Dilema

Day 126. Post a Day 2011.

Katanya kerja itu yang sesuai dengan hobi. Mengerjakan hobi pasti menyenangkan ya. Jadi, (katanya) kita bisa maksimal kerjanya. Atau bekerja sesuai dengan passion kita. Sudah kerja sesuai dengan hobi/passion dan digaji pula. Kurang menyenangkan apa? Eksistensi sebagai manusia pun rasanya semakin berarti. Halah, ngomongnya berat.

Tapi, kalau berbicara soal hobi, ya hobi saya futsal dan baca buku. Kalau ditanya passion ya futsal dan buku. Kerjanya yang terkait dengan itu apa? Jadi atlet futsal? Telat. Harusnya dari kecil saya diarahkan untuk jadi atlet. Lah, sudah umur segini gimana cerita mau jadi atlet? :O Mau buka perpustakaan? Jadi penulis? Jadi editor? Kerja di toko buku? Ng... sebenarnya opsi kerja di perpustakaan dan kerja di toko buku oke juga sih... Biar saya bisa baca buku gratis. Digaji pula. Tapi, ilmu saya nggak di sana.

Ujung-ujungnya balik lagi ke idealisme. Maklum baru lulus kuliah, jadi idealismenya masih membara. Kalau ditanya soal idealisme, inginnya sih kerja yang sesuai dengan ilmu saya. Sudah capek-capek lima tahun kuliah, tapi kalau kerjanya jadi teller di bank rasanya gimana gitu ya.

Kalau ditanya lagi soal idealisme, inginnya sih saya bisa memberdayakan diri saya membangun kampung halaman saya dengan ilmu saya. Kalau kerja di kampung halaman, saya tidak perlu merantau ke Jakarta dan semakin membuat sesak ibukota. Kasihan Jakarta. Sudah tidak mampu lagi menampung individu-individu yang terus berdatangan ke sana mencari penghidupan yang lebih baik.

Well, ada tawaran yang menarik untuk itu. Saya bisa menggunakan ilmu saya, bisa membangun kampung halaman saya dengan cara saya, plus saya percaya dalam prosesnya saya akan bisa berkembang. Saya bisa menjadi individu yang lebih baik. Ilmu saya akan semakin bertambah, koneksi saya akan semakin luas, teman akan semakin banyak, dan banyak individu yang bisa mendapat manfaat dari saya (setidaknya, saya merasa seperti itu). Kemampuan sosial saya juga bisa berkembang.

Tapi... Di balik tawaran yang menarik itu ada harga yang harus dibayar. Ada yang harus dikorbankan. Dan saya tahu saya belum siap untuk mengorbankan idealisme saya yang satu lagi: kebebasan.

12 comments

  1. Buka/gabung sekolah sepak bola di kampung halaman? :P

    ReplyDelete
  2. Memang jadi gak bebas, gitu, kalo ngambil tawaran kerja itu? Penasaran =D

    ReplyDelete
  3. di sini lapangan sepak bolanya dimana? :))

    ReplyDelete
  4. yang gampang dan tidak mengorbankan idealisme kak kim, membuka usaha lapangan futsal + taman buku gratis..  justcomment

    ReplyDelete
  5. Merantau kim, tapi jangan ke Jakarta. Bandung, atau Manado gitu, kalo ada tawaran... :D

    ReplyDelete
  6. "Kalau ditanya lagi soal idealisme, inginnya sih saya bisa memberdayakan diri saya membangun kampung halaman saya dengan ilmu saya. Kalau kerja di kampung halaman, saya tidak perlu merantau ke Jakarta dan semakin membuat sesak ibukota. Kasihan Jakarta. Sudah tidak mampu lagi menampung individu-individu yang terus berdatangan ke sana mencari penghidupan yang lebih baik."

    mulia sekali ... like this! :)

    ReplyDelete
  7. Kalo aku sih memisahkan hobi dan pekerjaan. Jangan sampe hobi itu jadi pekerjaan, karena kalo kita capek sama kerjaan, lalu kita mau release stress ke mana? :D kalo ada dua hobi atau lebih, mungkin menyenangkan.

    Tapi tentang idealismemu memajukan kampung halaman, that's a two thumbs up!

    ReplyDelete
  8. Baiklah... Sedang mencari tawaran nih. Mas Jensen ada kenalan? :D

    ReplyDelete
  9. Idealismeku sih itu... Mudah2an idealismeku tak pernah luntur ya. :)

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.