[Film] The Gift

Judul: The Gift
Sutradara: Hanung Bramantyo
Penulis: Hanung Bramantyo, Ifan Ismail, Anirudhya Mitra
Pemain: Reza Rahadian, Ayushita Nugraha, Dion Wiyoko
Tanggal rilis: 24 Mei 2018
Durasi: 85 menit
Rating: 3 dari 5★

Sejak tempat streaming ilegal terbesar (ini debatable sih, tapi ya biarkan saja saya dengan klaim saya ini ya) di NKRI tutup, saya memutuskan untuk kembali ke jalan yang benar. Nonton film dan serial televisi di tempat yang resmi, yang legal. Saya daftar Netflix dan iflix. Di Netflix saya daftar di paket berlangganan yang paling murah, yaitu paket mobile, hanya Rp49ribu/bulan. Saya buka akun di iflix dan langsung dapat gratis VIP selama setahun karena wifi di kosan pakai Indihome.

Seringnya sih saya nonton di Netflix ketimbang di iflix. Ya gimana ya, di Netflix pilihan film dan serial televisinya lebih banyak dan bagus-bagus. Tapi, ketika membuka iflix dan melihat Reza Rahadian ada di poster film The Gift membuat saya penasaran. Hari ini berhubung saya sedang senggang dan ada mood, saya nonton film ini di laptop tua saya.

Alkisah Tiana (Ayushita Nugraha) menyewa paviliun di sebuah rumah di Yogyakarta. Dia memutuskan untuk mengekos di sana karena ingin mencari inspirasi untuk novelnya. Malam pertama ngekos dia sudah terganggu dengan si pemilik rumah yang menyetel musik begitu kencang. Namanya Harun (Reza Rahadian).

Suatu hari Harun menitipkan pesan ke Tiana lewat simbok. Tiana diajak sarapan bareng di rumahnya. Simbok yang masak. Itulah interaksi pertama mereka. Dari situ Tiana baru tahu kalau Harun buta karena kecelakaan.




Ada sesuatu dalam diri Harun yang membuat Tiana penasaran. She's drawn more and more into Harun. Sesuatu yang entah apa. Karena seandainya saya Tiana, jelas yang membuat saya tertarik kepada Harun hanyalah wajah tampannya. Selebihnya, tidak. Karena begitu tahu Harun yang pemarah, kasar, jutek, dan moody, tentu akan membuat saya melipir mundur tanpa ada keinginan untuk mendekati lebih lanjut.

Namun, tidak dengan Tiana. Barangkali sesuatu itu adalah sisi Harun yang rapuh atau damaged. Hanya Tiana yang bisa menilainya. Itupun sudah disampaikan Tiana ke Harun ketika mereka ngobrol-ngobrol setelah mereka main adu suit, "Aku tuh ngerasa nyambung sama kamu."

Tiba-tiba saya teringat satu scene dari serial You season 2 yang ini:




Damage attracts damage. Healthy people like healthy people. Somehow I felt that quote suits Tiana and Harun. Tiana dengan masa kecilnya yang pahit dan gelap -- gelap, begitu gelap -- merasa dekat dengan Harun. Tiana bilang:

"Karena dari kecil aku suka sekali gak ngeliat." 

Tiana melihat banyak kegelapan dari orangtuanya. Dia memutuskan untuk tidak melihat dan menciptakan sendiri keindahannya. Dan dia akhirnya bertemu Harun, yang mau menemaninya dalam kegelapan. Mereka sama-sama penuh luka.

Ketika Harun mulai mau membuka hati, Tiana masih bersembunyi. Tiana merasa terdesak dan kabur begitu Harun memberikan anggrek sebagai hadiah ulang tahun dan kunci pintu yang menghubungkan antara kamar kosnya dengan ruang tamu. Buat Tiana itu semua terlalu cepat. Dan dia belum siap untuk itu.

Tiana lari dari Harun. Dia pergi bersama Arie (Dion Wiyoko), teman masa kecilnya, yang cinta mati dengan dia. Lelaki tampan lainnya, dokter mata, berasal dari keluarga kaya dan bahagia, dan terutama sekali menyayangi Tiana sepenuh hati.

Sekarang ijinkan saya menumpahkan semua uneg-uneg saya akan film ini. Mungkin nanti uneg-uneg ini akan berselimut curhat. Ha, ha. So, bear with me. 

Jujur, di awal-awal saya sempat kesal dan misuh-misuh sendiri melihat kelakuan Tiana. Baru kenal beberapa hari sudah naksir? Jatuh cinta? Ngasi tanaman ke Harun? Ngajak jalan? Habis itu bikin baper si Harun? Bikin baper Arie juga? Hello? Punya hati kamu, Tiana? Dasar playgirl kamu, Mbak.

Seandainya saya Tiana, menggunakan logika dan akal sehat tentu saja saya akan memilih Arie. Pria nyaris sempurna. Almost too good to be true. Lelaki yang tidak akan saya sia-siakan seandainya berjumpa. Alasan utamanya, karena dia setia memiliki perasaan untuk Tiana sejak kecil. Sebagai seorang wanita itulah yang saya damba-dambakan selama ini: memiliki seseorang yang benar-benar sayang sama saya. Wanita mana saja pasti ingin merasa secured, disayangi, dikasihi, dilindungi, diperhatikan. Saya jelas mana mau sama laki-laki pemarah dan moody macam Harun. Selain soal alasan utama, hey, Arie adalah pilihan yang paling masuk akal. Society approves. Mama dan kakak saya juga pasti setuju. Ha, ha, ha.

Tapi, sekali lagi, saya bukan Tiana. Dan ini bukan di dunia nyata. Saya segera mengubah cara pandang saya. Saya melihat dari sudut pandang Tiana.

Tiana was broken inside. She created her own world, her own friends, where she felt safe. Norma masyarakat gak berlaku di dia. Justru bersama Harun dia merasa aman. Karena dia menemukan kesamaan cerita. Salahnya Harun adalah dia terlalu cepat bergerak sementara Tiana belum merasa siap. Tiana terkaget-kaget, dia pun lari dari Harun. Saya pernah di posisi Harun dan saya jadi tahu apa itu penyesalan.

Setidaknya ada satu ucapan dari Harun yang benar sekali ketika dia marah-marah ke Tiana:

"Terserah. Kamu tenggelam sendiri dalam kesedihan kamu, itu urusan kamu."

Saya pernah berada di posisi ingin menyelamatkan semua orang. Kalau kata teman saya dulu, ini namanya sindrom Nightingale. Lama-lama ini malah merugikan saya. Terutama berjuang untuk seseorang yang tidak mau diperjuangkan. Sungguh melelahkan. Memaksakan diri untuk tetap bertahan hanya menguras tenaga, both physically and mentally.

Jadi, baik Arie maupun Harun tidak akan bisa menyelamatkan Tiana kalau Tiana-nya sendiri tidak ingin diselamatkan. Saran saya buat kalian yang sekarang sedang di posisi Harun dan Arie, segera pergi. Bukan tugas kalian untuk menyelamatkan orang yang tidak mau diselamatkan. Tinggalkan mereka. Biarkan mereka berkubang dalam kegelapan yang mereka ciptakan sendiri. Tugas utama kalian adalah menyelamatkan dan melindungi diri kalian terlebih dahulu.

FYI, adegan Harun marah-marah dan berantem sama Tiana ini termasuk adegan favorit, tapi masih ada adegan yang lebih favorit lagi. Nanti di akhir tulisan saya kasih tahu adegannya yang mana.

Di akhir cerita Tiana memang tidak memilih Harun dan Arie. Dia lebih memilih untuk tetap berada di dalam kegelapan, di dunianya sendiri. Spoiler alert! Saya curiga jangan-jangan Tiana ini mengidap BIID alias body integrity identity disorder.

Selain itu, film ini membuat saya mempertanyakan beberapa hal. Akan tetapi, setelah saya nonton ulang (iya, demi menulis review ini saya nonton lagi filmnya), saya memutuskan untuk melupakan pertanyaan-pertanyaan saya itu. Saya memilih untuk menikmati filmnya. Menikmati sinematografinya yang indah. Tone-nya cantik sekali. Sudut pengambilan gambarnya juga. Ditemani dengan scoring musik (ehm, benar kan ini istilahnya?) yang lembut, terasa pas untuk setiap scene yang ada, membuat saya semakin terhanyut dalam film.

Film drama tanpa adanya emosi yang kuat dari pemainnya akan membuat film tersebut terasa hambar. Untungnya The Gift memiliki pemain-pemain yang kuat karakternya. Seperti biasa Reza berhasil memainkan perannya. Karakternya berkembang sepanjang film, dari yang jutek dan pemarah, menjadi lembut dan membuka hati, lalu rapuh. Ayushita juga sukses menjadi Tiana yang introvert dan menarik diri dari dunia luar untuk melindungi dirinya sendiri. Dion cukup berhasil memerankan Arie. Saya suka dengan karakternya yang tidak tahu apa-apa pergolakan hati Tiana, tapi jadi hancur juga begitu tahu kenyataannya bagaimana. Christine Hakim meski tidak terlalu banyak perannya, tetapi tetap meninggalkan kesan. Perannya sebagai Ibu Suud terasa adem dan menyejukkan. Dia ibu yang melindungi Tiana kecil.

Ada beberapa catatan khusus saya untuk film ini. Pertama, Ayushita cantik sekali. Dia benar-benar terlihat ayu, sesuai dengan namanya. Saya suka dengan rambut keriting dan panjangnya yang terurai. Kedua, lagu soundtrack-nya yang berjudul "Pekat" benar-benar spesial.




Coba kalian dengarkan baik-baik musiknya dan perhatikan liriknya. Pas sekali dengan filmnya, bukan?

Tersirat dalam angan 'tuk tak pernah
Terjadi pertemuan manis itu
Kini rasaku pun berucap
Jelas aku tak ingin lagi melihatmu
Kini semua terlalu pekat
Untuk dikenang dalam angan
Lama coba berjalan
Nyata tak satu tujuan
Janji-janji bersama
Menghilang seketika
Lama coba bertahan
Benar aku masih cinta
Namun bukan begini adanya
Biarlah usai

Didengar terus-terusan apa rasanya tidak ingin banting laptop atau handphone, hah?

Penggemar: Halah, Kimi. Itu mah memang dasar kamunya saja yang gampang baper.

Errr... Iya sih. Dan semakin baper begitu tahu Reza yang nyanyi. Wow, ternyata Reza bisa nyanyi! Suaranya lumayan juga. Saya suka, saya suka. ❤

Ketiga, saya paling suka adegan terakhir. Ketika Tiana sedang merokok lalu membuang abunya dan Harun menangis. Please, watch the movie and you'll know what I mean.

Akhirul kalam, apa kisah cinta kalian yang paling traumatis atau ngenes? Kolom komentar di bawah terbuka lebar seandainya kalian mau berbagi cerita dan kesedihan. Mari bersama-sama kita menangisi (untuk kemudian mentertawakan) satu bab dalam hidup kita tersebut. Cheers!


2 comments

  1. Banting saja laptopnya Mbak Kimi biar bisa ganti baru. Lumayan buat excuse. :D

    Menurut saya sih setiap manusia mesti siap dulu sebelum memulai hubungan, bahkan sebelum mulai PDKT malah, soalnya pasti ada konsekuensinya. Kalau belum, ya mungkin aja kasusnya bakal jadi kayak Tiana, yang menjauh terus jalan sama cemceman lain padahal udah bikin baper Harun, terlepas dari latar belakangnya yang gelap dan masalah yang sedang dihadapinya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak jadi dibanting karena aku belum punya uang buat beli yang baru. Huhuhu. :'(

      Btw, sepakat sama kamu sih. Manusia memang harus siap dulu, menyelesaikan masalah dalam dirinya dulu, sebelum menjalin hubungan dengan orang lain. Karena ya kasihan buat dirinya sendiri dan (calon) pasangannya itu nantinya kan.

      Delete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.