Prompt #44 - Putri Bintang



Aku meniti jalan setapak di ujung sana, tak jauh dari perkemahan kami. Jalan setapak berkayu dan gampang dipijak itu cukup panjang. Di kanan-kirinya tumbuh rerumputan liar. Dari penduduk sekitar aku memperoleh cerita jalan setapak ini sengaja diberi kayu seperti ini karena menghormati permintaan Ratu Bintang. Konon beliau adalah seorang ratu di Kerajaan Bintang, letaknya di ujung jalan setapak ini berakhir. Tak ada yang tahu apakah Kerajaan Bintang ini benar-benar ada atau hanyalah sebuah legenda masyarakat desa sini.

Sengaja aku meniti jalan setapak itu untuk mencari jejak bintang, namun tidak kutemukan. Aku berbalik arah, kembali ke tempat teman-temanku yang sedang menyalakan api unggun. 

“Hei, Ara. Dari mana saja kamu? Lihat nih api unggunnya sudah nyala,” ujar Sapto. Aku mengambil tempat di samping Sapto. “Aku habis jalan, To. Tadi aku jalan ke jalan kayu yang di sana. Tahu kan jalan setapak yang tadi diceritakan Pak Rahmat?” “Hah, ngapain kamu ke sana?” tanya Sapto. “Alah, paling dia masih terobsesi mencari bintang-bintang itu. Kalau mau cari bintang, di langit, Ra, bukan di tanah,” ejek Riko, temanku yang satu lagi. Aku hanya bisa tersenyum simpul. Aku sudah terbiasa diejek seperti itu dan aku sedang tidak berniat untuk membalas ejekan Riko.

Aku kemudian merebahkan badanku. Badanku terasa hangat karena nyala api unggun. Pandangan mataku menyapu langit. Langit malam sedang cerah dan bertabur bintang. Kamu bintang yang mana, Putri? Aku bertanya pada diriku sendiri. 

Masih teringat jelas dalam ingatanku malam itu ketika pertama kali aku bertemu denganmu di hutan ini. Wanita yang sangat cantik, rambut pirang, bergaun putih, dan bertelanjang kaki. Dari tubuhmu memancar sinar keperakan. Pandangan kita bertemu dan kamu tersipu malu. Belum saja aku mendekatimu, kamu sudah lari dariku sambil tertawa riang. Seolah-olah memintaku untuk menangkapmu. Aku berlari mengejarmu namun aku tak sanggup. Larimu begitu cepat. Kalau bukan karena cahaya sinar perak yang keluar dari tubuhmu, niscaya aku tak akan tahu harus lari kemana. Namun, lama-kelamaan sinarmu semakin redup pertanda kamu semakin menjauh. Sampai akhirnya aku hanya melihat sebuah titik perak kemudian menghilang. Aku pun berhenti berlari. Pengejaranku sia-sia.

Mataku terpejam. Aku hampir terlelap ketika mendengar suaramu berbisik di telingaku, “Jika kamu menemukan jejak bintang di tanah, sedikit lagi kamu akan menemukanku.” Aku terbangun. Kulihat teman-temanku sudah tertidur nyenyak. Aku segera bangkit dan bergegas menuju jalan setapak kayu itu. Aku terus melangkah, melangkah, dan melangkah. Aku yakin aku akan menemukan jejak bintang itu. Jika dua tahun sudah aku berusaha mencarimu, bukan masalah bagiku jika harus menghabiskan dua tahun berikutnya dengan mencarimu, Putri Bintangku.

=================================================================================

Jumlah kata: 408 kata
Untuk Monday FlashFiction Writing Prompt #44: Footpath

2 comments

  1. putri bintang ini siapa ya? dan apa pengaruhnya terhadap hidup si 'aku'?

    ReplyDelete
  2. banyak tanya muncul di benak setelah baca cerita ini. latar belakang kisah masih samar. siapa putri bintang? seperti apa bentuknya 'jejak bintang' itu? kenapa si Ara repot-repot mencari putri bintang? kenapa jalan setapak itu tak ditelusuri hingga ke ujung untuk menyingkap misterinya? kenapa lama sekali waktu mencarinya?

    nah, perihal waktu juga krusial. jika si 'putri bintang' adalah manusia lalu terpisah karena satu hal, adalah wajar jika proses pencariannya memamah waktu bertahun-tahun. tapi di sini diceritakan jika sang putri adalah tokoh 'halus'. bagaimana cara mencarinya?

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.