Earworm #5

Halo, Teman-teman! Akhirnya label blogpost #Earworm kembali datang. Terakhir kali saya menulis dengan label #Earworm ini tanggal 22 April 2018 yang lalu di Earworm #4. Frekuensi saya mendengarkan lagu tidak serutin saya nonton film atau baca buku. Kadang ada masanya saya tidak membuka Spotify sama sekali selama berbulan-bulan. Ataupun jika saya buka Spotify palingan saya hanya memutar lagu yang itu-itu saja. Jadi, harap dimaklumi ya kalau kemunculan #Earworm sangat jarang. 😀

Baiklah, cukup dengan apologinya.

Ngomong-ngomong, belakangan ini saya sedang stucked dengan empat lagu. Saya membuat playlist khusus yang saya beri nama Indische Partij. Yak, saya memang random.

Nah, playlist ini isinya empat lagu tadi yang saya putar terus-menerus hampir setiap saat. Saya "siksa" mereka untuk selalu bernyanyi menghibur dan menyakiti saya.

Penggemar: Lho, lho... Kok menyakiti kamu, Kim? Maksudnya apa?

Di saat mood saya sedang tidak baik atau saya sedang dalam mood ingin menyiksa diri sendiri, saya sengaja mendengarkan lagu sedih yang mana saya bisa merasa dekat. Lalu, saya dengarkan secara seksama untuk kemudian menangis terisak-isak.

Kalian penasaran lagu apa saja yang bikin saya ketagihan belakangan ini? Silakan lanjutkan membacanya. Saya tidak bertanggung jawab lho ya kalau kalian jadi ketagihan juga. Hihihi.

1. Heidi (The Girl with the Hair) - Soon Finland




Pertama dengar Soon Finland ketika saya menuruti rekomendasi dari Spotify. Begitu didengar, eh, ternyata bagus juga! Musiknya enak, pas dengan gitar akustiknya, suaranya bagus, dan liriknya unik. Berima, pas, dan tentu saja bikin baper. 🙈

Yang bikin kagum lagi, Heidi ini bahasa Inggrisnya fasih sekali. Saya kira tadinya dia ini penyanyi luar kalau hanya mendengar aksen suaranya atau mendengar the way she pronounced words.

Soon Finland berdasarkan kisah nyata. Lagu ini dibuat Heidi untuk kekasihnya, yang tinggal di Finlandia, di saat mereka masih berpacaran. Mereka menjalani hubungan jarak jauh saat itu. Lagunya berisi tentang harapan, ekspektasi, dan rencana masa depan mereka. Karena mereka menjalani hubungan jarak jauh, liriknya menggambarkan keinginan melakukan ini dan itu.

No pills no therapy
Won't you take my hand and travel with me
Or maybe stay inside and watch tv
Or maybe cook the fish we caught from the sea

Let's walk along the coast
Let me show you who loves you most
Or maybe just stay and lay on our bed
Talk of things that drives us mad

Or maybe go to Finland to visit your mom and dad
Travel a lot til our friends wonder where we at

Hai, Sayang, coba genggam tanganku dan mari kita jalan-jalan. Atau, kita bisa di rumah saja dan nonton televisi. Bisa juga kita masak bareng. Atau, yuk deh, kita jalan-jalan ke pantai. Kalau malas, kita di kamar saja deh. Tiduran sambil ngobrol bareng tentang apa saja.

Kira-kira begitu barangkali ya yang ingin disampaikan Heidi. Berbagai rencana sudah disusun jika nanti bertemu. Ya, ya ya, para pejuang LDR totally can relate to this.

Saya tidak bisa menempatkan lagu ini sebagai lagu yang sepenuhnya sedih atau sepenuhnya bahagia. Dibilang sedih karena lagunya tentang kangen sama pasangan, tapi ya liriknya juga berisi optimisme bahwa mereka nanti kalau bertemu akan melakukan semua rencana mereka. Heidi sendiri bilangnya di description box videonya:

“This is not really a happy song, but not really a sad song either. Happy sad. It's a song about love and longing but in a positive, calm and peaceful way. But then again I will leave it to the listeners."

Saya jadi kepikiran. Lagu ini kan ditulis Heidi untuk pacarnya dan sekarang sudah menjadi mantan. Lalu, lagunya menjadi booming dan disukai di mana-mana. Pasti dong dia diundang ke sana-sini untuk menyanyikan lagu tersebut. Kalau saya jadi Heidi, pasti deh saya susah buat move on. Ha, ha.

2. Nadin Amizah - Rumpang




Ini adalah lagu yang saya maksud tadi. Lagu yang saya gunakan ketika saya ingin menyiksa diri sendiri.

Awalnya saya kira ini adalah lagu patah hati karena cinta. Diputuskan pacar, misalnya. Liriknya memang menandakan demikian. Dugaan saya didukung pula dengan pernyataan Nadin bahwa lagu ini memang tentang patah hati hebat yang dialaminya di tahun 2016. Seperti yang dikutip dari MOUSAIK:

“Lagu itu aku tulis waktu aku lagi patah hati banget di tahun 2016, jadi itu cerita yang sangat personal, lagu yang sangat personal, nggak ada yang dikarang dari semua liriknya, sangat-sangat detil, itu semua sesuai sama apa yang aku rasain saat itu, gitu. Jadi kayak diary ku dalam lagu,” ceritanya.

Begitu saya putar video klipnya untuk pertama kali, lah kok... kok... begini ceritanya? Kok interpretasinya jadi berbeda begitu? Ceritanya jadi tentang anak perempuan yang bermain-main sendirian dengan bonekanya, lalu menjelang akhir videonya ada ibunya yang tiba-tiba muncul. Berarti ini tentang anak yang kehilangan orangtuanya? Air mata saya langsung banjir tumpah membasahi pipi.

Di antara dua interpretasi lagu ini, patah hati karena cinta atau patah hati karena ditinggal pergi orangtua, saya memilih interpretasi yang terakhir. Hati saya patah, sepatah-patahnya. Sakit, sesakit-sakitnya. Hancur, sehancur-hancurnya.

Saya putar terus berulang-ulang. Saya menangisi setiap katanya. Semua liriknya sangat mengena secara personal di saya. Every. Single. Word. Indah dan puitis, tetapi di saat yang bersamaan sangat menyakitkan. Hati saya bagai diremas-remas. Sekaligus bagai disayat-sayat.

By the way, ada satu bagian yang membuat saya yang, "Wah iya juga ya!" Bagian itu adalah:

Katanya mimpiku kan terwujud
Mereka lupa tentang mimpi buruk
Tentang kata, "Maaf, sayang aku harus pergi"

Ini ngehe banget kalau kata saya. Kita selama ini selalu dicekok dengan kata-kata, "Kejar mimpimu! Pasti akan terwujud!" Tapi, ya ternyata kita lupa bahwa ada yang namanya mimpi buruk. Mimpi buruk itu bisa kejadian juga. Kalau pengalaman saya, mimpi buruk saya adalah bahwa suatu saat nanti ayah saya akan pergi meninggalkan saya. And he did.

Banyak yang tak ku ahli
Begitu pula menyambutmu pergi
Banyak yang tak ku ahli
Begitu pula menyambutmu pergi
Banyak yang tak ku ahli
Begitu pula menyambutmu tak kembali

Hi, Papa. I love you. Now and always. Across space and time.

3. Nadin Amizah - Sorai




Apakah perpisahan harus selalu ditangisi? Tidak selalu. Bisa juga dengan sorai, seperti lagu Nadin ini.

Interpretasi saya akan lagu ini adalah lagu ini bercerita tentang dua hati yang sebelumnya sama-sama terluka dan mereka saling menyembuhkan satu sama lain. Meski mungkin pada akhirnya nanti mereka tidak bersatu, tidak ada yang perlu ditangisi. Justru seharusnya perpisahan itu disambut dengan sorai.

Kau dan aku saling membantu
Membasuh hati yang pernah pilu
Mungkin akhirnya tak jadi satu
Namun bersorai pernah bertemu

4. Nadin Amizah - —star.




Masih dari Nadin Amizah. Duh, saya lagi ngefans-ngefansnya dengan beliau. Saya cocok dengan tipe suara dan musiknya Nadin nih. Liriknya juga saya suka. Puitis gitu deh.

Kalau dua lagu sebelumnya suram sekali, —star. agak ceria. Musiknya manis. Seperti lagu pengantar tidur. Cocok didengar kalau lagi di balkon dan memandang langit malam. Terus nyanyi...

Lend me your palm
I have brought you a star
As bright as who you are
But not enough as lovely as what you are

Baru di bagian ini saja jiwa romantis saya sudah keluar. Bawaannya beneran ingin ambil bintang dan kasih ke masnya, terus bilang, "Eh, nih, gue bawain bintang buat lo. To show you how much I really love you." Terus, nanti ujung-ujungnya sedih karena, yah, begitulah. Hehehe.

Oke, semuanya. Empat lagu sudah saya berikan ke teman-teman. Kalau kalian sendiri, sekarang sedang terjebak dengan lagu apa nih? Share dong di kolom komentar!

No comments

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.