Kenangan yang Hilang



"Aku tadi mimpi almarhum Bapak. Di mimpi tadi Bapak gak ada suaranya. Aku kok gak bisa inget suara Bapak kayak gimana ya?" 

Tangis saya tumpah ketika Agus selesai mengucapkan dialognya di video musik Tenang dari Yura Yunita. Ayah saya meninggal 3 Desember 2013. Sepuluh tahun yang lalu. Dulu rasa pahit, sakit, dan gelap begitu pekat. Lambat laun saya terbiasa untuk kemudian, disadari atau tidak, saya mulai melupakan. Dan itu adalah yang paling saya takutkan. Bukan, saya bukan takut untuk melupakan kenangan akan ayah saya karena beliau akan selalu ada di dalam memori. Namun, saya takut melupakan bagaimana cara beliau berjalan; bagaimana raut wajahnya ketika marah, sedih, gembira; bagaimana cara beliau berbicara... Bagaimana suaranya terdengar... 

"Aku kok gak bisa inget suara Bapak kayak gimana ya?"

Jantung saya seperti tertusuk dalam. Sakit. 

"Bisa, Gus?"

Air mata saya kembali banjir di bagian ini. Agus terdiam sesaat lalu mengulang kembali untuk mendengar suara bapaknya yang tidak sampai dua detik. I've been there, I've done that. Ketika kakak saya menunjukkan rekaman suara ayah saya, saya memutarnya berkali-kali. Demi Tuhan, sungguh saya merindukan suara ini.

Saya kira sepuluh tahun adalah waktu yang sudah selesai untuk berduka. Saya kira sepuluh tahun adalah waktu yang cukup untuk bisa saya mengenang ayah saya tanpa harus meneteskan air mata. Ternyata saya salah. Meski sudah sepuluh tahun saya masih bisa menangis tersedu-sedu hingga mata memerah dan bengkak. Sakitnya masih sama, ketakutannya juga masih sama. Dulu saya takut di saat ayah sudah dikubur di liang lahat karena itu berarti jasadnya sudah tidak bisa saya lihat lagi. Sekarang saya takut memori ayah saya benar-benar pergi meninggalkan saya. 

5 comments

  1. Kehilangan bapak memang benar-benar mengubah hidup kita ya, mbak.. walaupun udah bertahun-tahun yang lalu, rasa pedihnya masih tetap sama.

    Bapak saya pergi 4 tahun yang lalu, jam 11 malem bapak sesak nafas..saya boncengin bapak pakai motor ke RS. Begitu sampai IGD bapak berbaring dan saat itu bapak nggak bangun lagi.

    Saya sering menolak atau mengalihkan pembicaraan ketika orang lain bercerita tentang bapak. Karena nyeseknya bener-bener dalem banget. Kadang saya ngerasa bersalah, apa yang saya lakuin udah bener apa belum, kadang juga mikir belum bisa bikin bapak bangga. Dan yaaah.. senyesek itu

    ReplyDelete
  2. I've been there too, 13 years ago.
    It was hard,
    it will be hard always.

    ReplyDelete
  3. Kesedihan karena kehilangan orang yang kita cintai rasanya seperti gelombang. Kadang datang perlahan, lalu menghanyutkan. Ada juga yang bilang akan terus hidup bersama kesedihan, hanya jadi terbiasa saja.

    Jadi ingat film Coco juga. :(

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.