu perubahan morfologis yang ditimbulkan sangat bermanfaat buat spesies.
Dan karena sampai hari ini kita tidak menemukan manusia yang tidak bisa berbahasa, berarti yang tidak mengalami mutasi dan keturunannya sudah mati karena gagal bertahan hidup. Bisa jadi karena dibunuh oleh X dan keturunannya. 
Sebab, menurut analisis para evolusionis, kemungkinan kemampuan berbahasa itu menjadi sebaik sekarang adalah antara 70ribu - 30ribu tahun lalu. Sementara Homo Sapiens ada dari 150ribu tahun lalu. Artinya, ada sekitar minimal 80ribu tahun manusia bisa hidup tanpa kemampuan bahasa yang canggih. 
Kalau kemudian hari ini kita tidak menemukan manusia jenis yang bisa survive 80ribu tahun tanpa skill berbahasa tersebut, katakanlah jenis manusia A, artinya mereka tidak survive. Pertanyaannya: Kenapa mereka tidak bisa survive? Apakah alam berubah sedemikian rupa sehingga manusia X (dan keturunannya) saja yang bisa survive dan manusia A (dan keturunannya) tidak survive? Sepertinya tidak. 
Jadi, kemungkinannya manusia A (dan keturunannya) ditindas oleh manusia X (dan keturunannya). Mungkin manusia A (dan keturunannya) ini dibunuh langsung atau sumber makanannya direbut dan dihabiskan oleh manusia X (dan keturunannya). Kesimpulannya adalah manusia menjadi kejam pada sesama manusia lain sejak banyak ngomong. Heuheu. 

Dari kesimpulan yang dibilang oleh Om Ayah, saya jadi ingat bahwa dulu di mana pun Homo Sapiens berada atau ke manapun mereka menuju, mereka akan selalu menyerang penduduk asli daerah tersebut. Selain selalu menyerang, Om Ayah menambahkan, "Dan selalu berghibah alias ngegosip. Jangan meremehkan kekuatan gosip dalam evolusi." Nah, ngomongin gosip ini saya jadi ingat tulisan lama saya tentang gosip.

Om Ayah melanjutkan:

Kemampuan ghibah inilah yang membuat nenek moyang kita saling menindas dan menindas spesies genus homo lain yang lebih penyendiri, yaitu Neanderthal.

Eh terus si Om Galeshka jadi ikutan bertanya, "Kenapa kemampuan manusia berbahasa ini secara audio? Kenapa tidak secara telepatik?" Kan. Gak mutu banget pertanyaannya. Dasar om-om. Untung saja Om Ayah bersabar menjawab.

Kemampuan manusia berbahasa bukan hanya secara audio. Kemampuan berbahasa ini inherent (melekat) di otak kita. Ketika alat audionya tidak (atau belum) berfungsi pun masih bisa kembangkan bahasa isyarat dan bahasa tulisan. 

Om Galesh masih ngotot kenapa sih manusia tidak berkomunikasi secara telepatik saja? Kenapa harus audio? Apa yang dibutuhkan agar manusia bisa berkomunikasi secara telepatik? Anu, Om, jadi mutant dulu. Heuheu. *digaplok Om Galesh*

Well, kalau dari jawaban Om Ayah sih, "Gene mutation is totally random." Jadi teringat X-Men. Barangkali, siapa tahu, di masa mendatang beneran ada manusia jadi mutant karena mutasi gen di tubuhnya yang terjadi secara random.

Begitulah kira-kira diskusi di WAG antara saya dan om-om. Semoga bermanfaat buat teman-teman semua. Sekali lagi, kalau ada teman yang ingin berbagi ilmu, boleh banget lho urun komentar. Kan lumayan bisa jadi amal teman-teman karena sudah bikin pintar saya (dan siapapun yang membacanya).

No comments

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.