[Book] Gadis Pantai

Judul: Gadis Pantai
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara (cetakan VII, September 2011)
Tebal: 272 halaman
ISBN 13: 978-979-97312-0-3
Harga: Rp 50.000,-

Gadis Pantai berkisah tentang seorang gadis muda yang lahir dan tumbuh di kampung nelayan. Namanya Gadis Pantai. Ia baru berumur 14 tahun ketika ia "dinikahi" Bendoro, seorang pembesar santri dan juga seorang Jawa. Ia menjadi Mas Nganten, tidak bedanya dengan seorang gundik. Bendoro datang pada Gadis Pantai hanya jika ia membutuhkan seks. 

Seperti yang tertulis di sampul belakangnya, roman ini memang menusuk feodalisme Jawa yang tak memiliki adab dan jiwa kemanusiaan tepat langsung di jantungnya yang paling dalam. Bagaimana tidak, Gadis Pantai dididik untuk patuh dan takluk dengan Bendoro. Bendoro disembah. Ia ditakuti. Mengapa terhadap suami sendiri ia harus takut dan menyembah? Mengapa ia selalu menjawab suaminya dengan, "Sahaya, Bendoro."? 

Gadis Pantai sudah membius saya dari halaman pertama. Ia seperti menarik saya masuk ke dalam dan melihat sendiri suasana Jawa pada saat itu. Nuansa feodalismenya sungguh terasa. Membuat hati saya sakit dan meringis melihat Gadis Pantai diperlakukan semena-mena oleh Bendoronya. Gadis Pantai tidak dianggap istri. Ia dianggap hanya sebagai pemuas nafsu seks. Yang ketika Bendoro bosan, ia bisa mencari Mas Nganten yang baru. Atau ketika Mas Nganten-Mas Ngantennya sudah melahirkan anak-anak dari Bendoro, maka mereka akan segera dicerai dan Bendoro akan kembali mencari perempuan kampung lainnya untuk dijadikan "istri". 

Gadis Pantai pun tak luput dari keputusan pahit Bendoro. Bendoro yang tadinya digambarkan selalu berkata halus dan lembut, dalam sekejap langsung berubah menjadi murka dan jahat kepada Gadis Pantai. Hanya karena Gadis Pantai melahirkan bayi perempuan! Bendoro juga langsung menceraikannya. Ia membuang Gadis Pantai. Menyuruhnya untuk kembali ke kampungnya dan memerintahkannya jangan pernah kembali ke kota. Ia memisahkan Gadis Pantai dari bayi perempuannya sendiri.

Sangat menyakitkan. Pun menyedihkan. Di akhir halaman ketika saya sudah selesai membaca paragraf terakhir, ada rasa ketidakpuasan dalam diri saya. Bukan, saya bukannya tidak puas dengan Gadis Pantai. Saya tidak puas karena saya ingin cerita ini terus berlanjut. Karena seperti Penerbit Lentera Dipantara sudah tulis di pengantarnya: 

Gadis Pantai adalah roman yang tidak selesai (unfinished). Sejatinya, roman ini merupakan trilogi. Disebabkan oleh vandalisme Angkatan Darat, dua buku lanjutan Gadis Pantai raib ditelan keganasan kuasa, kepicikan pikir, dan kekerdilan tradisi aksara. (halaman 5)

Rupanya tidak hanya golongan ekstremis yang takut dengan buku-buku yang beredar sehingga mampu membuat penerbit besar membakar buku terbitannya sendiri, Pemerintah pun bisa takut. Tapi, ini cerita lama sebenarnya. Dan ketakutan ini memberikan dampak yang besar. Kita kehilangan kesempatan untuk membaca dua cerita lanjutan dari Gadis Pantai. Sungguh sebuah kerugian yang tidak ternilai.

Pramoedya Ananta Toer sudah tidak diragukan lagi berhasil mengkritik feodalisme yang pernah terjadi di Jawa. Feodalisme ini menyakiti perempuan. Sayangnya, feodalisme itu tidak berhenti dan tidak ikut terkubur dalam-dalam dengan Bendoro-bendoro jahat itu. Hingga saat ini kita masih bisa melihat "feodalisme" dimana-mana. Ketidakadilan, laki-laki yang merasa lebih berkuasa dari perempuan, kejahatan terhadap perempuan. Di seluruh penjuru bumi ini dapat kita dengar berita kekerasan terhadap perempuan. Beruntunglah kita, perempuan, yang tidak lahir di saat feodalisme masih mengakar kuat dan tidak lahir di tempat yang masih merendahkan perempuan.

Skala 1 - 5, saya beri nilai 5 untuk Gadis Pantai.

8 comments

  1. saya sudah baca buku ini... bagus banget.... reviewnya juga sangat bagus nih.... top.. kayaknya selera kita sama nih.. suka buku filsafat dan ananta

    ReplyDelete
  2. aiiih.. jadi pengen baca juga. apalagi skornya lima.

    ReplyDelete
  3. Hayuklah dibaca. Bagus banget kok!

    ReplyDelete
  4. aku baca bumi manusia ga maju2... terpaksa dikesampingkan dulu krn kerjaan harus didahulukan heu heu...:-(

    ReplyDelete
  5. Nayarini Estiningsih



    Nanti kalau kerjaan sudah beres jangan lupa lanjutkan baca bukunya, Mbak! Oke? #halah

    ReplyDelete
  6. @Applaus Romanus

    Wah, terima kasih kalau dibilang bagus reviewku. :D

    ReplyDelete
  7. zuzurrr reviewnya sesuai bangett sama opini aku jugaa, sedihnya kenapa gada lanjutannya yaaa. ini seseru itu kisahnya ini sih 100/10 bukunya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Barangkali bukunya memang tidak dibuat berseri.

      Delete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.