Belakangan ini kakak saya yang nomor tiga, Ses Lidya, sibuk sekali ingin mengenalkan saya ke temannya. Katanya sih siapa tahu jodoh... Dan segudang promosi tentang si teman, ya sudah mapan lah, tabungannya sudah sekian lah, ini lah itu lah. Anehnya, saya tidak tertarik sama sekali. Untuk sekadar jadi teman saja dulu, seperti yang Ses Lidya bilang, saya ogah-ogahan. Karena saya sudah tahu niat awalnya dia mau mengenalkan saya ke temannya itu untuk apa: untuk ngejodohin.
Well, sejak sama mantan pacar yang terakhir, saya jadi belajar banyak. Setidaknya saya tahu satu hal kalau saya tidak suka yang namanya matchmaking. Ya, saya dengan mantan dulu saling tahunya karena dikenalin. Belajar dari pengalaman dan merenung *halah*, dipikir-pikir saya ini tidak suka dijodoh-jodohkan atau dikenal-kenalin gitu. Saya lebih suka dimulai dari pertemanan. Maksud saya ya memang pertama kenalnya dari pertemanan dulu, tanpa ada si matchmaker di balik layar. Mudahnya ya... teman dari sekolah, teman kuliah, teman kantor (ya kali kalau sudah kerja, kan), pokoknya yang benar-benar dimulai dari nol. Kalau dari pertemanan itu merasa cocok, kan bisa di-upgrade ke hubungan yang lebih tinggi. Pacaran maksudnya. Bagi saya kalau pacaran dimulai dari teman itu rasanya lebih nyaman karena kita kan sudah saling kenal.
Seperti pengalaman saya dulu... Eh, tidak sampai pacaran ding. Cuma bisa suka banget. Dan suka bangetnya itu masih terasa sampai sekarang. Halah.
Balik lagi ke kakak saya itu. Mungkin dia getol banget ingin mengenalkan saya ke temannya karena dilihat saya sudah berumur segini. Harusnya saya sudah menikah. Kakak-kakak saya itu menikah umur 24-26 tahun. Kok saya malah masih jomblo? Kok tidak mengikuti jejak mereka yang seharusnya pada umur sekian sudah menikah? Teman-teman saya saja ada yang baru awal 20-an sudah menikah. Teman-teman saya sekarang yang belum menikah pada kebelet menikah. Saya? Sekedar berpikir kata "pernikahan" saja sudah takut.
Saya bukan trauma pada kegagalan hubungan pacaran atau karena melihat di sekitar saya ada hubungan pernikahan yang kandas. Karena sesungguhnya di sekitar saya, mereka penganut menikah adalah sekali seumur hidup. Orangtua saya masih awet sampai sekarang setelah 44 tahun usia pernikahan mereka. Kakak-kakak saya juga masih dengan pasangannya masing-masing. Saya takut dengan pernikahan karena... saya sepertinya terlalu banyak melihat atau membaca cerita-cerita orang yang pernikahannya gagal. Entah itu karena hadirnya orang ketiga, faktor ekonomi, faktor berantem terus, atau karena yang lainnya. Di antara sekian banyak faktor itu, saya paling takut dengan yang namanya pengkhianatan. Saya benci dibohongi. Jadi, sebelum saya dibohongi atau dikhianati lebih baik saya menghindar kan? :P
Kebetulan banget waktu itu saya membaca tulisan Mas Hoeda di blognya. Selama membaca tulisannya yang panjang itu, tanpa henti saya mengangguk-angguk setuju. Saya juga takut dengan pernikahan karena saya sudah terlalu nyaman dengan situasi saya sekarang. Saya takut untuk keluar dari zona nyaman saya ini. Saya nyaman dengan orangtua saya, kakak-kakak saya, keponakan-keponakan saya, dan jikalau saya harus keluar dari sini untuk masuk ke lingkungan baru apa saya masih bisa nyaman? Menjadi istri seseorang, menjadi ibu seseorang, menjadi anak menantu seseorang, menjadi kakak atau adik ipar seseorang? Terlalu banyak orang baru di kehidupan saya bisa membuat saya stres sendiri.
Ibu saya mulai menyindir kapan saya menikah. Beliau bilang kalau saya sudah punya pacar jangan lupa dikenalkan ke keluarga. Jujur saja, meski ibu sendiri yang bertanya, saya merasa tidak nyaman untuk ditanya begitu. Kerabat keluarga pun beberapa sudah ada yang bertanya begitu. Beberapa teman juga. Untunglah ayah saya tidak ikut-ikutan mengurusi kehidupan pribadi saya. :D
Saya pernah bertanya ke Kitin kenapa kita harus menikah? Kenapa masyarakat kita "memaksa" kita untuk menikah? Menikah atau tidak itu kan sebenarnya pilihan kita, urusan kita, bukan urusan orang lain. Kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang hobi sekali mencampuri urusan orang lain.
Penggemar: "Kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang hobi sekali mencampuri urusan orang lain"? "KITA", Kim? Elu aja kali. Gue sih hidupnya di lingkungan orang-orang yang gak mau ikut campur urusan orang lain.
Oh, maaf deh. Saya pakai "kita" dengan maksud biar pembaca juga lebih menjiwai tulisan ini. *tsaaaah*
Lanjut lagi ya.
Dari pertanyaan saya itu Kitin cuma bilang, "Pokoknya kalau mau menikah jangan karena social pressure." Tuh. Camkan baik-baik. Jangan hanya karena mendapatkan tekanan sosial, desakan dari keluarga, gunjingan tetangga maupun rekan sejawat, lantas kita terburu-buru menikah. Tapi, sesungguhnya saya mengerti berada di bawah tekanan sosial itu sangat berat, jendral!
Seperti yang Mas Hoeda tulis (mudah-mudahan orangnya tidak berkeberatan tulisannya saya kutip di sini):
Tapi saya tidak hidup sendiri di tengah hutan. Maksudnya, saya hidup di tengah-tengah masyarakat yang memiliki nilai-nilai dan standar moral tertentu yang—meski tidak tertulis—namun telah disepakati bersama. Dan salah satu kesepakatannya adalah kawin.
Pertanyaannya sekarang beranikah kita untuk berdiri melawan masyarakat? Bukan untuk mengajak perang, tentu saja. Tetapi untuk teguh memegang apa yang kita yakini. Dalam hal ini tentang pernikahan. Mau menikah, mau tidak menikah, atau memilih untuk kohabitasi itu adalah pilihan kita. Bukan urusan orangtua, keluarga, teman, apalagi masyarakat.
Sekarang kalau kalian tanya ke saya akankah saya menikah? Saya cuma bisa jawab: Nanti, kalau saya sudah berani. Kalau sudah bertemu orang yang membuat saya berani untuk menikah. Tentunya tidak dalam waktu dekat.
umuran segini memang galau dg pernikahan, begitupun teman2 saya di facebook, statusnya juga demikian, cewek.
ReplyDeletemenurut saya simpel sih,
ReplyDeletebiar waktu yg akan menjawabnya
soalnya takdir ttg org terbaik utkmu sudah begitu adanya
demikianlah
Sama kayak saya masih nyaman dengan keadaan sekarang (^ ^
ReplyDeletemenikahlah dengan orang yang di cintai.. kalau belum ada jangan deh.. nanti menyesal loh... lanjutkan prinsipnya tuh.... di jodohin kenalan ga apa apa lah.. buat nambah nambah teman..
ReplyDelete"mudah-mudahan orangnya tidak berkeberatan tulisannya saya kutip di sini".
ReplyDeleteNggak, saya nggak keberatan. Membaca posting ini, rasanya seperti menemukan teman. :)
ohhh, menikahlah dengannnnkuuuu... ohhh bahagialah selamanyaaaa (java jive ini yah) hihihi... *ga nyambung*.. semangat Kim... aku selalu mensupport-mu --- dari aku, sang pelaku nikah telat hihi
ReplyDeleteAh, baru krisis perempat baya. :p Saya udah hampir 30 tahun masih belum pusing soal menikah :D
ReplyDeleteSaya akan menikah tahun depan, Kim. Tapi bukan karena tekanan sosial. (Justru tekanan sosial memaksa saya menikah bertahun-tahun yang lalu, dan saya selalu pura-pura tuli.) Saya menikah karena alasan simpel: Saya ingin ada yang menjaga saya sewaktu tua, dan saya tidak ingin penjaga saya itu dibantai FPI cuman gara-gara berzina :p
Salam Kenal Kim!. oh iya, kita punya nama yg sama. hehe
ReplyDeleteSama mba, saya juga ga suka kalau dijodoh2in..
ReplyDeleteRasanya maksa banget kalau kita nyari pasangan..
Aku sendiri punya prinsip, pasangan yang baik berawal dari pertemanan, persahabatan, baru pacaran, bukan orang yang tidak kita kenal kemudian tiba2 jadi pasangan..
Your life, your standard Kim....orang2 sekitar ga akan berhenti mendikte, ga usah ambil pusing, yg penting tgg jawabin pilihanmu (apapun itu)...semangat !!!
ReplyDeleteBaiklah. Mari kita tunggu jawaban dari Sang Waktu. #halah
ReplyDeleteSetiap fase memang ada kegalauannya masing-masing, sih. Dan fase umur saya segini ya galaunya soal begini. :))
ReplyDeleteSama dong kita? *tos*
ReplyDeleteYa, sekadar untuk menambah teman sih tak masalah ya... :D
ReplyDeleteTerima kasih atas dukunganmu, Mbak... Aku terharu... *kecup Mbak Nayarini*
ReplyDeleteSalam kenal juga! :D
ReplyDeleteKita sama dong ya? Gak suka dijodohin dan lebih suka nyari pasangan dari pertemanan. Salaman dulu kalo gitu... *salaman* :D
ReplyDeleteYep. Memang benar. Tapi, saya belum sanggup kalo mau lepas betul dari orang lain dengan tidak ambil pusing begitu. :))
ReplyDeleteayo kimi nikaaaaaaaaaahhhhhhh :lol:
ReplyDeletekim, jangan mikirin orang lain ya. Menikah itu harus akan kamu jalani insya Allah bila berumur panjang maka akan lebih lama dari usia kamu sekarang. Yakin mau sama orang yang ga tepat dan ga kehatian cuma karena tuntutan tuntutanan?
jujur aku lg khawatir banget ada temen, usia 26, dah mau nikah bulan oktober, tapi sering banget curhat sambil nangis tiap berantem ataupun stres tentang calon suaminya. Im scared for her :(
Saia pernah mengalami masa2 seperti kamu, meskipun wktu itu umur saia blm mencapai perempat baya. Yah, rada anti dengan pernikahan krn pd dsrnya saia orgnya takut dg komitmen sehidup semati, terrmasuk takut dg kehidupan baru stlh menikah krn kata org2 kan masa indah itu biasanya cuma masa 5 thn pernikahan. Tapi, kemudian seorang teman cowok berkata begini ke saia,
ReplyDelete"Oke, anggap aja kebahagiaan itu cuma 5 tahun setelah menikah, tapi pilih mana : 5 tahun single atau 5 tahun udah nikah? Misalnya, kamu punya mobil baru. Kata orang, senengnya punya
mobil baru itu 5 tahun aja dan 5 tahun berikutnya kamu harus ganti suku
cadang, servis ini itu. Tapi, apa karena itu kamu
pilih gak punya mobil? Mau tiap hari jalan kaki/ naik angkot? Padahal
kamu punya kesempatan buat punya mobil."
Yah, mungkin analoginya kurang pas, tapi kalo dipikir-pikir kata2 teman saia itu ada benarnya sih :D
btw, ada sebagian org yg sering bilang, I'm happy being single, because I can have all the freedom that lovers don't."
kadang2 itu jg trmsuk slh satu bentuk sarkasme mnrt saia krn orang bilang gitu bukan karena mereka bener2 senang
karena single, tapi karena memang keadaaannya sekarang itu lagi single, dan aslinya mereka sebetulnya ingin punya pasangan. ;
Aaaah, kamu mah masih soal menikah, Kim. Aku soal pekerjaan. Ortu doyan banget nanya2in aku ngelamar kemana dan gencar juga nawar2in lapangan kerja yang sepertinya pilihan mereka, bukan pilihanku..... Padahal aku pernah bilang ke mereka minatku apa, rencanaku (yang mau kuliah di fakultas impianku), yah tapi mereka kayaknya masuk telinga kanan-keluar telinga kiri... Capek ngadepinnya dan ngejelasinnya... Mereka juga kayaknya lebih suka kalau aku menjadi seperti yang mereka mau..... -_- (Cacat dah, malah curcol di blog orang!)
ReplyDeleteYah mungkin beda orang, beda masalah kali yah? Kalau kamu soal nikah, aku soal pekerjaan... Tapi benang merahnya satu: Masalah itu gara2 keluarga sendiri..... :D
Kejam amat sih nuel, ngomong masalah muncul krn keluarga... huuu :(
ReplyDeleteHi kim, salam kenal. kita seumuran yah kayaknya, dan lingkungan kita menuntut banyak (khususnya cewe) untuk vepat2 nikah. tanpa mereka mau tau, apa emang kita dah pengen nikah? Atau emang kita dah dpt yg cocok? Yg mereka tau cuman kamu kok blom laku2 juga sih. terlalu banyak milih. wkwkwk.... reseeee bgt!
Alhamdulillah keluarga sy justru lebih calm, bersyukur deh lahir dikeluarga yg sangat demokratis. jadi sy juga selalu lebih lega kl pulang kerumah. hihi, selamat menanti dan menemukan dia yah kim :))
Kalo soal pekerjaan sih, aku juga ada masalah. :))
ReplyDeleteJadi, ini intinya menyarankan aku untuk menikah? :P
ReplyDeleteKalo gitu mah, jangan dipaksain. Kalo dibatalin aja gimana? Loh, kok? Kok aku jadi ikut campur? *keplak diri sendiri*
ReplyDeleteaduh kalo buat aku sendiri sih, aku masi kecil banget buat mikirin nikah-nikahan (baru umur 18 hehe) tapi kalo kata temen-temen yang udah gedean pada bilang jangan buru-buru nyari pasangan hidup, nikmatin aja prosesnya nanti juga pasti ketemu jodohnya kak hehe. ;)
ReplyDeletehaha saya juga donk mbak, umur udah seperempat abad dan dikelilingi orang2 yang sering bertanya: kapan nikah?
ReplyDeletenikah, tentu saja salah satu proposal hidup saya dalam waktu dekat, karena banyak kebaikan2 yang bisa dilakukan di dalamnya :)
tapi menikah dengan siapa, saya juga nggak mau grusa-grusu, milih orang yang baik pastinya (gampangannya dibilang BAIK gitu aja deh) :)
semangat mbak Kimi! :)
Kalau 18 mah masih kecil banget emang. Udah kamu mah mikirin aja dulu sekolah yang bener. Baru mikirin pernikahan. *loh* *kok ngajarin* :))
ReplyDeleteKamu semangat juga, Mbak! *halah*
ReplyDeleteBukan kejam juga sih, yah tapi faktanya emang gitu kok.... Lumayan juga ngelepas pikiran dengan cara curcol di blog orang. Hehehe... Maafkan Kim... :P
ReplyDelete@75b121dfb1c66e4ceac0a9d595e1c313:disqus
ReplyDeleteSemoga lancar ya, Mbak, semua urusannya! Dan semoga langgeng pernikahannya. :D
@c04dbe19334805aef57bfc5b305d3965:disqus
ReplyDeleteTerima kasih. :)
@92832756c86ec5822e7a13ae5bfc8378:disqus
ReplyDeleteTidak apa-apa kok, Man. Di blog ini bebas-bebas saja kok kalau mau curhat. :)
Aku punya buku yang berjudul "Say No To Married" Kim...
ReplyDeletehehehehe...
@ Arie MacCa
ReplyDeletePinjam! :P
Boleh.. :D
ReplyDeleteSalam Kenal Kim, baca postingan ini jadi berasa ketemu teman senasib, saya juga paling benci dijodohin or dikenalin, soalnya kesannya kalau abis dikenalin si mak comblangnya maunya minggu depan kita ud langsung mutusin mau nikah ama yg dikenalin, hahaha, yah emang susah hidup di tengah lingkungan masyarakat yang kepo/ alias tukang ikut campur, yang penting kita ingat saja, jangan mau nikah karena tekanan sosial, yang bakalan menjalani pernikahan itu kita sendiri, bukan orang lain, kalau kita nanti belakangan menyesal memangnya orang-orang yang nyuruh kita buru-buru nikah itu mau tanggung jawab?
ReplyDelete@ ignatia
ReplyDeleteSalam kenal juga, Ignatia. Memang betul, susah hidup di tengah masyarakat yang demen kepo dan ikut campur urusan orang lain. Sampai ke urusan pribadi pun mereka pengen ikut campur. Terkait soal pernikahan, ada saja sih yang tidak kuat dengan tekanan sosial. Pusing ditanya-tanya kapan menikah. Akhirnya malah nikah gitu aja. Terserah siapa calonnya. Mudah-mudahan sih kita (saya, kamu, dan orang-orang lain) tidak mudah mengalah dengan tekanan sosial ya. :)