[Resensi] I Care a Lot

Judul: I Care a Lot
Sutradara: J Blakeson
Penulis: J Blakeson
Pemain: Rosamund Pike, Peter Dinklage, Dianne Wiest
Tanggal rilis: 12 September 2020
Durasi: 118 menit
Rating: 5 dari 5 ⭐ - it was amazing

*resensi ini mengandung spoiler*

Marla Grayson (Rosamund Pike) memanipulasi para manula. Dia bekerja sama dengan dr. Amos (Alicia Witt) untuk membuat keterangan medis palsu. Dr. Amos akan mengajukan ke pengadilan nama-nama lansia yang dianggap tidak kompeten lagi untuk mengurus dirinya sendiri. Pengadilan pun akan memutuskan para lansia tersebut untuk diurus oleh Marla. Dengan jahatnya Marla akan menguras uang mereka, menjual rumah mereka, dan menguasai aset-aset lain yang mereka punya.

Bisnis jahat dan tidak berhati nurani tersebut berjalan lancar sampai akhirnya dia mengincar seorang nenek tua, Jennifer Peterson (Dianne Wiest), sebagai target berikutnya. Oh, girl, what a mistake she has made. Marla telah salah memilih target. Jennifer bukan seorang wanita tua biasa yang dia kira.

I Care a Lot adalah sebuah film sindiran berat. Film ini menyindir bagaimana masyarakat AS memperlakukan para lansia. Dengan berangkat dari stereotip lansia yang mudah ditipu dan dimanfaatkan, belum lagi lansia yang tinggal sendiri dan tidak punya keluarga untuk mengurus mereka, maka kenapa tidak dibangun saja bisnis untuk menipu mereka? Para lansia ini adalah mangsa yang mudah. Mari lakukan secara legal di mata hukum. Jahat? Nah, yang penting untung banyak. Barangkali itu yang ada di benak Marla Grayson.
 
Semuanya terasa sempurna di film ini. Mari kita mulai dari para bintangnya. Pertama, ada Rosamund Pike. Akting Rosamund di sini sukses berat. Sukses menyebalkannya. Layak sekali untuk diberi dua jempol tangan dan dua jempol kaki yang saya punya.

Dari ekspresi wajahnya dan gerak tubuhnya, ditambah dengan rambut bob pirang, semakin melengkapi bahwa Marla ini tidak punya perasaan dan licik. Setiap melihat Marla rasanya tuh ingin saya jambak rambutnya dan saya tendang. Ha, ha. Sekesal itu saya sama dia. Intonasi suaranya juga semakin menambah kekuatan karakternya. Suaranya itu tenang, tapi mengancam. Saya jadi teringat sewaktu dia main di Gone Girl. Ini kenapa Rosamund Pike cocok banget jadi karakter wanita antagonis ya?

Lalu, ada Dianne Wiest. Beliau cocok sekali jadi Jennifer Peterson, seorang wanita tua yang kebingungan kenapa dia masuk panti jompo. Perhatikan dengan seksama sewaktu dia masih dalam efek obat penenang dan diinterogasi oleh Marla. Atau, sewaktu dia diancam Marla, bukannya dia takut, eh dia malah bergeser ke belakang Marla dan mencekiknya dari belakang. Dude, you don't wanna mess this old lady.

Terakhir, ada Peter Dinklage. Dia adalah alasan nomor satu kenapa saya menonton film ini. Dengan adanya Peter sebagai Roman Lunyov, anak dari Jennifer Peterson, semakin membuat film ini kuat dengan pemain berkarakter. Roman meski seorang bos mafia Rusia, tetapi dia sangat menyayangi ibunya. Melihat Jennifer dimanfaatkan begitu oleh Marla membuat Roman murka. Nonton Peter di sini bikin saya ingin menonton ulang Game of Thrones.

Selain karena faktor bintangnya, kekuatan lain dari film ini adalah naskahnya. Sejak menit-menit awal nonton, saya terfokus dengan dialog para pemain. Jarang-jarang saya bisa langsung fokus dengan dialog dan bilang, "Wah, gila ini script-nya keren banget." 

Naskahnya itu tajam. Seperti ada aura kemarahan di sana karena ada orang-orang tidak punya hati yang menipu para lansia dan masyarakat yang cuek dengan mereka. Sebuah premis yang bagus untuk sebuah film.

Memang harus diakui ada beberapa hal yang saya kurang setuju dengan jalan ceritanya. Marla yang selamat dari pembunuhan lantas kemudian balas dendam ke Roman itu sedikit tidak masuk akal. Masa' secepat itu dia bikin rencana dan bisa semulus itu rencananya?

Dan juga masa' dia tidak ada takut-takutnya dengan mafia? Ini mafia lho. Marla bukan bagian dari kelompok mafia yang bisa membantunya balas dendam ke kelompok mafia lain. Marla itu "cuma" tukang tipu. Teman-temannya pun sebatas dokter matre dan hakim yang mudah diperdaya dengan argumen yang terkesan penuh compassion dari Marla. Padahal dia sendiri yang bilang kalau kebanyakan manusia itu pada dasarnya lemah, patuh, dan takut. Saya tidak yakin kalau Marla bukan termasuk dari kebanyakan manusia.

Oke, katakanlah rencananya berhasil. Roman selamat dan dia menawarkan kerja sama. Tadinya saya kira ini adalah akal bulus Roman sebelum akhirnya menghabisi nyawa Marla. Ternyata, bukan. Roman beneran serius dengan tawarannya. Di sini saya sedikit kecewa. Akan lebih epik lagi jika film ini berakhir dengan setelah Marla menikmati kerajaan bisnisnya yang sukses dibangun bareng dengan Roman, dia dibunuh oleh Roman. Seorang bos mafia seharusnya tidak semudah itu memaafkan, apalagi dengan tulus mengajak kongsi bareng. 

Ya sudahlah. Tidak apa-apa. Lima bintang tetap saya berikan untuk I Care a Lot karena kehadiran Peter Dinklage membuat film ini layak mendapat tambahan satu bintang. By the way, selamat untuk Rosamund Pike atas nominasinya untuk kategori Best Actress in a Motion Picture -- Musical or Comedy.

p.s.: Poster filmnya jelek ya?

2 comments

  1. saya juga habis nonton ini kak, cuma bedanya saya suka posternya hehehe

    agak kecewa juga kenapa marla tetep dapetin semuanya meski akhirnya yagitude....

    tapi ini film emang bagus banget sih hehehehe gak nyesel nontonnya meski kesel setengah mati sama marla

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa... Aku juga kesal setengah mati dengan Marla. Wajar deh ya kalau Rosamund Pike dinominasikan Golden Globe karena dia sudah sukses berhasil membuat kesal banyak orang. Hahaha.

      Delete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.