Sudah jadi rahasia umum bahwasanya orang-orang Barat berbeda dengan orang-orang Timur. Katanya orang-orang Barat itu lebih mandiri, lebih bebas, lebih mengedepankan rasa individunya. Sementara orang-orang Timur itu lebih mementingkan kepentingan bersama, lebih penuh tata krama dan sopan santun, penuh basa-basi, lebih nggak enakan, sangat memedulikan perasaan orang lain, dan seterusnya.
Markus dan Kitayama (1991) mengamini hal tersebut. Menurut mereka budaya dimana seseorang tinggal akan memengaruhi kognisi, emosi, dan motivasi orang tersebut. Untuk lebih memudahkan klasifikasi, mereka menyebut istilah independent self-construal dan interdependent self-construal, dimana individu yang tinggal di negara-negara Barat memiliki independent self-construal, sementara individu yang tinggal di negara-negara Timur memiliki interdependent self-construal. Sebenarnya tidak hanya negara-negara Timur saja yang memiliki pandangan interdependent ini, melainkan juga di budaya Afrika, negara-negara Amerika latin, dan di Eropa Selatan.
Agar lebih memudah memahami perbedaan independent self-construal dan interdependent self-construal, kita bahas masing-masing yuk! :)
Independent self-construal
Bagi individu-individu yang berlatar belakang budaya Barat tugas penting mereka adalah menjadi individu yang mandiri, bebas dari orang lain, dan menemukan jati diri mereka serta mereka bisa bebas mengekspresikan diri mereka. Bagi mereka penting menjadi individu yang independen dari pengaruh orang lain. Bagi mereka juga hal yang penting adalah apapun yang mereka lakukan memang berdasarkan kemauan mereka sendiri, pemikiran mereka sendiri, dan apa yang mereka rasakan sendiri, bukan dari keinginan orang lain. Menurut Markus dan Kitayama, mengutip dari Geertz:
The person is viewed as "a bounded, unique, more or less integrated motivational and cognitive universe, a dynamic center of awareness, emotion, judgment, and action organized into a distinctive whole and set contrastively both against other such wholes and against a social and natural background." (hal. 226)
Kira-kira dapat disimpulkan bagi individu independent self-construal bahwa setiap individu itu memiliki keutuhan diri dan keunikan diri yang berdasarkan dari atribusi internalnya. Setiap individu nantinya dapat memaksimalkan potensi diri dan dapat melakukan apa saja untuk mengejar aktualisasi diri sesuai dengan atribusi internal yang dimilikinya.
Begitu pentingnya arti diri sendiri bagi individu independent self-construal bukan berarti mereka betul-betul tidak memedulikan orang lain atau lingkungan sosial mereka. Tentu saja mereka masih memedulikan orang lain, tapi kepedulian mereka terhadap orang lain hanya seperlunya saja.
Others, or the social situation in general, are important, but primarily as standars of reflected appraisals, or as sources that can verify and affirm the inner core of the self. (hal. 226)
ilustrasi independent self-construal
Interdependent self-construal
Bagi individu interdependent self-construal hal yang paling penting dan mendasar adalah rasa keterikatan dengan orang lain. Penting bagi mereka untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka akan sangat memperhatikan pikiran, perasaan, dan sikap orang lain. Dengan demikian, menurut Markus dan Kitayama:
Within such a construal, the self becomes most meaningful and complete when it is cast in the appropriate social relationship, ... This view of the self and the relationship between the self and others features the person not as separate from the social context but as more connected and less differentiated from others. People are more motivated to find a way to fit in with relevant others, to fulfill and create obligaion and in general to become part of various interpersonal relationships. (hal. 227)
Kalau dalam bahasa sehari-hari kita, individu interdependent self-construal ini memiliki rasa kekeluargaan yang sangat kuat. Sebegitu pentingnya arti orang lain bagi mereka sehingga bisa mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan-keputusan penting. Misalnya, kakak saya dulu memutuskan untuk kuliah di Bandar Lampung karena orangtua saya memintanya demikian. Atau teman saya yang memutuskan pacarnya dan menikahi pria lain yang menjadi pilihan orangtuanya. Nah, ada yang mau memberi contoh yang lain?
ilustrasi interdependent self-construal
Dari ilustrasi di atas terdapat perbedaan gambar antara independent dan interdependent self-construal. Pada gambar interdependent self-construal, orang-orang di luar individu--ayah, ibu, saudara kandung, teman, rekan kerja--ada X yang memotong dan masuk ke dalam lingkaran diri individu. Maksudnya X ini adalah aspek yang dianggap penting bagi individu. Misalnya, individu mementingkan dan menghormati ayah dan ibunya. Sementara pada gambar independent self-construal, lingkaran ibu, ayah, dan lain-lain tidak memotong lingkaran diri individu. Maksudnya adalah specific others bagi individu independent self-construal hanya bisa berpengaruh bagi individu tersebut sampai batas tertentu, tidak seperti individu interdependent self-construal yang mengizinkan orang lain masuk ke dalam kehidupannya dan memberikan banyak pengaruh.
Terima kasih kepada Markus dan Kitayama yang sudah berbaik hati merangkum perbedaan antara independent dan interdependent self-construal sehingga saya tidak perlu menjabarkan panjang lebar isi jurnalnya. Cukup teman-teman baca rangkumannya di bawah ini:
kalau kurang jelas, bisa klik gambar untuk memperbesar
Penggemar: Eh, Kim, tanya dong... Menurutmu mana yang lebih baik antara kedua self-construal ini: independent atau interdependent self-construal?
Wah, itu sama saja dengan menanyakan mana yang lebih baik antara budaya Barat dan Timur ya? Menurut saya sih yang satu tidak lebih baik dari yang satunya lagi. Dan itu berarti juga yang satu tidak lebih buruk dari yang satunya lagi. Ah, mbulet. Tapi, begitulah kira-kira...
Nah, demikianlah pembahasan singkat mengenai independent self-construal dan interdependent self-construal. Nganu... barangkali sebelumnya saya membahas self-construal di sini teman-teman masih bingung, nah semoga setelah membaca tulisan ini kalian mendapat gambaran yang lebih jelas ya tentang apa itu self-construal.
Sekarang, saya punya pertanyaan. Menurut teman-teman, bagaimana dengan masyarakat kita sekarang yang katanya termasuk budaya Timur? Apakah kita sekarang masih kental memiliki interdependent self-construal?
Pustaka:
Markus, H. R. & Kitayama, S. (1991). Culture and the self: Implications for cognition, emotion, and motivation. Psychological Review, 98, 224-253.
Masih bingung juga.... :D
ReplyDeleteBingung yang bagian mananya, Mas? :D
Deleteerr itu kan tergantung individunya toh? saya melihat keterkaitannya dengan budaya "barat & timur" itu rasanya di luar konteks. Karena kalo terkait penilaian seorang individu harusnya bebasa dari aksesoris barat or timur.. Apalagi di atas, di paragraf awal, kata pembukanya adalah 'katanya".
ReplyDeletehaha sok tau sekali saya :D
Anu... Teori self-construal ini berlandaskan pada perbedaan budaya antara Barat dan Timur. Seperti yang pernah kutulis singkat di tulisan ini. Berangkat dari perbedaan itu kemudian banyak dilakukan penelitian untuk menelitinya. Kalau Om lagi selo, mungkin jurnal ini bisa Om baca karena Markus dan Kitayama meriviu banyak penelitian terkait perbedaan budaya Barat dan Timur ini. Kalau kuambil intinya sih, mereka ingin bilang budaya mempengaruhi individu, baik itu cara berpikirnya (kognisi), emosi, dan motivasi.
DeleteYa itulah... menilai manusia itu bebas mau melihat dari sudut pandang mana saja. Termasuk Psikologi Lintas Budaya, menilai manusia ya dari sudut budaya dimana manusia tersebut dibesarkan. Toh, rupanya ada juga peneliti-peneliti yang sepakat dengan Om Warm. Manusia itu universal, bebas dari sekat-sekat budaya. Makanya mereka melakukan penelitian berikutnya untuk menguatkan hipotesa mereka (yang niatku insyaAllah akan kubahas di tulisan berikutnya).
Maksudku di sini adalah mencoba untuk memberi pemahaman apa itu self-construal, apa yang membedakannya dari "self" yang lain, misalnya self-concept, self-definition, self-esteem, dan sebagainya. Karena sesungguhnya aku sendiripun masih suka bingung dan ketuker2. Hahaha...
Begitulah kira-kira, Om... Aku juga sok tau. :D
Saya dulu pernah punya teman bule jerman. Namanya juga orang timur, biasalah bawa teman ke rumah. Waktu itu saya masih tinggal dirumah orang tua. Dia menolak, alasannya, selain tidak terbiasa, dia juga canggung sekali. Saya jelaskan, kalau disini biasa mengajak kawan main kerumah, jika ditolak, maka akan bikin tuan rumah tersinggung, karena tamu itu harus di layani, atau diservis.
ReplyDeleteDia bilang kalau dia tidak biasa diperlakukan seperti itu. Biasanya kalau di negerinya, mengajak orang lain datang kerumah, itu adalah spesial-spesial sekali orangnya. Dalam bertemanpun mereka tidak pernah ketemuan dirumah. Paling di kafe, atau tempat lain. Pokoknya ga dirumah. Jangankan teman, pacar aja ga akan di bawa kerumah, kecuali kalau mereka udah benar-benar yakin kalau mereka akan menikah.
Setelah itu saya maklum, dan tidak memaksakan keiinginan saya untuk menjamu dia dirumah. Tapi sebagai bukti dia senang berteman dengan saya, dia tidak segan segan untuk menghisap rokok yang saya punya (sewaktu masih perokok dulu :D ), dan menawarkan rokok yang dia suka. Dia senang sekali saya temanin jalan sana sini, sambil mengenal kota Padang.
Terakhir sebelum dia balik pulang ke negerinya., dia komentar, kalau orang disini baik-baik sekali dan penuh perhatian. (sepertinya terharu). Perasaan sih saya biasa-biasa aja kok. Namanya teman orang asing, perlakuan saya ga ada yang istimewa amat..
Mungkin benar apa yang mba Kim bilang barusan.. faktor culture n' self kali yang beda, sehingga bagi dia itu adalah luar biasa.. :D
Iya, Pak. Budaya memang mempengaruhi manusia. Perbedaan budaya ini penting untuk kita pahami. Biar ndak salah juga berinteraksi dengan orang yang berbeda budaya dengan kita. Contohnya seperti yang sudah Bapak ceritakan.
DeleteMakanya orang Barat ngga punya Budaya Malu ya, Mbak? Beda sama orang Timur. Di Jepang, bahkan tata kramanya sampek yang gimanaaa gitu..
ReplyDeleteDimana-mana ada malu juga kok, Beb, termasuk di Barat. :)
Delete