Aileen Wuornos dan Prostitusi

Saya membaca sebuah jurnal Profiling a Unique Female Serial Killer: Aileen Wuornos's Life of Violence ditulis oleh Phyllis Chesler yang kemudian menjadi inspirasi tulisan ini. Aileen Carol Wuornos adalah seorang pembunuh berantai di Amerika selama kurun waktu 1989 - 1990. Ia didakwa merampok dan membunuh tujuh orang kliennya selama ia menjajakan diri di jalan raya Florida.

Wuornos melalui kehidupan pedih yang membuatnya harus berada di situasi buruk ini. Ia lahir dan tumbuh di keluarga yang berantakan. Ayahnya pelaku KDRT dan pedofil. Dia mati bunuh diri di penjara. Ibunya meninggalkan Wuornos dan kakaknya untuk dirawat orangtuanya dan ia tidak pernah kembali. Wuornos mengalami kekerasan fisik dan seksual selama dalam asuhan kakek-neneknya. Pada umur 13 atau 14, ia diperkosa oleh teman kakeknya hingga hamil dan dipaksa menyerahkan bayinya untuk diadopsi. Pada umur 15 atau 16 tahun, ia keluar dari rumah dan menjual dirinya untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. 

Menurut Chesler prostitusi bukanlah "pekerjaan", tetapi di dunia Wuornos prostitusi adalah pekerjaannya, caranya untuk bisa hidup. Ia bangga dengan kemampuannya untuk bisa bekerja dalam dunia tersebut. Namun, ada hal yang membuatnya marah, yaitu kekerasan yang mengikuti di pekerjaannya, baik dari para pengguna jasanya dan dari aparat penegak hukum. Chesler percaya ratusan violent rapes dan gang-rapes yang Wuornos alami membuatnya mengalami paranoia, teror, dan kemarahan yang dapat menjelaskan (tetapi bukan membenarkan) mengapa Wuornos melakukan pembunuhan berantai. 

Kasus Wuornos membuat Chesler tertarik untuk mengorganisasi saksi ahli untuk bersaksi di pengadilan. Chesler bertujuan ingin mengedukasi juri, dan siapa saja, bagaimana sebenarnya kehidupan perempuan yang terlibat dalam prostitusi dan bahaya yang mengincar mereka. Chesler ingin juri mengetahui bahwa banyak dari mayat-mayat yang berserakan di jalan raya Florida adalah perempuan pekerja seks komersial (PSK) yang dibunuh oleh pria. Kasus Wuornos adalah sebuah kasus yang jarang terjadi. 

Chesler juga ingin juri dan dunia memahami bahwa biasanya seseorang bisa terlibat dalam prostitusi karena terpaksa, bukan karena kehendak bebas. Remaja perempuan dan perempuan dewasa, kalau di Amerika Serikat banyak menimpa perempuan kulit berwarna, adalah korban perdagangan manusia. Mereka terpaksa menjadi pelacur di bawah ancaman muncikari. Bisa juga karena kekerasan ekstrem yang mereka alami sewaktu kecil membawa mereka ke dunia malam. Dan dunia ini menghancurkan perempuan yang terjebak di dalamnya.

Chesler menulis seorang pelacur memang dibayar untuk melayani nafsu kliennya, tetapi bukan berarti lantas ia pantas untuk dicaci maki, dipermalukan, dipukul, diperkosa beramai-ramai, dipaksa untuk melakukan perilaku seksual yang sadis dan menyakitkan, dirampok, dimutilasi, diancam akan dibunuh, disiksa, atau dibunuh. Namun, pada kenyataannya itulah ancaman nyata yang sehari-hari harus dihadapi oleh para pekerja seks komersial, termasuk Wuornos. 

Dengan Wuornos sebagai pembunuh berantai dan kepribadiannya yang tidak mengandung simpati (ia kasar, pemarah, dan bermulut kotor), tetapi Chesler tetap percaya bahwa Wuornos berhak untuk mendapatkan pengadilan yang adil. Sayang, Wuornos tidak mendapatkannya. Wuornos diperdaya untuk mengaku perbuatannya tanpa ditemani oleh pengacara. Dalam pengakuan tersebut Wuornos bilang sebanyak 16 kali kalau dia melakukannya untuk membela diri, tetapi ada yang mengubah video tersebut dengan menghilangkan 16 kali pernyataan tersebut ketika ditayangkan di depan juri. 


Aileen Wuornos
sumber gambar dari sini 


Selain hal tersebut, Chesler juga menulis contoh lain ketidakadilan yang Wuornos terima jika dibandingkan dengan Ted Bundy. Saya tidak akan membahasnya lebih jauh di sini karena bukan itu sebenarnya yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini. Jika teman-teman tertarik untuk membaca lebih lanjut jurnalnya, akan saya sertakan tautannya di daftar pustaka.

Apa yang ingin saya sampaikan adalah saya tidak tahu bagaimana perasaan perempuan-perempuan yang terlibat dalam prostitusi. Saya tidak punya pengalaman langsung untuk bertanya atau berinteraksi dengan mereka. Namun, dari apa yang saya ketahui selama ini -- dari berita, buku, film -- saya tidak bisa membayangkan betapa perihnya perjuangan mereka di dunia ini, baik yang masih terjebak maupun yang ingin keluar. Entah itu dijebak oleh manusia jahanam atau dijebak oleh keadaan yang tidak memihak mereka, seperti kemiskinan. 

Seperti yang sudah Chesler sampaikan sebelumnya bahwa kebanyakan dari perempuan yang berada di dunia yang dianggap nista ini karena terpaksa, bukan karena kehendak bebas atau pilihannya. Namun, sekarang semakin sering saya melihat perempuan dengan sadar dan tanpa paksaan memilih untuk terjun di dunia ini. Saya mengalami kesulitan untuk memahami keputusan perempuan-perempuan tersebut, tetapi saya mencoba untuk tidak menghakimi. Selama mereka tahu risikonya dan bertanggung jawab atas pilihannya, saya hormati meski saya tetap tidak sepakat. 

Daftar Pustaka:
Chesler, P. (2021). Profiling a unique female serial killer: Aileen Wuornos’s life of violence. Dignity6(3). https://doi.org/10.23860/dignity.2021.06.03.02 

No comments

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.