Hasrat Jalan-Jalan

Pernah ada di suatu masa, di saat saya masih rajin-rajinnya mengikuti blog bertemakan traveling, saya jadi ingin juga bisa sering jalan-jalan, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Entah apapun niatnya, mau itu untuk berwisata, mencari makna hidup, terserah. 

Membaca blog-blog jalan-jalan itu saya membayangkan sepertinya seru betul hidup mereka. Apalagi jalannya ala backpacking. Mereka juga tidak hanya menceritakan rencana perjalanan (itinerary) yang dibuat, melainkan juga menceritakan tentang perjalanan itu sendiri. Bertemu dengan orang-orang baru, tempat-tempat baru, dan pengalaman baru. Sepertinya hidup mereka berwarna dengan petualangan. Sebagai seseorang dengan hidup yang datar dan begitu-begitu saja, kalau tidak ingin dibilang membosankan, saya iri. 


Foto oleh Andrei Tanase dari Pexels
gambar dari sini 


Sampai akhirnya saya membaca di suatu tempat kalau traveling itu bukan untuk semua orang. Jalan-jalan itu butuh pengorbanan. Dia butuh biaya yang tidak sedikit. Dia butuh komitmen dan dedikasi. Saya terhenyak. Betul juga ya. Untuk orang-orang yang jiwanya memang di traveling, barangkali itu tidak masalah. Akan tetapi, untuk orang-orang yang sekadar ikut-ikutan seperti saya, harus dipikirkan berulang kali. Jangan sampai saya memaksakan diri sampai-sampai mengabaikan hal-hal yang lebih esensial dalam hidup. 

Akhirnya saya berhenti berlangganan blog-blog tersebut. Hanya ada beberapa saja yang saya masih baca karena saya suka cara mereka menulis. Siapa lagi kalau bukan Agustinus Wibowo dan Bang Morishige. Bahkan untuk Agustinus Wibowo, saya mengumpulkan semua buku yang ditulis beliau. Saya fans berat Agustinus. Seandainya Bang Morish mau juga menulis buku tentang kisah perjalanannya tentu saja saya akan beli. Tolong dipertimbangkan ya, Bang! Dan kalau bukunya sudah terbit, tolong saya diberitahu. 😁

Ternyata setelah tidak begitu mengikuti dunia traveling, saya masih ingin jalan-jalan meski keinginannya tidak begitu menggebu-gebu seperti dulu. Saya lebih santai. Kalau ada dananya, ya jalan. Kalau tidak ada, ya sudah. Jalan-jalan di dalam kota saja. Atau menunggu perjalanan dinas dari kantor. Hahaha. 

6 comments

  1. Haaa... aku udah nggak ngayal jalan-jalan sejak bbrp tahun belakangan. Apalagi sekarang sejak nyicil rumah. Babay jalan-jalan :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangat, Leaaa... Semoga nanti bisa jalan-jalan lagiii...

      Delete
  2. sebagai mantan blogger halan-halan, memang pada akhirnya kebutuhan dan prioritas yang menjadi pertimbangan. memang traveling bukan untuk semua orang. dan gaya traveling orang beda-beda. dulu backpacking, tiket murah, nginep di hostel, itenerary padat dan ketat karena pengen ke semua tempat, berasa paling "traveler".. makin ke sini, yang penting enjoy dan nyaman.. dah milih hotel dan males ketemu orang, itinerary fleksibel dan kalo capek ya ga dipaksa.. eh, ini ternyata faktor usia saja.. 🤣🤣🤣

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha... Umur memang gak bisa bohong ya, Mas.

      Delete
  3. Emang ya mbk, lihat orang jalan-jalan tuh jadi pengen ikutan. Apalagi kalau lihat medos isinya tempat wisata semua. Tapi ya bener, travelling itu butuh dana juga. Jadi saya memilih mundur karena dananya kurang😅 udah jadi emak-emak masalah dana sangat sensitif. Mungkin nanti kalau anak udah agak gede baru deh healing-healing lagi, 😁 ya meskipun nggak jauh-jauh amat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul. Kalau sudah berkeluarga dan punya anak, dana harus diprioritaskan ke tempat yang lebih penting. Dan traveling bukan kebutuhan primer.

      Semoga nanti pas anaknya sudah agak gede, bisa healing jalan-jalan ya, ke tempat yang jauh sekalian juga tidak apa-apa.

      Delete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.