Gadis Kretek

Menurut catatan di akun Letterboxd saya, saya nonton serial Gadis Kretek di Netflix tanggal 4 November 2023 yang lalu. Selama nonton serial tersebut, emosi saya dibuat campur aduk antara senang, bahagia, malu-malu sendiri, dan pamungkasnya adalah sedih juga nelangsa. Di episode-episode akhir saya menangis brutal alias menangis sesenggukan sampai sesak nafas. Bangsat, sih, ini ceritanya. Kisah cinta Jeng Yah kok ya ngenes amat. Jauh lebih ngenes dibandingkan cerita saya. Eaaa... Malah curcol. 




Selesai nonton, tanpa ragu saya memberinya nilai sempurna, yakni 5 dari 5 bintang, di Letterboxd. Saya suka semua komponen yang ada di dalam serial Gadis Kretek. Ceritanya, latar setnya, akting pemainnya, kostumnya, musiknya. Semuanya! Akting dari nama-nama besar, seperti Rukman Rosadi, Sha Ine Febriyanti, Putri Marino, dan Ario Bayu mah sudah tidak usah diragukan lagi, ya. 

Mohon maaf buat Dian Sastro, tetapi saya masih belum terpukau dengan aktingnya. Meski demikian, saya tetap memberinya pujian di sini. Barangkali Dasiyah adalah aktingnya yang terbaik. Saya menghargai usaha Dian untuk mendalami peran Dasiyah. Dari berbagai wawancara yang saya tonton di YouTube, Dian bercerita bagaimana ia berlatih nafas dan berjalan sesuai karakter Dasiyah. Lalu, ia tidak bertemu dengan teman-temannya agar bisa mendalami karakter Dasiyah yang introvert. 

Well, anyway, yang membuat saya terkejut dan terkesan adalah akting dari Arya Saloka dan Tissa Biani. Saya belum pernah nonton akting mereka sebelumnya, tetapi saya suka dengan akting mereka di sini. Sangat natural. Chemistry Arya Saloka dan Putri Marino dapat banget buat Lebas-Arum. Sementara Tissa, sebagai Rukayah, remaja yang imut dan manja, lalu berubah menjadi matang dan dewasa, itu dapet banget. 

Gadis Kretek adalah salah satu serial televisi (atau apa, ya, namanya sekarang? Serial streaming? Serial aliran?) Indonesia terbaik yang pernah saya tonton. Serial ini terasa megah dan mewah untuk menceritakan sebuah kisah cinta yang pedih dan menyakitkan, in a good way. Dengan latar belakang industri kretek dan sedikit tentang peristiwa G30S, rasa-rasanya hati tidak pernah sesakit ini melihat Jeng Yah (Dian Sastro) dikhianati Soeraja (Ario Bayu).  

Kemudian, saya jadi penasaran dengan novelnya. Saya sudah pernah membaca novelnya di tahun 2012. Sebelas tahun yang lalu! Dulu saya memberi nilai 3 dari 5 bintang di Goodreads. Saya penasaran kenapa dulu saya bisa memberi nilai novel ini dengan nilai segitu sementara serial televisinya saya beri nilai sempurna? Jadi, saya memutuskan untuk membaca ulang dan saya tetap memberi nilai yang sama. Resensinya sudah saya tulis di blog buku saya




Berhubung saya baru saja selesai membaca ulang bukunya dan mumpung masih segar dalam ingatan, saya akan membandingkan ceritanya dari versi audio visual dan versi buku. Sebelum saya melanjutkan, saya peringati sejak sekarang kalau tulisan ini akan mengandung beberan cerita. 

⚠ SPOILER ALERT 

Cerita di versi audio visual sudah sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan cerita di bukunya. Yang masih sama hanyalah pengkhianatan Soeraja ke Jeng Yah dan keluarga Idroes Moeria. Dimulai dari awal mereka bertemu. Jika di buku mereka bertemu di pasar malam dan Raja membantu menjaga stan Kretek Gadis, maka di serialnya mereka bertemu di pasar pada saat Raja digebuki orang. 

Di serial, Raja tua (Pritt Timothy) sakit kanker paru-paru, di buku Raja sakit stroke. Di serial, proses mencari Jeng Yah dilakukan oleh Lebas (Arya Saloka) dibantu oleh Arum (Putri Marino). Sementara di buku, ketiga anak RajaTegar, Karim, dan Lebasmencari Jeng Yah bersama-sama. Di serial, Arum tidak tahu bahwa ia merupakan anak Jeng Yah. Di buku, Arum sudah tahu bahwa ia anak Jeng Yah. 

Dan masih banyak lagi perbedaannya, seperti karakter Tegar di buku dan di serial, pekerjaan Lebas, dan lain-lain. Barangkali sekitar 80% (bahkan mungkin 90%) ceritanya berbeda antara di buku dan di serialnya. Dan saya lebih menyukai versi audio visualnya ketimbang versi novelnya. Cerita di serialnya jauh lebih dramatis dan lebih terasa emosinya. Saking terasa emosinya, seperti yang sudah saya tulis di atas, membuat saya menangis tersedu-sedu sampai sesak nafas. Dan saya masih susah move on dari serial ini meski sudah berminggu-minggu kemudian. 

Saya bisa mengerti kalau banyak yang benci dengan Soeraja. Bagaimana tidak, manusia satu ini sungguh tidak tahu diuntung. Sudah diberi tempat tinggal dan pekerjaan, dipercaya Idroes, dicintai Dasiyah, tetapi dia mengkhianati mereka dengan memberikan resep racikan saus rahasia yang membuat keretek Gadis sangat laris di pasaran. Jika itu belum cukup, Raja menikahi Purwanti, putri dari Djagad, yang merupakan pesaing berat dari Idroes. Raja adalah sesungguhnya karakter yang memiliki red flags

Saya juga tidak heran jika banyak yang lebih memilih Seno (Ibnu Jamil) ketimbang Raja. Barangkali Seno adalah salah satu karakter yang sangat green flags. Dia tidak pernah berhenti mencintai Dasiyah, meski cintanya ditolak berkali-kali. Dia melindungi Dasiyah dan keluarganya meski dia tahu risikonya sangat berat. Pada masa itu membantu keluarga dari tapol bisa mengancam karir dan nyawa. Padahal Seno tentara dan dia sangat tahu risikonya. Ketika akhirnya Seno akhirnya bisa mendapatkan kebahagiaannya, sungguh menyakitkan kebahagiaan itu dalam sekejap harus terenggut. 

Namun, entah kenapa saya lebih memilih Raja daripada Seno. Barangkali karena faktor ketampanan Ario Bayu. Ibnu Jamil juga tampan, tetapi saya lebih suka Ario Bayu karena saya suka dengan suaranya. Atau, bisa juga karena saya mengerti perasaan Dasiyah. Seorang perempuan yang baru pertama kali jatuh cinta, ia baru mengenal bagaimana rasanya jatuh cinta itu. Dan ia terkena candunya. Begitu memabukkan. Begitu melenakan. Dan kita semua pernah bodoh karena cinta, termasuk Dasiyah, saya, Anda. 


Siapapun bakal klepek-klepek sih kalau modelan red flag-nya seperti ini
gambar dari sini 


Namun, bisa juga saya tidak berada di tim Seno karena mau se-green flag apapun dia, masalahnya cuma satu: dia tentara. Saya ada trust issue dengan tentara. Pun di bukunya karakter Seno tidak semulia di serialnya. Saya rasa ada alasan tertentu kenapa Ratih Kumala, dulu, ketika menulis karakter Sentot (nama karakternya di novel) tidak semulia itu. Malah di bukunya Sentot hanya karakter yang hanya menumpang lewat. Dan kenapa kemudian Ratih merombak karakter Sentot menjadi Seno, yang dipuja banyak penonton perempuan, barangkali dengan tujuan agar kisah cinta segitiga antara Dasiyah, Raja, dan Seno semakin tajam alias biar semakin mengiris-iris kita yang menontonnya. 

Oh iya, serial Gadis Kretek makin terasa grand karena faktor lagu tema pembukanya. Jadi, selesai lagunya kemudian lanjut ke ceritanya, itu masih terbawa aura magis dari lagu tersebut ke dalam ceritanya. Biasanya saya melewati intro lagu tema pembuka kalau lagi nonton serial, tapi tidak pada saat saya nonton Gadis Kretek. Berikan tepuk tangan yang meriah buat Nadin Amizah yang bisa membuat Kala Sang Surya Tenggelam makin terasa magisnya. 
 

Tidak bosan-bosannya saya menyetel lagu ini terus-terusan


Kalau pun ada yang mau dikritik dari serial ini, pemainnya terlalu tua buat Dasiyah dan Soeraja muda. Di bukunya diceritakan kalau usia Dasiyah masih 17 tahun ketika pertama kali ia bertemu Raja. Sementara Raja memang tidak dijelaskan umurnya berapa, tetapi asumsi saya tidak beda jauh dengan Dasiyah? Maksimal 20an awal mungkin? Tidak adil rasanya jarak usia antara Dasiyah dan Rukiyah yang beda usia tiga tahun di buku, sementara di serialnya mereka seperti cukup jauh jarak usianya kalau melihat dari wajah. Di serialnya, saya bingung dan tidak bisa menebak atau memastikan usia Dasiyah, Rukayah, dan Raja ini berapa? Apakah di serialnya memang Dasiyah dan Raja sengaja dibikin lebih tua usianya dari di novelnya? Ya sudah, tidak apa-apa kalau begitu. Masih bisa dimaafkan karena hal itu bisa ditutupi dengan banyak kelebihan dari serial ini. 

Itu dari kritikan saya. Sementara kalau dari yang saya baca, banyak yang mengkritik serial ini katanya bisa mempopulerkan gaya hidup merokok. Dengan ramainya serial ini takutnya nanti anak-anak atau remaja bakal berpikir kalau merokok itu keren dan mereka bakal penasaran merokok itu rasanya seperti apa. Semoga saja tidak ya. Saya berharap semoga siapapun yang menonton ini tidak bakal tertarik untuk mencoba merokok. Cukup menonton saja sambil menangisi ceritanya, tetapi tidak usah ikut-ikutan merokok seperti beberapa karakternya. Merokok tidak membuat kita jadi lebih keren kok. Bikin banyak penyakit, sih, iya. 

Bagaimana kalau menurut teman-teman serial dan buku Gadis Kretek? Kalau sudah ada yang nonton serial atau baca novelnya, atau sudah nonton dan baca, boleh banget lho kalau mau berkomentar. 😀

12 comments

  1. Kalau kasih filmnya nilai lebih bagus dari bukunya berarti yang bikin film pinter...jarang adaptasi dari buku bisa perfect loh hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa... Bener. Jarang-jarang adaptasi bisa jauh lebih bagus daripada bukunya. Serial Gadis Kretek ini merupakan satu dari sedikit adaptasi yang aku lebih suka daripada versi bukunya.

      Delete
  2. aku kebetulan udah baca dan juga nonton seriesnya, tapi nonton seriesnya kayak nggak tahu apa-apa soalnya ingatanku akan isi bukunya udah lenyap 🤣 cuma ingat endingnya aja gimana. seingatku di buku lebih banyak bahas Idris, tapi kalau di film malah jadi romance banget wkwk tapi nggak masalah sih.

    aku juga jauh lebih suka seriesnya karena semua-muanya dapet banget!! ostnya juga bagus, opening ostnya magical banget! aku sukaaa. aku lihat ada beberapa orang mempermasalahkan ada lagu kekinian yang nyempil padahal latar tahunnya 1960-an wk. aku suka banget sama wardrobenya Dasiyah, kebayanya bagus-bagus 😭. aku cukup suka aktingnya Disas di sini karena kerasa beda banget apalagi kalau dibandingin pas jadi Cinta ya 🙈. cukup kagum sama Disas karena dia beneran serius belajar untuk peranin Dasiyah dari mulai belajar nafas sampai cara jalannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ...cuma ingat endingnya aja gimana. seingatku di buku lebih banyak bahas Idris...

      Iya kaaan... Aku tulis begitu juga reviunya di blog buku aku. Saking banyaknya bahas Idris, aku jadi bingung tokoh utama bukunya tuh Idris atau Dasiyah? Hahaha...

      aku cukup suka aktingnya Disas di sini karena kerasa beda banget apalagi kalau dibandingin pas jadi Cinta ya 🙈. cukup kagum sama Disas karena dia beneran serius belajar untuk peranin Dasiyah dari mulai belajar nafas sampai cara jalannya.

      Iya, kalau membandingkannya dengan karakter dia yang sebelum-sebelumnya, menurutku Dasiyah adalah akting terbaik dia. Aku juga nonton video2 interview dia di YouTube, jadi menghargai usaha dia sih buat jadi Dasiyah. Tapi, ya, sejujurnya kalau dibandingkan sama yang lain akting dia masih biasa aja.

      Delete
  3. Saya belum baca dan nonton series ini, makanya rasanya seperti lost to anywhere. But Park Choi udah notice rekom buat nonton ini, sayang belum ada waktunya aja, masih banyak waiting list yang menunggu. Would be someday. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, kalau sudah ada waktunya, sempatkan lah untuk nonton. Sangat layak untuk ditonton.

      Delete
  4. Melihat review serial ini dimana-mana. Belum nonton mungkin akan disimpan untuk weekend. Betul juga mungkin protes karena di sampul depannya kan gambar perempuan yang lagi merokok ya, sementara stigmanya disini kurang bagus...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak cuma itu, sih. Takutnya nanti anak-anak, remaja, atau siapapun yang nonton bakal berpikir bahwa merokok itu keren. Padahal, kan, nggak.

      Delete
  5. aku nonton Kimiii... iya, batinku ini apa Dasiyah dan Raja ketemu di usia matang? ternyata aslinya masih umur 17 tahun toh. Overall setuju, bagus dari banyak sisi. Perempuan yang berkarier dan mengejar passionnya, mungkin akan banyak relate. awkwkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, kalau di bukunya masih umur 17 tahun. Aku sih berharapnya yang nonton banyak yang meniru semangat Dasiyah yang semangat berkarir dan mengejar passion. Yang bagus2 aja dari serial ini yang ditiru. Yang jelek2, jangan. Hihihi...

      Delete
  6. Aku baruuu aja kemaren nemuin bukunya di Gramed. Agak ragu mau beli apa enggak, apalagi katanya ada beberapa perbedaan di film dan di bukunya. Akhirnya batal.

    Kalau sudah baca tulisan ini, kayaknya aku mau nonton filmnya aja dulu deh. Apalagi ini film bukan main line upnya. All-star semua euy!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar, Mas. Mending nonton serialnya saja. Bukunya gak dibaca juga gpp. Karena memang jauh lebih bagus serialnya ketimbang bukunya.

      Delete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.