*Tulisan ini adalah rangkuman berseri dari buku Social Psychology karangan David G. Myers. Untuk Bab 2 bisa dibaca di sini.
**Tulisan ini cukup panjang. Jika kalian lelah, ada baiknya beristirahat dulu baru nanti dilanjut lagi bacanya.
***
Chapter 3: Social Beliefs and Judgments
Perceiving Our Social World
Asumsi dan prasangka yang kita punya sangat kuat memengaruhi bagaimana cara kita menginterpretasikan dan mengingat sebuah peristiwa. Pada sub bab ini kita akan membahas priming, beberapa penelitian, dan hal-hal yang terkait dengan persepsi kita dalam dunia sosial.
Priming
Ketika mendapatkan stimulus yang tidak disadari, ia bisa memengaruhi cara kita menginterpretasikan dan mengingat sebuah peristiwa. Sistem memori kita adalah sebuah jaringan asosiasi dan priming adalah sebuah usaha untuk mengaktifkan asosiasi tertentu di dalam memori kita. Definisi lengkapnya:
Priming is activating particular associations in memory.
Misalnya penelitian yang dilakukan oleh John Bargh et al. (1996). Dalam penelitiannya ia meminta partisipan untuk melengkapi sebuah kalimat dengan kata-kata old, wise, dan retired. Sesudahnya, mereka mengobservasi para partisipan ini berjalan lebih lambat menuju elevator dibandingkan kelompok partisipan yang tidak diberi tugas melengkapi kalimat dengan kata-kata terkait aging. Inilah yang dimaksud dengan priming.
Contoh lainnya dari penelitian dari Rob Holland dan koleganya (2005). Dari penelitiannya mereka mengobservasi mahasiswa yang terpapar wangi dari produk pembersih ternyata lebih cepat dalam mengidentifikasi kata-kata terkait dengan kebersihan. Penelitian lanjutannya, mahasiswa yang terpapar wangi produk pembersih ini ketika ditanya apa kegiatan mereka sebelumnya pada hari itu, maka mereka lebih mudah untuk me-recall kegiatan mereka terkait bersih-bersih, misalnya membereskan kamar, mencuci, dan lain-lain. Bahkan, mereka tetap berusaha menjaga kebersihan meja mereka dari remahan kue kering di saat mereka sedang ngemil kue kering tersebut. Sebagai tambahan, efek dari partisipan ini muncul tanpa mereka sadari bahwa mereka terpapar wangi dari produk pembersih tersebut dan apa pengaruhnya. Dengan kata lain, mereka sudah berhasil terkena efek priming (terpapar wangi produk pembersih).
Dari studi-studi efek priming yang ada kita dapat menyimpulkan bahwa kebanyakan proses informasi sosial kita terjadi secara otomatis. Tidak disengaja, tidak terlihat, dan terjadi tanpa kita sadari.
Perceiving and Interpreting Events
Kesan pertama itu penting. Dan kita jarang salah menilai orang lain pada kesan pertama. Kalau di Psikologi ada istilah thin slice judgment. Saya pernah membahas jurnal terkait thin slice judgment itu di sini. Lebih lanjut lagi, setelah kesan pertama dan semakin lama kita mengenal seseorang, maka semakin akurat kita bisa membaca pikiran dan perasaannya.
Namun, ada kalanya prejudgment kita bisa salah. Persepsi sosial sangat tergantung pada si pengamat, jika ada dua orang mendapat stimulus yang sama, mereka dapat memaknainya secara berbeda. Contoh umumnya: pada pertandingan sepakbola seringkali kedua fans tim yang bertanding menuduh wasit berat sebelah memihak tim lawan. Karena kita sebelumnya sudah memiliki prejudgment kita membela tim kesayangan kita.
Kesimpulannya adalah kita melihat dunia sosial kita dari kacamata kita sendiri, baik itu keyakinan kita, sikap, dan nilai-nilai yang kita anut. Karena itulah alasan kenapa keyakinan kita sangat penting. Keyakinan kita itu membentuk interpretasi akan segala hal.
Belief Perseverance
Apakah yang dimaksud dengan belief perseverance?
Belief perseverance is persistence of one’s initial conceptions, as when the basis for one’s belief is discredited but an explanation of why the belief might be true survives.
Contoh yang paling mudah adalah fans bumi datar. Meski sudah dikasih bukti-bukti bahwa Bumi itu bulat, mereka tetap meyakini bahwa bumi itu datar. Atau, dulu pas orang-orang masih percaya Bumi adalah pusat tata surya. Namun, setelah dibantah oleh Copernicus dan Galileo dengan memberikan bukti bahwa yang menjadi pusat tata surya adalah matahari, Gereja tidak percaya dan tetap meyakini Bumi sebagai pusat tata surya.
Judging Our Social World
Mekanisme kognitif manusia sebenarnya efisien dan adaptif, tetapi adakalanya cenderung salah. Tak heran kita suka salah dalam menilai sesuatu; dokter salah menilai pasien, suami salah menilai istri, orang kulit putih salah menilai orang kulit hitam. Efeknya bisa berbahaya, seperti salah diagnosa, perceraian, dan sentimen rasis.
Intuitive Judgments
Seberapa pentingkah intuisi? Bagi pendukung "manajemen intuisi" ini sangat penting. Mereka percaya kita sebaiknya selalu mengandalkan intuisi kita. Dalam menilai orang lain, kita jangan terlalu mengandalkan "otak kiri" kita dan lebih baik memakai "otak kanan" kita. Apakah yang dimaksud oleh para pendukung intuisi bahwa informasi penting segera muncul tanpa adanya analisis yang dilakukan oleh kesadaran kita? Riset priming menunjukkan bahwa alam bawah sadar kita memang banyak mengontrol perilaku kita. Seperti yang dijelaskan oleh John Bargh dan Tanya Chartrand (1999)
Most of a person’s everyday life is determined not by their conscious intentions and deliberate choices but by mental processes that are put into motion by features of the environment and that operate outside of conscious awareness and guidance.
Dua macam proses berpikir, yaitu controlled processing dan automatic processing. Controlled processing adalah proses berpikir eksplisit yang disengaja, reflektif, dan dilakukan secara sadar. Sementara automatic processing adalah proses berpikir implisit yang terjadi tanpa perlu usaha, kebiasaan, dan tanpa disadari, kurang lebih sama dengan intuisi.
Heuristic: Mental Shortcuts
Dengan begitu banyaknya informasi yang tersedia dan waktu yang sedikit untuk memprosesnya, sistem kognitif kita bekerja secara cepat dan efisien. Otak kita spesialisasi berpikir mencari jalan pintas. Ini namanya heuristics, yaitu strategi berpikir yang memungkinkan kita membuat keputusan dengan cepat dan efisien. Heuristics memudahkan hidup kita dalam membuat keputusan rutin kita sehari-hari dengan usaha minimal. Kecepatan berpikir intuitif begini membantu kita dalam bertahan hidup. Contohnya, tiap manusia purba melihat ada predator, dia secara otomatis akan berpikir untuk kabur dan lari.
Ada dua macam heuristics, yaitu representativeness heuristics dan availability heuristics.
Representativeness heuristics adalah:
the tendency to presume, sometimes despite contrary odds, that someone or something belongs to a particular group if resembling (representing) a typical member.
Misalnya, ada seorang wanita bernama Linda, umur 31, single, dan pintar. Dia selalu berpakaian rapi dan wangi. Jurusan kuliahnya dulu adalah filsafat. Sewaktu masih menjadi mahasiswi, dia sangat concern dengan isu-isu wanita, diskriminasi, dan isu sosial lainnya. Jika ditanya apakah pekerjaan Linda dari deskripsi tersebut:
a. Linda seorang pegawai bank
b. Linda seorang pegawai bank dan seorang feminis
maka kita akan cenderung untuk memilih B karena deskripsi tersebut merupakan deskripsi yang kita ketahui merupakan representasi dari feminis.
Dan availability heuristics adalah:
a cognitive rule that judges the likelihood of things in terms of their availability in memory. If instances of something come readily to mind, we presume it to be commonplace.
Contohnya kita takut naik pesawat setelah melihat berita kecelakaan pesawat di televisi. Jadi, kita berpikir naik pesawat kemungkinan untuk kecelakaannya lebih besar ketimbang naik mobil.
Tabel di bawah ini memudahkan kita untuk memahami perbedaan keduanya.
klik gambar untuk memperbesar
Counterfactual Thinking
Counterfactual thinking is imagining alternative scenarios and outcomes that might have happened, but didn’t.
Menurut Epstude dan Roese (2008) membayangkan skenario alternatif yang buruk membuat kita merasa lebih baik dan membayangkan skenario yang lebih baik membuat kita akan mempersiapkan segala sesuatunya lebih baik di masa depan. Misalnya, Joni dapat nilai A- untuk salah satu mata kuliah. Sedikit lagi Joni bisa mendapat A. Joni membayangkan dia mendapat nilai A sehingga dia bertekad dia akan berusaha untuk mendapat A di ujian berikutnya. Atau, Wati mengalami kecelakaan motor dan kakinya luka ringan. Wati akan bilang, "Alhamdulillah, ya Allah, cuma luka ringan. Untung saya nggak patah kaki."
Moods and Judgments
Mood kita akan mempengaruhi penilaian kita terhadap sesuatu. Mood pervades our thinking. Manusia bukan komputer, melainkan makhluk emosional. Mood depresif akan membuat seseorang tidak dapat berpikir jernih. Sementara orang-orang yang mood-nya bahagia, mereka cenderung lebih mudah percaya, lebih ramah, dan lebih responsif.
Explaining Our Social Worlds
Penilaian kita akan orang lain tergantung dari bagaimana kita menjelaskan perilaku mereka. Kita bisa menilai perbuatan membunuh itu sebagai pembunuhan (tindakan kriminal), membela diri, atau sebuah tindakan heroik. Teori atribusi bisa menjelaskan ini.
Attributing Causality: To the Person or the Situation
Kita selalu menganalisa tanpa henti dan mendiskusikan kenapa hal-hal terjadi, terutama ketika kita mengalami peristiwa yang tidak diinginkan atau yang tidak terduga.
Attribution theory is the theory of how people explain others’ behavior—for example, by attributing it either to internal dispositions (enduring traits, motives, and attitudes) or to external situations
Jenis-jenis atribusi ada dua, yaitu dispositional attribution (mengatribusikan perilaku pada disposisi internal dan traits individu) dan situational attribution (mengatribusikan perilaku pada lingkungan/situasi). Misalnya, pada pasangan yang bahagia, jika pasangannya telat datang kencan, dia akan mengatribusikannya pada situasi, "Dia telat soalnya jalanan macet." Sementara pada pasangan yang tidak bahagia, dia akan mengatribusikannya pada pasangannya, "Dia telat karena dia memang sudah tidak sayang aku lagi." Atau, "Dia telat karena pasti deh dia jalan dulu sama perempuan/pria lain."
Misattribution is mistakenly attributing a behavior to the wrong source.
Contoh dari misatribusi ini adalah pria suka salah mengira sikap ramah perempuan dianggap sebuah undangan untuk berbuat lebih. Pria menganggap bahwa perempuan tersebut senang digoda dan mengajak untuk berbuat seks. Menyalahartikan sikap ramah perempuan tersebut berkontribusi pada pelecehan seksual dan date rape. Antonia Abbey dan koleganya dalam penelitiannya seringkali menemukan hasil serupa.
Misatribusi ini biasa terjadi pada pria yang memiliki power. Manager yang mengira karyawan perempuannya yang tersenyum sebagai sebuah sikap merayu. Makanya tidak heran kalau di mana-mana, pria menjustifikasi pemerkosaan dengan alasan, "Perempuannya mau kok. Perempuannya menggoda saya."
The Fundamental Attribution Error
Fundamental attribution error is the tendency for observers to underestimate situational influences and overestimate dispositional influences upon others‘ behavior.
Manusia cenderung untuk "menyalahkan" orang lain ketimbang belajar untuk melihat pengaruh situasi terlebih dahulu.
Apa yang menyebabkan kita melakukan fundamental attribution error?
1. Perspective and situational awareness
2. Cultural differences
Expectations of Our Social Worlds
Self fulfilling prophecy is a belief that leads to its own fulfillment. Seorang guru yang menilai atau mengevaluasi muridnya pintar akan mendapat nilai bagus dan sebaliknya jika menilai buruk maka muridnya akan mendapat nilai buruk. Guru tersebut tanpa disadarinya telah melakukan self fulfilling prophecy pada si murid sehingga muridnya meyakininya dan kesampaian.
klik gambar untuk memperbesar
Conclusions
Dari pembahasan panjang ini kita dapat menyimpulkan bahwa studi-studi kognisi sosial yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa sebenarnya otak kita ini hebat sekali. Otak kita memproses informasi dengan efisien dan adaptif. Akan tetapi, otak kita juga rentan untuk melakukan kesalahan. Orang pintar tidak menjamin dia kebal dalam thinking biases ini. Kebanyakan studi dilakukan dengan mahasiswa di universitas bergengsi menjadi partisipannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang bisa menjadi sangat pintar dan sangat bisa melakukan bad judgment.
Jadi, demikianlah rangkuman Bab 3 dari bukunya Bapak Myers. Semoga bermanfaat. Semoga teman-teman bisa mendapatkan insight dari tulisan yang panjang lebar ini.
Referensi:
Myers, D. G. (2010). Social psychology (10th ed.). New York: McGraw-Hill.
Makin menarik, nih, Mbak Kimi. Saya bener-bener dapet banyak wawasan baru untuk mencerna fenomena.
ReplyDeleteBerarti ada kemungkinan konsep priming ini yang dipakai Korea Selatan, Mbak Kimi? Dengan logika priming, drama, film, lagu, itu mereka keluarkan untuk memudahkan pemasaran produk-produk manufakturnya seperti ponsel dan mobil, atau jasa seperti pariwisata.
Saya juga penasaran sama the fundamental attribution error. Apakah konsep ini bisa menjelaskan kecenderungan orang-orang "menyalahkan" hal-hal yang bersifat supranatural, sementara barangkali kondisi psikis mereka saja yang sedang kurang baik?
Untuk pertanyaan pertama, sepertinya itu taktik pemasaran ya. Yah, semacam iklan langsung gitu deh.
DeleteSoalnya kalo di film, drama, lagu gitu kan biasanya produk ditampilkan jelas (product placement). Sepertinya lho ya. Aku mah sotoy aja. Bisa saja aku salah. Menurutmu bagaimana?
Untuk pertanyaan nomor 2, jujur, aku agak bingung. barangkali bisa disebut sebagai fundamental attribution error. Orang-orang cenderung menyalahkan seseorang/sesuatu di luar dirinya, instead of mencoba mencerna dulu situasinya bagaimana. Misalnya, kenapa si X sering ngamuk-ngamuk tanpa jelas, bisa saja kan karena situasi di kantor sedang tidak bagus, tapi malah dituduh, "Eh, jangan-jangan dia diganggu jin." dalam hal ini berarti si X disalahkan karena dia diganggu jin. Tetapi, penyebab diganggu jin ini bisa juga sebagai situational attribution. Situasinya adalah X diganggu jin. Barangkali ya. Aku sih sotoy aja. Hahaha.
Mungkin juga ya, Mbak Kimi. Produk budaya pop Korea ini saya lihat sebagian ada yang langsung dijual (kayak tiket konser girl/boy band) tapi banyak juga yang seperti sengaja dibagikan cuma-cuma (karena saya lihat sampai sekarang nggak ada berita soal pelanggaran hak cipta di kopian bajakan drakor). Bisa jadi mereka menggunakan produk-produk budaya pop gratisan itu untuk menanam ketertarikan pada sesuatu yang berbau Korea, untuk dikonversi jadi uang (wisata, produk teknologi, dsb). Sotoy-sotoyan juga sih, nih. Hehehe.
DeleteMasuk akal, Mbak Kimi. Dan gagasan itu, pengalaman-pengalaman subjektif itu, direproduksi terus di media dan dianggap sebagai sebuah "kebenaran" objektif. Padahal ada penjelasannya secara ilmiah. Postingan Mbak Kimi yang ini munculnya pas banget. Soalnya kemarin saya diskusi soal ini juga sama kawan karena dia ngerasa "ditempeli" selama beberapa waktu itu. Terus saya sarankan dia untuk mencari penjelasan ilmiahnya.
Kalau yang dicontohkan Bang Morish soal Korea itu berarti memang taktik marketing. Karena, menurut pemahamanku, priming itu terjadi tanpa kita sadari.
DeleteHuwow...padat banget penjelasannya sampe chapter 3 ini. Jadi lebih ngerti kondisi psikologi manusia XD Otak manusia memang unik yah. Aku tertarik banget soal priming ini. Berarti kekuatan kata-kata memang nyata ya? Misal setiap hari kalo kita terpapar dengan kata-kata yang positif, berarti kita bisa menjalani hari-hari dengan lebih positif ya? Tapi kita gak boleh bohong juga sih. Semisal kita ngomong ke diri sendiri "kamu oke, kamu keren", tapi pas lagi gak dapet mood-nya, mungkin yang ada malah kesel sendiri XD
ReplyDeleteKalau kita ngomong ke diri sendiri seperti yang kamu contohkan, itu bukan priming, melainkan self-fulfilling prophecy.
DeleteOiya dink, kata kuncinya tuh "stimulus yang tidak disadari" ya...
DeletePenjelasannya padat dan mudah banget dimengerti. Makasih kak kimmi, soalnya kalau dibaca gitu aja, informasinya susah banget buat dicerna, untuk ada tulisan kak kimi yang merangkum tentang materi, jadi gampang dimengerti dan tentunya bikin semangat buat belajar :D
ReplyDeleteHalo, Andhika. Senang sekali kalau tulisanku ini mudah dipahami dan bermanfaat buat kamu. Salam kenal ya.
Delete