Judul: Tarian Bumi
Penulis: Oka Rusmini
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama (cetakan II, Juni 2013)
Tebal: 188 halaman
ISBN 13: 978-979-22-9705-8
Harga: Rp 40.000,-
Jujur, daya tarik novel ini bagi saya adalah ketika saya membaca sampul belakangnya dan mendapatkan satu kata: Bali. Entah kenapa Bali seperti punya magnet tersendiri bagi saya. Mungkin karena dulu--bertahun-tahun yang lalu--saya pernah ke sana dan saya jatuh cinta dengannya, lalu berharap suatu saat nanti saya bisa kembali ke sana. Mungkin juga karena dulu--bertahun-tahun yang lalu juga--saya pernah berharap punya pacar orang Bali. Ihiy. Uhuk. *batuk-batuk*
Cukuplah curhat saya tentang Bali. Anyway, novel ini berkisah tentang Telaga, perempuan Bali cantik dan juga seorang penari, berkasta Brahmana. Telaga jatuh cinta dengan Wayan Sasmitha, pria Bali tampan dan seorang pelukis, berkasta Sudra. Dari sini sudah bisa diterka ceritanya bagaimana. Tidak perlu saya beri spoiler-nya lebih lanjut kan? :P
Saya suka dengan topik yang diangkat novel ini. Tentang perbedaan kasta di Bali. Memang tidak detil, hanya membahas tentang perkawinan beda kasta. Tapi, ya untuk orang awam seperti saya lumayan juga bisa menambah ilmu. Sayangnya, topik yang menarik tidak disertai dengan cerita yang kurang mendalam. Kurang gereget, gitu lho. Ceritanya tanggung. Membacanya juga seperti sembari lewat. Seperti membaca berita yang ada di running text. Lewat begitu saja. Tidak memberikan kesan yang mendalam buat saya. Belum lagi ceritanya yang lompat-lompat. Misalnya saja sedang fokus menceritakan Telaga, eh tahu-tahu kita sudah digiring untuk masuk ke dalam kisah Sadri, adik ipar Telaga.
Tokoh-tokoh utamanya juga kurang berkarakter menurut saya. Telaga yang menurut cerita meninggalkan kebangsawanannya demi Wayan, juga kurang terlihat memberontak. Mungkin tokoh yang agak menonjol, lagi-lagi menurut saya, adalah Luh Sekar yang merupakan ibu kandung Telaga. Luh Sekar lumayan terasa ngototnya. Dia berambisi menjadi penari, ingin punya suami Brahmana, ingin jadi orang kaya, meskipun selalu diingatkan sahabatnya, Kenten, agar jangan banyak bermimpi.
Secara keseluruhan saya merasa Tarian Bumi kurang fokus ceritanya. Cerita utamanya entah yang mana. Apakah kisah cinta Telaga-Wayan ataukah ambisi Luh Sekar? Belum lagi cerita-cerita pendamping, *halah, cerita pendamping? Apa itu?* yang kok rasanya banyak betul. Sepertinya banyak sekali yang ingin disampaikan oleh penulis.
Jadi, dari skala 1 - 5, saya beri nilai 2 untuk Tarian Bumi.
Dari kavernya, bukan selera gue nih.... :P
ReplyDeleteDon't judge book by its cover, Man. :P
ReplyDeleteKak, masih punya novel ini ga? Boleh saya beli? Lagi butuh banget buat bahan penelitian.
ReplyDeleteTks.
Mohon maaf ya... Novel ini gak saya jual. :)
Deletemasih ada novelnya gag? sya gt perlu
ReplyDeleteMohon maaf novelnya tidak saya jual. :)
Delete