Kita dan Kami

Day 25. Post a Day 2011.

Baik dalam percakapan sehari-hari maupun saat saya blogwalking, cukup sering saya menemukan kekeliruan dalam penggunaan kata "kita" dan "kami".

Misalnya waktu ngobrol-ngobrol sama teman:

X: Eh, Kim, kita kemarin nonton Margo Friday Night Jazz lho!
Saya: Kita? Lu aja kaliiii... Gue gak ngerasa tuh kemarin ikut lo pada nonton.

Atau saat saya blogwalking. Misalnya tulisannya seperti ini:

Jadi ceritanya kemarin itu kita khawatir banget deh. Takut di jalan terjadi apa-apa sama kita. Soalnya kita kan kemarin jalan jauh.

Lagi, komentar saya adalah "Kitaaaa? Maaf ya, kamu saja. Saya sih gak ngerasa ikut jalan sama kamu." Tapi, komentar saya ini cuma dalam hati. ihikhik

Sebenarnya apa sih definisi "kita" dan "kami"? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, "kita" adalah

ki·ta pron 1 pronomina persona pertama jamak, yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yg diajak bicara; 2 cak saya;
-- orang cak kita;
ke·ki·ta·an n 1 yg bersifat atau berciri kita; 2 kesatuan perasaan antara kita: fungsi ideologi membangun sikap ~; 3 sifat mementingkan kebersamaan dl menanggung suka duka (saling membantu, saling menolong, dsb)

Sedangkan "kami" adalah

ka·mi pron 1 yg berbicara bersama dng orang lain (tidak termasuk yg diajak berbicara); yg menulis atas nama kelompok, tidak termasuk pembaca; 2 yg berbicara (digunakan oleh orang besar, msl raja); yg menulis (digunakan oleh penulis)

Dari definisi di atas harusnya sudah jelas dong ya? Seperti contoh pertama. Kalau teman saya itu nonton Margo Friday Night Jazz sama teman saya yang lain, sedangkan saya (sebagai orang yang diajak bicara) tidak ikut, harusnya dia menggunakan "kami". Jadi, kalimatnya "Kemarin kami nonton Margo Friday Night Jazz."

Begitu juga dengan contoh kedua.

Jadi ceritanya kemarin itu kami khawatir banget deh. Takut di jalan terjadi apa-apa sama kami. Soalnya kami kan kemarin jalan jauh.

Saya sebagai orang yang membaca blog itu kan tidak ikut si narablog jalan-jalan, jadi saya tidak terlibat dalam acara jalan-jalan tersebut. Lain hal kalau saya memang ikut jalan-jalan dengan si narablog baru deh bisa menggunakan kata "kita".

Misalnya nih ya anak-anak futsal FC08 sedang duduk-duduk istirahat kecapekan selesai latihan. Saya berbicara dengan teman-teman saya itu, "Eh, kita jalan yuuuuk... Nonton bareng kek, makan bareng kek, atau apa gitu." Saya dan teman-teman FC08 yang saya ajak bicara terlibat dalam pembicaraan saya itu.

Intinya apa? Intinya, kalau sedang berbicara dengan orang lain tapi orang yang diajak bicara tidak terlibat dengan kegiatan si pembicara, jangan pakai kata "kita" deh ya. Melainkan pakai kata "kami".

Hahaha... Kesannya saya sok pintar banget ya soal bahasa? Sebenarnya tidak juga sih, tapi saya cukup risih kalau mendengar atau membaca penggunaan "kita" dan "kami" yang tidak pada tempatnya. Sejauh yang saya tahu, konsep "kita" dan "kami" ini hanya ada di bahasa Indonesia.

"Kita" dan "kami" ini mengingatkan saya pada sebuah buku berjudul "Kita and Kami" karangan Fuad Hassan. Entah kapan saya bisa menamatkan membaca buku ini. Sepertinya tidak akan pernah bisa selesai deh bacanya. sedih


Kita and Kami. Njelimet deh bacanya.


By the way, pronomina persona itu kata ganti orang. Lebih jelasnya silakan baca di sini.

24 comments

  1. Apa hubungannya antara Syndrom Asperger dengan sekarang yang kita bahas? Astaga!

    Kamu terlalu keukeuh mempertahankan opini kamu yang menurut saya, well... Begitulah.

    Ya sudah. Whatever you say. Kalau kamu berpikirnya seperti itu, ya terserah kamu. Kalau saya sih, jika suatu saat nanti di kamus memang definisi "kita" itu berubah menjadi bahasa halusnya "kami", baru deh saya pake. Tapi kalau sekarang, what goes wrong, stays wrong.

    Kalau dari hal sederhana seperti ini kita saja menggampangkan karena alasan "yang penting pesannya sampe. yang penting sama2 paham", saya gak heran bahasa Indonesia bisa kalah sama bahasa asing.

    Dan, serius deh kamu berpikir bahwa tiap tahun kamus itu direvisi? Give me some data, then you can say it again. Thank you.

    ReplyDelete
  2. well....Memang ga' ada salahnya kalau kita memakai bahasa indonesia yang baik dan benar--terutama dalam situasi formal (yang ini sih diharuskan).

    Bikin kamus sendiri-sendiri? saya rasa tidak seekstreem itu kim, hehehe. lagipula yang namanya kamus, tiap tahun kan direvisi. kamus kan bukan kitab suci. Bahasa itu produk budaya yang paling cepat berubah. Apa yang kita sebut sekarang bahasa alay, bisa jadi kelak menjadi bahasa baku. It can be!

    bahasa kita sekarang mungkin akan terdengar aneh pada era anak-cucu kita kelak (anak cucu "kita?" ). Sama anehnya saat kita mendengar atau membaca buku pada zaman eyang-eyang kita dulu.

    lagipula di dunia ini apa sih yang tidak berubah? I mean come on... selama ada kesepahaman, menurut saya, oke-oke saja.

    pernah denger syndrom asperger? (saya ga nuduh kamu asperger si)



    *serunya pake discuss itu di sini ya, heheheh.....

    ReplyDelete
  3. @ Huda
    Wah, kalau dibilang makna kata di kamus tidak strict, lantas kita bisa dengan seenak kita mengubah maknanya sesuai dengan maunya kita dong? Kalau begitu, buat apa deh dibikin kamus, apalagi Kamus Besar Bahasa Indonesia? Kamus itu kan membantu kita untuk memahami kata-kata, apa artinya, bagaimana penggunaannya. Kalau kamus seperti yang kamu bilang itu... Kok saya jadi berpikirnya sekalian saja kita masing-masing bikin kamus yang sesuai dengan kehendak hati. :P

    Seperti yang sudah diungkapkan oleh Bebek, mungkin kesepakatan yang agak longgar itu ketika kita berbicara informal. Saya setuju dengan poinnya Bebek, banyak salah kaprah terjadi, tapi gak ada salahnya juga dong meski berbicara informal kita tetap berusaha untuk berbahasa baik dan benar?

    Contoh kecil saja seperti "kita" dan "kami". Atau "secara" seperti yang Mas Iskandar contohkan dikomentarnya di atas. Masih banyak yang suka salah pakai dan ngotot dengan dalih "toh, sama-sama ngerti ini". Kalau gitu, besok-besok jangan heran entah kata apalagi yang mengalami pergeseran makna dan kita hanya cuek saja malah mendukung pemakaian kata yang salah tersebut dengan dalih "yang penting pesannya sampe. yang penting sama-sama ngerti".

    ReplyDelete
  4. Again. Kalau sudah menyangkut kebiasaan di suatu daerah bingung juga. Komentarku sama dengan komentarku ke takodok deh. :)) *dikeplak Ical*

    ReplyDelete
  5. Mudah-mudahan semakin banyak yang benar ya dalam penggunaan kata "kita" dan "kami" ini. :)

    ReplyDelete
  6. kalau di Makassar lain lagi Kim. 'Kita' itu juga bisa bermakna 'Kamu' dalam penggunaan yang lebih halus.

    ReplyDelete
  7. Huaaa... Aku sudah memperkirakan akan ada yang berkomentar seperti ini. Kalau sudah menyangkut kebiasaan suatu daerah susah juga ya... Salah, tapi ya mau bagaimana? Susah juga kan mengubah kebiasaan?

    ReplyDelete
  8. Kesepakatan yang agak longgar itu mungkin lebih bisa dikenal dengan bahasa informal. Sejauh yang saya tahu, bahasa informal memang tidak sama persis dengan bahasa formal dan cenderung lebih banyak salah kaprah dari bahasa formal itu sendiri. Contoh sederhananya ya si "kita" dan "kami" ini.

    Kesepakatan yang agak longgar itu juga gak selalu berarti ada pergeseran makna dari kamus. Pada dasarnya kamus kan dibuat untuk mempermudah penggunaan bahasa dan sebagai alat bantu untuk mengerti arti sebuah kata. Gitu-gitu kamus sebenernya strick lho dalam menentukan arti katanya, cuma orang yang baca kamus aja yang ngeyel.

    Tapi kalo mau dilihat lagi tujuan awal dari komunikasi, tercapainya pemahaman antara pihak-pihak yang sedang berkomunikasi itu memang yang utama. Apa guna berkomunikasi tapi pihak yang bersangkutan tidak saling mengerti? Itu namanya miskomunikasi. :p Tapi, apa salahnya juga kita memakai bahasa yang benar? Para ahli bahasa sudah dengan susah payah menyusun bahasa-bahasa itu agar bisa dimengerti oleh KITA. KAMI sih sudah mengerti, Anda?

    ReplyDelete
  9. kesepakatan yang agak longgar ya itu tadi. Makna yang terkandung pada suatu kata tidak strick seperti yang ada di kamus.--kecuali kalau emang niat ngomong dalam bahasa UUD.

    Dalam konteks penggunaan kata "kita", kita tahu yang dia maksud adalah kami. tapi, toh, komunikasi tetap berjalan lancar to?

    sama dengan istilah "mati lampu". --berdasarkan pengalaman aja si, sewaktu kemarin jagain warnet terus mati lampu. Para pengunjung langsung paham saat saya bilang "mati lampu". padahal, teman saya sempat mengoreksi bahwa kata yang tepat adalah "mati listrik" atau listriknya mati. Coz, kalau lampunya yang mati kan tinggal dinyalain tho?

    tapi yah, karena ada kesepakatan dan kesepahaman, user ga bingung sewaktu dikasi tahu sedang "mati lampu". banyak kok, kata-kata lain yang mengalami bias, but komunikasi tetap berjalan lancar.

    ReplyDelete
  10. kalau di Jambi pemakaian "kami" jadi pengganti orang pertama tunggal macam "aku". Digunakan saat ngomong ke orang yang lebih tua. Di beberapa keluarga dan lingkungan, "aku" itu tidak sopan bila digunakan ke yang lebih tua.

    Salah, tapi begitulah kebiasaan di sana :D

    ReplyDelete
  11. Oya? Argumenmu itu bisa diperkuat dengan argumen orang lain, misalnya guru bahasa?

    Oke katakanlah "kita" itu memang bentuk lebih sopan dari "kami", tapi kenapa KBBI membuat definisi yang berbeda antara keduanya? "Kita" didefinisikan dengan kata ganti orang pertama jamak dan melibatkan orang yang diajak bicara, saat bersama orang lain. Sedangkan "kami" gampangnya gini... "kami" ini meng-excludekan orang yang diajak bicara. "Kami" berbicara tentang kebersamaan dengan orang lain, tapi tidak melibatkan orang yang diajak bicara.

    Dan, seperti yang sudah saya bilang di postingan saya, konsep "kita" dan "kami" memang hanya ada di bahasa Indonesia. Kalau menurut saya sih ya, "kita" dan "kami" ini seperti ingroup dan outgroup. Menggunakan kata "kita" ketika "kita" sama-sama anggota ingroup dan menggunakan "kami" ketika saya dan teman-teman adalah ingroup, sementara Huda adalah outgroup. Ini contohnya saja.

    Misalnya, saya dan teman-teman FC08 bertemu dengan Huda di Jogja. Kemudian saya bilang ke kamu, "Kami (saya dan teman-teman FC08) lapar nih. Kamu tahu gak tempat makan yang enak di Jogja dimana?" Atau, saya dan teman-teman FC08 juga Huda lagi ngobrol-ngobrol nih di tempat makan. Saya bilang lagi, "Eh, abis ini kita (saya, teman-teman FC08, dan Huda sendiri) mau kemana nih?"

    Dan... memang bahasa bukan rumus matematis, tapi bahasa juga punya aturannya sendiri. Buat apa grammar (tata bahasa) dong kalau begitu? Dan kesepakatan yang agak longgar itu yang seperti apa ya? Mohon pencerahannya.

    Menurut saya, bahkan dalam berbahasa pun sebaiknya kita berbahasa baik dan benar. Caranya bagaimana? Ya dengan mengikuti aturan berbahasa. Tapi, jujur saja sih saya sendiri masih banyak membuat kesalahan dan saya setidaknya berusaha untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan itu. :-)

    ReplyDelete
  12. Maaf... Maksudnya apa ya? :-)

    ReplyDelete
  13. Nah, itu. Saya juga gereget sendiri dengan penggunaan kata "secara" yang salah kaprah. :-(

    ReplyDelete
  14. Kalau seperti itu sih saya lebih memilih pakai kata "gue" daripada "kita" untuk kata ganti pertama. =))

    ReplyDelete
  15. Oh iya, tidak apa-apa, Mas Is. Terima kasih sudah dibebaskan dari jaring-jaring akismet. *halah*

    ReplyDelete
  16. "Kita" dan "kami" itu kata ganti orang pertama jamak.

    ReplyDelete
  17. Saya, artikel Kimi, Kita dan Kami :)

    ReplyDelete
  18. kita dan kami berarti jamak ya?

    ReplyDelete
  19. hahaha...pertamax udah ga laku saking mahalnya ya mas iskandar?hehehe

    ReplyDelete
  20. biasanya si penulis itu sadar kok bahwa "kita" berbeda dengan "kami", tapi karena jarang diucapkan dengan benar di kehidupan sehari-hari, maka ujung-ujungnya jadi agak kurang enak dibaca kalau kita pake kata yang benar.

    lebih baik jelek tapi benar, daripada bagus tapi salah :)

    ReplyDelete
  21. kayaknya, "kita" itu bentuk lebih sopan dari kata "kami" deh.

    lagian, setahu saya, kata "kita" itu... kata spesial yang ada di bahasa Indonesia, dan tidak dimiliki bahasa lain. kalau bahasa inggris misalnya, "we" sebagai "kita" dan "kami" penggunaannya rancu kok. konsep "kekitaan" memang ciri khas "kita" kok, sebagai bangsa indonesia. heheheh

    lagipula bahasa itu kesepakatan (dan sering kali kesepakatan ini agak longgar). Bahasa kan bukan rumus matematis, kim.

    ReplyDelete
  22. Oya, maaf ya mbak. Tadi komentar mbak di blog saya sempat terjaring karena mengandung kata "pertamax". Sudah saya bebasin kok.

    ReplyDelete
  23. Bener banget tuh. Kayaknya sekarang sudah terjadi kesalahan massal deh terkait penggunaan kata "kita". Di sisi lain, kata "kami" sudah sangat jarang digunakan sebagai pengganti kata jamak pertama. Sama halnya dengan kata "secara" yang juga banyak salah kaprah :(

    ReplyDelete
  24. Kim, kita kalau nulis seringnya pake kita atau kami ya? :lol:

    *Dalam hati Kimi, "Kita? Lo aja kali~~" :))

    Yang ini tricky sih emang. Tapi, saya juga sering merasa terganggu kalau ada yang pakai `kita` tidak pada tempatnya. Apalagi kan saya aslinya tinggal di Bekasi ya, itu untuk menyebut kata ganti pertama pun sering pakai `kita` ketimbang `aku` atau `saya` kalau merasa `gue` itu kurang sopan. Lucu sekaligus annoying sih, hahaha.

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.