Sebuah Tribute untuk Seorang Rekan Kerja

Tidak terasa tahun ini saya memasuki tahun keempat bekerja di tempat baru. Selayaknya bekerja di mana pun pasti ada masa-masa naik dan masa-masa turun. Selama empat tahun ini saya juga merasakan masa-masa itu. Setidaknya saya bersyukur di tempat yang sekarang saya memiliki rekan-rekan kerja yang suportif. Saya jadi merasa tidak sendirian untuk melewati itu semua. 

Salah satu teman kerja yang baik itu bernama Mas Amos. Bukan, ini bukan nama sebenarnya. Seperti yang sudah saya tulis di sini sekarang saya semakin harus berhati-hati di internet. Itu termasuk tidak membagikan nama asli orang-orang di sekitar saya. 

Kembali ke Mas Amos. 

Beliau ini orang baik. Saya percaya itu. Penilaian itu datang dari selama kami berinteraksi sebagai teman kerja. Beliau baik ke semua orang yang ada di ruangan. Beliau mau membantu kami dengan menjawab semua pertanyaan kami di saat kami kebingungan terkait pekerjaan meski yang kami tanya tidak termasuk dalam pekerjaan dia. Beliau bersedia untuk ikutan pusing di saat kami pusing. Beliau mau urun pendapat di momen apa pun. Beliau punya kecakapan micromanaging yang oke. 

Sewaktu beliau menjadi atasan saya, saya merasa beliau adalah atasan yang peduli dengan stafnya.  Tidak ada jarak berarti yang membuat kami--oke, mungkin lebih tepatnya saya karena saya menulis ini tidak mewakili teman-teman--jadi segan atau takut dengan beliau. Meski tidak berjarak, tetapi saya tetap menaruh hormat dengan beliau. Beliau memang pantas untuk mendapatkan hormat saya. 


Foto oleh Pixabay dari Pexels 


Saya ingat sewaktu tiga tahun lalu saya depresi sampai harus ke psikiater dan minum obat, saya laporan ke Mas Amos. Mengapa saya berani untuk laporan ke beliau? Karena, ya, itu tadi. Beliau peduli dengan stafnya dan beliau bisa dipercaya. Saya tahu seandainya saya minta izin ke beliau untuk izin tidak masuk kerja karena harus ke psikiater, beliau bisa mengerti. Alhamdulillah, beliau memang mengerti. Dan itu membuat usaha penyembuhan saya menjadi lebih ringan.

Begitu tidak menjadi atasan lagi, beliau tetap peduli dengan kami. Beliau merangkul kami semua agar kami tetap kompak. 

Saya percaya suatu saat nanti Mas Amos bisa menjadi bos, CEO, atau pimpinan tinggi di mana saja karena beliau memang layak untuk itu. Beliau memiliki segala kualitas yang diperlukan menjadi pemimpin. 

Karena orangnya pintar dan pengetahuannya luas, beliau adalah tempat kami bertanya apapun. Literally, apapun. Dan beliau dengan sabar menjawab pertanyaan kami. Beliau ini seperti helpline kami di ruangan. 😆

Mas Amos juga teman gosip yang asyik. Saya dapat banyak sekali bahan gosipan dari beliau, baik tentang isi kantor dan juga tentang negara. Kurang keren apa coba Mas Amos ini bisa diajak berghibah? Wkwkwk. 

Maka ketika Senin (29/05) kemarin ruangan kami mengadakan perpisahan untuk beliau, saya tahu bukan cuma saya yang sedih. Saya yakin teman-teman seruangan semuanya merasakan sedih. Ada satu orang teman yang curhat ke saya kalau dia sebenarnya mau menangis sewaktu perpisahan dengan Mas Amos. Sosok Mas Amos memang se-impactful itu buat di ruangan, memengaruhi kami semua. 

Jadi, Mas Amos, terima kasih atas kerja sama dan bimbingannya selama ini. Terima kasih sudah mau menjadi teman berdiskusi yang baik tentang apa saja, tidak cuma soal pekerjaan, melainkan juga soal karir, hidup, bahkan percintaan (bukan aku yang curhat ini! wkwk). Atas segala kesalahan selama kita berinteraksi mohon dimaafkan. Sukses di tempat yang baru, Mas. Jangan lupakan kami ya. Semoga silaturahmi kita tetap terjaga (baca: tetap bergosip ya!). Stay cool, stay awesome, stay humble, Mas Amos. May the Force be with you. 


via GIPHY

9 comments

  1. Memang meneyenangkan punya orang yang mengayomi dalam suatu instansi. Kalian beruntung.

    Selamat berkarya di tempat baru buat Mas Amos, semoga makin bersinar.
    Sayangnya saya tidak bisa ikut berghibah. *sad*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tidak apa-apa, Mas Ryugi. Kamu masih bisa bergosip dengan saya. Hahaha.

      Delete
  2. Orang baik diterima di mana-mana, bahkan orang jahat pun sepanjang tak dirugikan secara langsung juga menerima 🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Paman. Orang baik memang diterima di mana saja. Jadi terinspirasi semoga aku juga bisa jadi orang baik.

      Delete
  3. You knew who I am, but the real question is : do you know yours? 😄

    Life is all about learn, unlearn, and re-learn, preparing for the ultimate journey.

    Newton Third Law

    ReplyDelete
    Replies
    1. How am I supposed to know you while you're being an anonymous?

      Delete
  4. Terharu bacanya 🥺 jarang banget bisa nemu leader yang benar-benar bisa mengayomi seperti Mas Amos, jadi kalau teman Kakak sampai mau menangis saat kepergiaan Mas Amos, aku bisa relate 😂. Dulu aku punya guru yang benar-benar mengayomi murid-muridnya sampai semua murid yang pernah beliau ajar tuh nggak pernah lupa sama beliau. Sampai akhirnya beliau menghembuskan nafas beberapa saat lalu, karangan bunga dan kunjungan dari para murid yang pernah beliau ajar tuh nggak berhenti datang. Bahkan beliau sendiri bukan orang kaya raya, tapi kebaikannya dan ketulusannya saat mengajar membuat beliau jadi kaya hatinya 🥺. Duh, jadi mellow Kak 😂 soalnya guru ini benar-benar berkesan banget di hati. Semoga dimana pun Mas Amos berada sekarang selalu diberi kemudahan di setiap jalan hidupnya. Amiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Turut berduka cita atas kepergian gurumu ya, Lia. Orang baik pasti banyak yang sayang dan peduli. Semoga kita bisa belajar dari beliau untuk menjadi orang baik juga.

      Delete
    2. Terima kasih banyak, Kak Kimi. Amiiin. Amiiin. Amiiin.

      Delete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.