Hampir Jadi Korban Penipuan

Hari Selasa (24/10) siang kemarin saya sedang asyik makan sendirian di kantin kantor ketika ponsel kecil warna biru saya berdering. Saya lihat layar dan nomor dengan kode +6221 muncul. Nomor tidak dikenal, nomor Jakarta, siapa? Meski heran tetap saja saya angkat telponnya.

Setelah saya angkat kemudian terdengar suara mbak-mbak yang ramah. "Halo Ibu, saya (duh, lupa namanya) dari Bank XXX. Mau konfirmasi saja kartu kreditnya sudah diterima?" Saya jawab sudah. Berikutnya si Mbak tanya-tanya lagi, seperti limit kartu saya berapa, sudah dapat PIN atau belum, kartunya sudah dipakai atau belum, sudah belanja berapa rupiah. Mbaknya kepo banget ih, tetapi berhubung saya belum curiga jadinya saya jawab saja semuanya.

Kemudian si Mbak bilang saya dapat promo dari Bank XXX berupa kartu yang bisa dipakai untuk beli tiket pesawat dan pesan kamar hotel. Kalau pesan menggunakan kartu tersebut bisa dapat diskon. Katanya juga saya dapat gratis biaya keanggotaan kartu kredit selama lima tahun. Eh, beneran ini? Serius? Kata Mbaknya beneran. Dan untuk itu si Mbak minta beberapa data untuk konfirmasi agar tidak terjadi kesalahan cetak kartu. Data yang ditanyakan seperti berikut:

  • Nomor kartu kredit
  • Masa berlaku kartu kredit
  • Jenis kartu kredit (Visa atau Mastercard)

Si Mbak lalu menyebutkan tanggal lahir saya untuk memastikan apakah benar atau tidak. Dan, benar. Sampai di sini perasaan saya mulai tidak enak. Karena saya mulai merasa ada yang tidak beres.

Pertama, si Mbak berada di ruangan yang berisik. Sebagai orang yang cukup berpengalaman menelpon dan ditelpon berbagai macam customer service, rasa-rasanya tidak ada yang seberisik itu. Seingat saya menelpon customer service itu tidak ada suara di belakangnya. Kalaupun ada ya sedikit saja dan tidak bising. Kedua, si Mbak berbicara dengan tempo cepat dan suaranya juga agak keras. Lagi-lagi setahu saya, customer service itu di mana-mana suaranya lembut dan berbicaranya tidak terburu-buru juga, tapi apa ya... Tenang. Terakhir, si Mbak menanyakan tiga digit angka yang ada di balik kartu. Sampai di sini saya baru ngeh si Mbak mencoba menipu saya.

Dengan tegas saya menolak memberitahu tiga digit angka tersebut. Biar gampang saya bikin verbatimnya saja di sini. Halah verbatim.

Saya: Tiga angka yang mana ya? (saya berpura-pura tidak tahu)
Si Mbak: Tiga angka yang di balik kartunya itu lho, Bu. Itu kan nomor urut nasabah.
Saya: Oh yang ini. Saya nggak mau ngasih tahu untuk yang itu.
Si Mbak: Lho, kenapa? Kan aman, Bu. Ibu juga kalau mau transaksi kan otomatis dikirimi pin token untuk otorisasi lewat sms.
Saya: Ya pokoknya saya nggak mau ngasih tahu aja.
Si Mbak: Tapi kan sayang lho, Bu. Nanti Ibu nggak dapat kartunya.
Saya: Ya sudah tidak apa-apa. Saya juga nggak perlu-perlu banget.
Si Mbak: Baiklah kalau begitu. Mohon maaf sudah mengganggu. Selamat siang.

By the way, transaksi pakai kartu kredit dan secara otomatis dikirimi pin token untuk otorisasi lewat sms itu bullshit. Dan, tiga digit angka di balik kartu itu nomor urut nasabah? Please. Makin ketahuan banget kan usahanya untuk menipu. 

Begitu telpon dimatikan perasaan saya tidak tenang. Memang saya tidak memberikan tiga digit angkanya, tetapi kan siapa tahu saya lagi apes? Dia tahu nomor kartu kredit saya, masa berlaku kartu, dan jenis kartu. Buat yang pernah atau senang belanja online pakai kartu kredit pasti mengerti daftar form apa saja yang harus diisi. 

Supaya saya tenang dan tidak kepikiran terus saya telpon call center Bank XXX . Saya ceritakan kejadian yang baru saya alami. Mas Customer Service membantu saya untuk mengecek apakah ada percobaan transaksi pada saat itu dan Alhamdulillah tidak ada.

Namun, tetap saja saya tidak tenang. Besok atau lusa bagaimana? Masih aman atau tidak? Jadi, Mas CS menyarankan saya untuk memblokir kartu kredit dan agar saya mengajukan permohonan penggantian kartu via email. Tidak ribet kok syaratnya. Hanya scan surat permohonan untuk penggantian kartu dan scan KTP juga kartu kredit. Biaya untuk ganti kartu sebesar Rp 50ribu dan nanti akan langsung dibebankan ke kartu kredit saya yang baru. Tentu saja saya mengiyakan saran dari si Mas CS.

Saya sudah mengirimkan emailnya siang tadi. Sekarang saya sudah tenang. Akan tetapi, saya tidak bisa berhenti bertanya-tanya. Si Mbak tahu dari mana saya baru menerima kartu kredit? Saya memang baru menerima kartu kredit sekitar satu bulan yang lalu. Si Mbak juga tahu dari mana nama lengkap dan tanggal lahir saya? Mengerikan sekali karena itu berarti data saya tidak aman. 

Dari kejadian ini saya mengambil kesimpulan si Mbak sengaja bicara dengan tempo cepat dan nada suara keras juga berada di ruangan yang berisik dengan tujuan agar saya terdistraksi. Terlepas otak saya memang sudah lemot, tetapi dengan si Mbak berbicara cepat begitu semakin membuat otak saya lambat mencerna maksud dan tujuan si Mbak.

Polanya juga dia basa-basi menanyakan apakah kartu kredit saya sudah diterima dan sebagainya, lalu memberikan tawaran promo yang menggiurkan, lalu menanyakan informasi kartu kredit, dan terakhir menanyakan tiga digit angka yang ada di balik kartu. Bagi mereka yang paham tentu tidak akan pernah memberikan tiga digit angka ini secara sembarangan. Begitu tiga digit angka ini diberikan ke sembarang orang, maka bersiap-siaplah untuk apes menerima tagihan absurd.

Selasa kemarin saya beruntung tidak menjadi korban penipuan. Nyaris betul. Tinggal satu data itu saja yang tidak saya berikan. Kalau saya berikan, mungkin bulan depan saya sudah misuh-misuh melihat tagihan kartu kredit saya. Kemudian, harus bolak-balik ke bank untuk komplain dan mengurus semuanya. Alhamdulillah saya segera sadar.

Namun, bagaimana dengan mereka yang tidak seberuntung saya? Mereka yang tidak paham dan langsung memberikan datanya begitu saja? Pasti banyak kejadian seperti ini dan saya tidak paham. Kenapa masih saja ada orang jahat yang menipu orang lain untuk mengambil keuntungan pribadi? Tamak sekali. Iya, iya, saya tahu. Orang jahat dan orang tamak itu akan selalu ada sampai kiamat nanti.

2 comments

  1. I really condemn this act of fraud.Thankfully you have escaped from it but it needs to be monitored by law enforcement units.Its a clear case of fraudulent do my paper thanks for sharing this.

    ReplyDelete
  2. Berkata cepat dengan suara keras, exactly!

    ReplyDelete

Any spams, any hateful, and any anonymous comments will be deleted. Let's create a safe space wherever we are and respect each other. Thank you.