Black Mirror Bagian 2

Tulisan ini melanjutkan tulisan sebelumnya yang merangkum cerita serial Black Mirror musim 1, 2, dan episode spesial. Tulisan ini akan cukup panjang karena merangkum enam episode. Saya ingatkan juga kalau di sini akan penuh dengan beberan cerita ya. Kalau kalian tidak suka dengan beberan cerita, silakan tutup blog ini. Bagi yang tidak masalah, selamat membaca. 😁


gambar dari IMDb 


Nosedive

Skor media sosial seseorang tergantung dari seberapa banyak orang memberikan penilaian (rating) ke dirimu. Semakin tinggi skor media sosial seseorang maka akan semakin banyak keistimewaan dan kemudahan yang didapat, termasuk mendapatkan diskon jika ingin membeli rumah di hunian elit. Lacie Pound (Bryce Dallas Howard) yang memang sudah terobsesi dengan skor media sosialnya semakin terobsesi karena dia ingin membeli rumah di Pelican Cove. Untuk mendapatkan diskon 20%, Lacie harus memiliki skor media sosialnya 4,5. Skor Lacie sekarang baru di angka 4,2. Dan Lacie melakukan segala cara untuk bisa mencapai skor tersebut, termasuk berpura-pura ramah dan baik ke Naomi (Alice Eve), mantan temannya yang sudah merebut pacarnya.




Nosedive adalah sebuah kisah satir yang ingin disampaikan oleh Charlie Brooker mengenai usaha-usaha kita agar diterima oleh orang lain. Kita mengunggah foto-foto terbaik kita di media sosial dan menciptakan citra terbaik dari diri kita. Tanpa kita sadari kita menjadi palsu, seperti Lacie. Lacie selalu ingin menyenangkan semua orang. Ia tersenyum ramah sambil memberikan skor tinggi ke orang-orang yang ditemuinya. Dengan harapan ia juga mendapatkan skor tinggi. Skor tinggi memudahkan hidup. Sebaliknya, skor rendah menyusahkan hidup. Semua orang pun menjadi penuh kepalsuan dan kemunafikan untuk mengejar nilai setinggi-tingginya.

Familiar dengan cerita ini? Iya, ini adalah dunia yang kita tinggali sekarang, seperti yang Charlie Brooker bilang. Kita ingin menjadi terkenal dan viral di media sosial dengan jumlah likes, tayangan, pelanggan, dan komentar yang banyak. Kalau di Nosedive, lama-kelamaan Lacie akhirnya lelah menjadi palsu, kita kapan? Kapan kita mau terbebas dari likes, tayangan, pelanggan, dan komentar? 

Playtest

Cooper (Wyatt Russell), seorang turis dari Amerika Serikat, kehabisan uang di Inggris. Dia mendaftarkan diri untuk jadi partisipan mencoba permainan baru dengan konsep yang revolusioner. Sayangnya, Cooper tidak tahu mana kehidupan yang asli dan mana yang palsu ketika mencoba gim tersebut. Semuanya tampak nyata buat Cooper. 





Nonton Playtest berasa nonton film horor dan thriller karena memang semenyeramkan itu. Bikin deg-degan dan takut dengan jump scare. Juga musik scoring-nya yang macam di film-film hantu. Belum lagi makhluk aneh seperti laba-laba raksasa tetapi wajahnya manusia. Belum lagi akhir ceritanya yang bikin, "HAH?"

Shut Up and Dance

Kenny (Alex Lawrence) yang asal mengeklik tautan di internet berujung pada dia "disandera" untuk melakukan apa saja perintah dari seseorang atau kelompok misterius. Mereka mengancam akan menyebarkan video masturbasi Kenny yang mereka rekam dari laptop Kenny sendiri. 

Waktu pertama saya nonton episode ini, saya tidak mengerti kenapa Kenny mau-mau saja disuruh mengantarkan kue, merampok bank, sampai membunuh. Maksud saya, orang masturbasi itu wajar. Kalau direkam dan sampai tersebar, ya apes. Namun, pada akhirnya orang-orang akan melupakan. Meski pada akhirnya saya jadi tahu alasan mengapa Kenny begitu ketakutan. 

Setelah nonton ulang, saya mencoba memperhatikan lebih seksama. Ciri-cirinya sudah terlihat sejak di awal ketika dia melayani seorang ibu yang membawa anak perempuan ke restoran tempat Kenny bekerja. Cara dia memandang anak perempuan. Tidak terlalu kentara memang, tetapi kalau diperhatikan dengan sungguh-sungguh adegan tersebut merupakan sebuah petunjuk kalau Kenny menyukai anak kecil secara seksual. 




Korban pemerasan tidak cuma Kenny, tetapi ada beberapa orang lain. Selain pedofil seperti Kenny, ada yang tukang mesum, selingkuh, dan rasis. Sepertinya yang menjadi musuh utama bagi kelompok misterius ini adalah mereka yang pedofil. Karena di tugas akhir yang mereka berikan kepada Kenny, dia diharuskan untuk bertarung sampai mati melawan seorang pria yang juga seorang pedofil. Bagi kelompok ini (barangkali) ini adalah hukuman setimpal untuk pedofil. 

Apesnya, setelah orang-orang yang diancam ini telah melakukan tugasnya, bukti aib mereka pada akhirnya tetap disebarluaskan juga. 

San Junipero

Yorkie (Mackenzie Davis) bertemu dengan Kelly (Gugu Mbatha-Raw) di San Junipero, sebuah tempat yang sangat menyenangkan. Seperti surga dunia. Saya jadi ingin bisa ke sana kalau teknologi manusia sudah memungkinkan. 




Barangkali San Junipero merupakan salah satu episode dari Black Mirror yang bukan distopia dan tidak berakhir dengan suram, meski latar belakang dari Yorkie juga cukup tragis sih. Episode ini layak untuk dibahas secara khusus di tulisan terpisah. Nanti akan saya tulis. Tunggu ya. 

Men Against Fire

Tentara di masa depan harus menghadapi musuh mengerikan yang disebut kecoak (roaches). Kecoak ini berwajah seperti monster. Mereka mengganggu masyarakat dengan mencuri makanan. Demi menjaga keamanan dan ketenangan warga, para tentara ini dengan semangat memburu kecoak. Mereka akan bangga jika mereka berhasil membunuh kecoak, termasuk Stripe Malachy Kirby). 




Tetapi, setelah perburuan terakhir Stripe merasakan hal yang aneh. Dia bisa mencium bau rumput, sesuatu yang tidak pernah dia tahu selama ini. Dan pada akhirnya dia tahu siapa sesungguhnya kecoak itu.

Ternyata kecoak adalah manusia biasa. Karena para tentara sudah setuju untuk dipasang implan bernama Massa, maka apa yang tentara lihat di mata mereka adalah manusia biasa yang berubah menjadi makhluk berwajah monster. Mereka juga tidak bisa mendengar suara kecoak ini karena suara mereka disamarkan seperti suara pekikan hewan buas atau monster.

Tujuan para tentara dipasang implan agar mereka tidak segan-segan untuk membunuh mereka yang dianggap musuh, dalam hal ini adalah manusia biasa yang disebut dengan kecoak. Kecoak-kecoak ini adalah mereka yang memiliki gen tidak sempurna. DNA mereka dianggap penuh dengan kotoran, seperti kadar kanker yang tinggi, distrofi otot, multiple sclerosis, SLES, IQ di bawah standar, kecenderungan kriminal, perilaku seksual yang menyimpang. Intinya, mereka makhluk hina dan harus dimusnahkan. Jangan sampai mereka beranak-pinak. Mereka hanya akan mengotori peradaban manusia saja. 

Terdengar kejam? Sangat. Juga sadis. Ini adalah konsep eugenika yang dulu pernah saya dengar. Konsep ini sangat rasis dan sangat berbahaya jika sampai diimplementasikan. Niatnya baik ingin manusia jadi sempurna dengan selective breeding, tetapi pada praktiknya bisa sangat berbahaya, terutama bagi kelompok yang termarginalisasi. 

Hated in the Nation

Karin Parke (Kelly Macdonald) adalah seorang detektif, bersama dengan anak buahnya Blue Colson (Faye Marsay), yang menyelidiki kasus kematian seorang jurnalis bernama Jo Powers (Elizabeth Berrington). Awalnya Karin menilai kasus ini kasus KDRT yang melibatkan suami Jo, tetapi ketika Tusk (Charles Babalola) juga tewas dengan cara yang sama, Karin dan Blue mencurigai kematian mereka dari tagar di media sosial yang sempat ramai. 




Sama seperti Nosedive, Hated in the Nation adalah sebuah satir kondisi media sosial saat ini di mana ketika ada seseorang yang viral, berbeda, dan tidak disukai maka dia akan dirundung massal oleh warganet. 

Perundungan ini tidak jarang memberikan efek traumatis bagi korbannya. Efek perundungan bisa sampai bikin tutup akun itu biasa, tetapi pernah kita dengar ada yang sampai bunuh diri. Garrett Scholes (Duncan Pow) stepped up the game. Dia membuat japat (jajak pendapat) di Twitter siapa orang-orang yang warganet inginkan untuk mati. Caranya cukup dengan mengetik #DeathTo nama orangnya dan unggah fotonya. Siapa yang mendapatkan poin tertinggi dalam japat tersebut, maka dia yang akan mati. 

Karin dan Blue kira persoalannya hanya sampai sini. Ternyata tidak. Garrett ingin menghukum semua orang yang ikut dalam japat tersebut. Dengan sadisnya Garrett membunuh 387ribu orang yang mengetwit dengan tagar #DeathTo. 😐

Waktu nonton pertama kali saya sampai tidak bisa berkata-kata. Saya terdiam. Perundungan memang jahat, tetapi Garrett membalasnya dengan membunuh sebanyak 387ribu orang dan tanpa merasa bersalah sedikitpun? Gila. Namun, di sisi lain episode ini adalah sebuah tamparan keras buat para warganet yang senang sekali merundung. 

Dari semua episode Black Mirror, saya paling ingin episode ini diberikan kelanjutannya karena saya penasaran apa yang akan terjadi berikutnya setelah Blue berhasil menemukan Garrett dan membuntutinya. 

Sekarang kalau saya disuruh memilih episode mana yang paling saya suka di musim ketiga ini, terus terang saya bingung. Saya suka semuanya. Barangkali musim ketiga ini adalah musim terbaik dari Black Mirror. Tetapi, kalau saya benar-benar dipaksa untuk memilih, baiklah. Saya paling suka Hated in the Nation dan San Junipero. Bagaimana dengan kalian? 

No comments

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.