Cerita Tentang Kematian

Kali ini saya ingin kembali menulis tentang kematian. Sudah satu bulan terakhir saya tertarik dengan topik yang satu ini. Saya mengunduh banyak ebook tentang kematian baru dua ebook yang saya baca dan setiap ada artikel yang membahas kematian, grieve, bereavement, atau apapun yang terkait segera menarik perhatian saya. Mungkin saya hanya sedang dalam proses mencari jawaban, hiburan atau ketenangan bahwasanya saya tidak perlu takut dengan kematian. Atau yang lainnya. If you know what I mean.

Anehnya, meski saya sudah berusaha "mendekatkan diri" dengan kematian, saya tetap saja takut. Tidak seperti Eowyn yang dengan mantap bilang, "I fear neither dead nor pain." Dan, dalam proses itu saya menemukan sebuah video bagus di TED. Tentu saja tentang kematian.




Stephen Cave memulai narasinya dengan bertanya, "Who here remembers when they first realized they were going to die?" Siapa yang masih ingat untuk pertama kalinya bahwa kita akan mati? Dan pertanyaan berikutnya adalah kenapa sih kita begitu takut akan kematian? Toh, bukannya kita semua akan mati?
Kemudian Bapak Cave bilang begini:
"This is, if you like, our curse. It's the price we pay for being so damn clever. We have to live in the knowledge that the worst thing that can possibly happen one day surely will the end of all our projects, our hopes, our dreams, of our individual world. We each live in the shadow of a personal apocalypse. And that's frightening. It's terrifying. And so we look for a way out."
Apakah ada jalan keluar dari kematian? Menurut Pak Cave kita berusaha mencari cara untuk mengatasi teror kematian yang terus membayangi manusia. Cara untuk menenangkan manusia dari kematian adalah keabadian. Tapi, bagaimana mungkin? Bukankah manusia adalah makhluk fana? Bagaimana caranya manusia bisa memperoleh keabadian? Pak Cave bilang ada empat cerita yang terus-menerus diceritakan dari satu generasi ke generasi berikutnya tentang keabadian.
Cerita pertama adalah tentang menghindari kematian dengan cara mencari obat ramuan atau apapun yang bisa membuat kita hidup selamanya. Kita sering mendengar tentang elixir, alchemist, dan di masa modern sekarang ini kita mendengarnya melalui sains. Kita mendengar tentang penelitian untuk mengobati atau mencegah aging, tentang stem cell, genetic engineering, dan sebagainya. 
"When we look back through history at all those who have sought an elixir in the past, the one thing they now have in common is that they're all dead."
Cerita kedua adalah resurrection. Kita bisa menerima kenyataan bahwa kita akan mati, tapi kita bisa bangkit dari kematian, seperti Yesus. Dan di era saintifik sekarang ini ada yang namanya cryonics, yaitu ketika kita mati kita akan dibekukan dengan harapan di masa yang akan datang ketika teknologi semakin canggih kita bisa dibangkitkan kembali. 
Cerita ketiga adalah kita bisa hidup abadi sebagai "soul". Raga kita boleh mati, tapi tidak dengan jiwa kita. Ini pandangan yang sangat umum karena banyak agama yang mengatakan demikian. Bahwasanya ada kehidupan setelah mati. Orang-orang beragama percaya ini. Dan bagi yang akrab dengan filsafat dualisme pasti sudah tidak heran. Di era digital seperti sekarang ide tentang soul ini tetap menarik. Pak Cave memberikan contoh yang menarik:
"... The idea of soul is still hugely popular. nonetheless we are again reinventing it for the digital age, for example with the idea that you can leave your body behind by uploading your mind, your essence, the real you onto a computer. and so live on as an avatar in the ether."
Cerita keempat adalah warisan (legacy). Untuk hidup abadi kita bisa meninggalkan warisan untuk dikenang, bisa berupa ketenaran. Nama-nama besar yang kita kenal dalam sejarah hidup abadi karena cerita mereka yang tidak habis untuk terus diceritakan dari masa ke masa. Tapi, seperti yang Pak Cave bilang, kita tidak perlu jadi raja yang hebat atau pahlawan yang hebat untuk tenar kok. Terus, apa yang diperlukan dong? 
"All you need is an internet connection and a cat."
Di era internet sekarang ini dimana kita semua saling terhubung memang sangat mudah untuk mendapatkan ketenaran. Punya blog salah satunya. Ihiy. :mj
Tentu tidak semua orang ingin meninggalkan warisan hanya dengan ketenaran saja. Tentunya ada yang beranggapan dengan memiliki anak bisa membuatnya abadi. Karena dia telah mewariskan dirinya ke anaknya, melalui gen-gen.
Itulah empat cerita yang seringkali kita dengar dan kita percaya. Kita percaya dengan cerita-cerita ini karena kita bias. Kita bias karena kita takut akan kematian. 
"Are we doomed to lead the one life we have in a way that is shaped by fear and denial, or can we overcome this bias?"
Pak Cave kemudian memberikan wejangannya. Dan bagian wejangan ini saya sangat suka. ^_^
"Now I find it helps to see life as being like a book: Just as a book is bounded by its cover. by beginning and end, so our lives are bounded by birth and death. And even though a book is limited by beginning and end, it can encompass distant landscapes, exotic figures, fantastic adventures. And even though a book is limited by beginning and end, the characters within it know no horizons. They only know the moments that make up their story, even when the book is closed. And so the characters of a book are not afraid of reaching the last page. Long John Silver is not afraid of you finishing your copy of Treasure Island. And so it should be with us. Imagine the book of your life, its covers, its beginning, and end, and your birth and your death. You can only know the moments in between. The moments that make up your life. It makes no sense for you to fear what is outside of these covers, whether before your birth or after your death. And you needn't worry how long the book is or whether it a comic strip or an epic. The only thing that matters is that you make it a good story."
Jadi, apakah kita sudah bikin cerita yang bagus?

8 comments

  1. bagaimana kalau kita membuat banyak drama in between our beginning and the end? hihi

    ReplyDelete
  2. Km mau buat drama yg seperti apa? :)

    ReplyDelete
  3. Tapi tetap saja, kematian masih merupakan hal menakutkan bagiku. Kayaknya kalau saatnya tiba, aku bakal susah melewatinya.

    ReplyDelete
  4. Wah, minat dan bacaan Kimi unik-unik, ya, hehe....

    Btw,
    sebaliknya, ajaran agama justru selalu mengingatkan kita tentang
    "outside of these covers". Dari situ kita didorong untuk membuat cerita
    yg bagus, yakni dengan menjadi orang baik di dunia ini :D

    ReplyDelete
  5. mas mau nanya, itu tour yang dari malang ke bromo ada kontaknya ga? trus itu berapa ya /pac?

    ReplyDelete
  6. Kalau saatnya tiba, bukan soal susah atau tidak susah, Man. You'll be dead. How do you suppose to feel that anyway? Hehehehe...

    ReplyDelete
  7. Pertanyaanku sama dengan Mbak Tina Latief. Mas Jarwadi mau buat drama yang seperti apa? hihihihi...

    ReplyDelete
  8. Tapi, poinnya di sini adalah gak usah memusingkan ajaran agama atau apapun. Karena seperti yang Pak Cave bilang we don't need to worry about our book covers. Gak usah pedulikan apa yang akan terjadi setelah nanti kita mati, apakah ada surga dan neraka, ada siksa atau tidak, yang terpenting adalah kita tetap membuat cerita yang bagus untuk diri kita. :)

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.