Seratus Hari Papa

Tidak terasa Papa sudah meninggalkan kami seratus hari, tepatnya pada tanggal 12 Maret 2014 yang lalu. Untuk mengenang dan mendoakan beliau, kami mengadakan tahlilan di dua tempat, yaitu di rumah dan di kampung. Di rumah kami hanya mengundang tetangga dan saudara-saudara dekat. Sementara di kampung, kami mengundang warga. 

Terlepas di internal keluarga kami sendiri ada yang tidak setuju diadakan tahlilan, dengan segala argumen yang diberikan, toh majority rules. Kami tetap melaksanakannya. Kami sekeluarga menganut kebiasaan tahlilan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, dan seratus hari. Saya yang dulu sempat mempertanyakan kegunaan tahlilan (dan dibalik itu ada pertanyaan dan keraguan lanjutan) sekarang saya pikir tidak ada salahnya dengan tahlilan. Memang betul untuk mengenang Papa dan mendoakan beliau tidak mesti menunggu tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, atau seratus hari. Kami bisa mendoakan beliau kapan saja. Tapi, seperti yang Bakas Barmawi (beliau ini masih bisa dibilang kakek. Jangan tanya ke saya bagaimana silsilahnya. :P ) bilang dalam ceramahnya di kampung kemarin, "Tujuan diadakan tahlilan ini ada tiga. Pertama, mengingat kematian. Kedua, mendoakan almarhum. Ketiga, menghibur keluarga yang sedang berduka." Kalau boleh saya tambahkan lagi, tahlilan bisa juga untuk menjaga tali silaturahmi. :)

Penggemar: Kim, kok tahlilannya bisa di dua tempat begitu? Kesannya kok seperti pesta...

Tadinya sih mau diadakan di kampung bertepatan tanggal 12 Maret kemarin, tapi kakak tertua saya mengusulkan agar tahlilan digeser ke hari Sabtu (15/03) kemarin. Sebelumnya kami sekeluarga sudah sepakat untuk tahlil seratus hari akan diadakan di kampung. Supaya kami sekalian bisa berkunjung ke makam Papa dan warga kampung di sana bisa turut mendoakan Papa. Sebagai bentuk penghargaan dan terima kasih kepada mereka yang menghormati dan mencintai Papa. Rupanya, tetangga kami juga ingin ada tahlilan di rumah kami. Mereka juga ingin ikut mendoakan Papa. Begitulah ayah saya. Hingga di saat beliau sudah tidak ada masih banyak orang yang sayang dan peduli dengannya. :)


Ayah saya memang ganteng. Pembaca dilarang protes! :P


Berangkatlah saya ke kampung hari Jumat kemarin. Kampung ayah saya jauh. Perjalanan dari Bandar Lampung sampai ke kampung Papa yang letaknya di kabupaten Way Kanan bisa 6 - 7 jam perjalanan. Sudah jauh, jalannya jelek pula. Butuh waktu 2 jam sendiri untuk masuk ke kampung karena jalannya yang jelek itu. xP

Berangkat pukul 7.30 dari Bandar Lampung, kami baru sampai di kampung sekitar pukul 14.30. Jangan tanya bagaimana lelahnya saya karena ya sudah pasti lelah banget. Capek. Namun, rasa capek itu terbayar sudah saat saya mengunjungi Papa. 




Setelah tiga bulan lebih saya baru bisa ziarah lagi kemarin itu. Ternyata tiga bulan tidak ke sana, saya rupanya kangen berat. Mungkin itu penyebabnya kenapa saya belakangan sering sekali memimpikan Papa. Terus, suka cranky juga. Bete tanpa alasan jelas, tidak tenang, banyak yang dipikirkan. Sudah curhat ke kakak, pacar, teman, tapi saya tetap masih jadi orang yang menjengkelkan. Pas sudah ke tempat Papa, eh kok ya langsung lempeng. Langsung lega. Harus curhat ke Papa dulu sepertinya baru bisa lega. :O

Di kampung sudah jadi kebiasaan kalau ada hajatan ibu-ibu bakal datang ke tempat yang punya hajatan untuk bantu-bantu masak. Saya yang tadinya mau diberdayakan ibu saya buat bantu-bantu beliau. saya malah bingung juga mau bantu apaan. Lha wong, ibu-ibu yang datang sudah banyak begitu. Mereka sudah siap dengan membawa pisau sendiri dari rumah. Nah, daripada saya ngerecokin mereka jadi ya saya foto-foto saja. Hihihi...


foto dulu sebelum ke makam


rumah di kampung. abaikan bendera partainya ya. :P


Mama juga ikutan masak


Mencicipi hasil masakan sendiri


Terakhir, om saya juga mau ikutan nampang di sini. :O




Sepertinya baru kali ini saya update blog dengan foto-foto sebanyak ini. Mudah-mudahan setelah ini saya semakin semangat buat foto biar blog foto saya ada isinya. :r

12 comments

  1. semoga yang papa tenang di alam sana ya mas dan dosa nya diampuni oleh yang diatas amin :)

    ReplyDelete
  2. Waktu baca ulang novel Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh, entah kenapa saya langsung ingat mba Vicky ketika baca gaya bahasanya si Bintang Jatuh (Diva). Sama-sama pedas tapi logis.

    ReplyDelete
  3. aku turut kirim Al-Fatihah ya, kimi :)

    ReplyDelete
  4. *Baca Al-Fatihah dari sini.

    Hmmm.... papanya Kimi mirip sama Kimi, ya..... *sok tau :))

    ReplyDelete
  5. Hahaha... Iya. Sok tau kamu. :P

    ReplyDelete
  6. Nayarini EstiningsihMarch 20, 2014 at 3:00 PM

    Ahhh Kimi. Kamu masih sayang aja sama blogku...padahal akunya jarang ke sini *keplak diri sendiri* - Dan merasa tertampar karena ga bisa lagi update blog tiap hari seperti dulu *keplak Ethan* :D

    ReplyDelete
  7. Fotomu mana Kim :)
    Semoga papamu istirahat dengan damai senantiasa.

    ReplyDelete
  8. Fotoku gak ada, Mbak. Gak senang difoto sih. Hihihi...


    Amin, Mbak. Semoga papa istirahat dengan damai di sana. :)

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.