Katanya Wajib

Beberapa hari ini kepikiran soal ikhlas. Katanya beribadah itu harus ikhlas karena Tuhan, yah terlepas soal urusan pahala-dosa dan surga-neraka ya. Sholat, puasa, zakat, pakai jilbab bagi yang perempuan, dan sebagainya.

Penggemar: Itu kan wajib, Kim. Harus dilakukan!

Iya sih. Tapi pertanyaan saya adalah ketika kita melakukannya lantas kita tidak ikhlas bagaimana? Ambil contoh soal jilbab. Sebut saja namanya Bunga. Dia dipaksa memakai jilbab oleh orangtuanya. Dalam hatinya sebenarnya dia memberontak meski dia tahu pakai jilbab itu wajib bagi perempuan yang sudah akil baligh. Dengan sangat terpaksa pakailah dia jilbab demi orangtuanya yang memintanya. Dia tidak mau menyakiti hati kedua orangtuanya. 

Sekarang apa enaknya melakukan sesuatu kalau tidak ikhlas? Pakai jilbab tiap hari tapi hati ngedumel. Untuk apa? Demi menyenangkan orangtua dan takut azab Tuhan? 

Contoh lainnya sebut saja namanya Kembang. Kembang sangat bersemangat mau pakai jilbab karena alasannya satu: buat menutupi rambutnya yang ketombean. Bukan karena Tuhan, bukan karena disuruh orangtua, tapi karena dia tidak pede disebabkan ketombe. Setidaknya dia pikir pakai jilbab itu solusi praktis. Bisalah menutupi rambutnya yang berketombe barang sebentar. Soalnya Kembang sudah pakai shampo anti ketombe merk apa saja, tapi ketombenya masih muncul. Mungkin kita harus suruh dia untuk pergi ke dokter. :O

Satu contoh lagi ya. Soal puasa nih. Kita puasa atau tidak memang tidak ada yang tahu selain diri kita sendiri dan Tuhan. Mari kita sebut namanya Pohon. Okelah dia berpuasa, tapi kalau dia tidak ikhlas bagaimana? Entah apapun alasannya kita berpikir puasa itu sebenarnya untuk apa? Tidak penting. Hati nuraninya mulai mengkritisi nilai-nilai yang selama ini dianutnya. Peperangan batin lah istilah kerennya. Kalau sudah begitu bakal sampai tidak puasa Pohon itu ke Tuhan?

Nah, kalau sudah tidak ikhlas begini bagaimana? Mau dipaksakan bagaimana juga ya tetap seperti ada yang menyangkut di hati. Tetapi, katanya wajib. Jadi, pilih mengikuti hati nurani atau mengikuti "katanya wajib"?

6 comments

  1. maka harus ikhlas dong... kalau belum bisa belajar saja jadi ikhlas... contohnya bagus bagus.... begitulah hidup banyak keterpaksaan.. kalau saya tidak akan memaksa apa apa...

    ReplyDelete
  2. Iman itu mencakup tiga : hati, lisan dan perbuatan. Iman di hati tanpa perbuatan sama seperti teori tanpa praktek. Tak bermanfaat nyata, sebagaimana Orang Yahudi yang tahu dan hafal isi Taurat tapi mereka tidak mau mempraktekkan ajarannya. Iman di lisan dan perbuatan tanpa keyakinan hati berarti munafik. Hati itu urusan Allah:


    Dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim (no. 2654), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hati manusia semuanya (berada) di antara dua jari dari jari-jari Ar Rahman (Allah Ta’ala), seperti hati yang satu, yang Dia akan memalingkan (membolak-balikkan) hati tersebut sesuai dengan kehendak-Nya”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa:


    "Allahumma mushorrifal quluub shorrif quluubana ‘ala tho’atik." [Ya Allah yang memalingkan (membolak-balikkan) hati manusia, palingkanlah hati kami di atas ketaatan kepada-Mu]


    Dan syari'at Islam diturunkan bukanlah untuk membuat manusia berat, tapi demi kebaikan manusia itu sendiri. Dunia akhirat.


    Hati nurani yang jernih dan mau menerima kebenaran akan tunduk pada perintah Tuhannya. Hati itu adalah hati yang tidak lalai dan banyak mengingat Allah di mana pun ia berada. Niat seluruh perbuatannya jauh menembus ruang dan waktu di dunia fana, mengingat bahwa ada akhirat kekal di depan sana.

    Perbuatan yang baik dan shalih adalah perbuatan yang bersesuaian dengan perintah Allah. Bukan yang menyelisihinya. Perbuatan itu akan mendapatkan balasan tidak hanya di dunia, namun juga berlipat-lipat di Surga.

    Ketahuilah bahwa hidayah itu ada dua : hidayah taufiq dan hidayah Islam. Hidayah Islam adalah petunjuk yang nyata, sebagaimana wajibnya jilbab untuk muslimah. Namun agar hidayah Islam itu diterima, seseorang memerlukan hidayah taufiq. Hidayah taufiq adalah hidayah yang hanya Allah yang bisa memberikannya. Hanya Allah yang bisa melapangkan hatinya untuk menerima Islam dan seluruh ajarannya.


    Allahumma mushorrifal quluub shorrif quluubana ‘ala tho’atik..

    ReplyDelete
  3. mungkin perlu dipertimbangkan juga, esensi dari tiap aturan itu sebenarnya apa? #tsaah sok banget ngomong esensi. Misal, kenapa jilbab diwajibkan? ada ngga' hubungannya dengan budaya? terus teks-teks yang mewajibkan jilbab diturunkannya kapan--dan kondisi umat jaman itu kaya gimana? jadi selain melihat teks, pertimbangkan juga konteksnya #halah sokbanget.


    pada akhirnya, setiap tindakan itu kan dipertanggungjawabkan secara pribadi kan ya?

    ReplyDelete
  4. menurutmu, Kim ?
    *lah balik nanya* :|

    ReplyDelete
  5. interior consultantJuly 5, 2012 at 3:29 PM

    setujuuu...apapun kalau terpaksa pasti hasilnya juga terpaksa ...

    ReplyDelete
  6. apa bedanya menuruti hati nurani dengan menuruti nafsu? hihih, pusing deh

    hati nurani saya ogah puasa
    nafsu saya ogah puasa

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.