Teori-Teori Gender Bagian Kedua

Chapter 2: Theoretical Perspectives on Gender

Pada tulisan Teori-Teori Gender Bagian Pertama, kita membahas tiga teori, yaitu teori Psikoanalisa (Psychoanalytic Theory), teori Belajar Sosial (Social Learning Theory), dan teori Perkembangan Kognitif (Cognitive-Developmental Theory). Di bagian kedua ini kita akan membahas dua teori, yaitu teori Skema Gender (Gender Schema Theory) dan teori Sosiobiologi dan Psikologi Evolusi (Sociobiology and Evolutionary Psychology Theory).

Mari kita langsung saja membahas teorinya satu per satu.

1. Gender Schema Theory

Sandra Bem (1981) adalah pencetus dari teori ini. Schema -- mari kita terjemahkan saja ke dalam bahasa Indonesia menjadi Skema -- merupakan sebuah konsep dari Psikologi Kognitif. Psikologi Kognitif itu sendiri merupakan salah satu cabang ilmu Psikologi yang membahas bagaimana kita berpikir, mempersepsikan, memproses, dan mengingat informasi. Sebuah skema merupakan sebuah kerangka informasi umum yang dimiliki seseorang atas sebuah topik. Skema tersebut mengorganisir dan mengatur persepsi, dan biasanya membantu kita dalam memproses dan mengingat informasi. Karena skema juga bertindak menyaring dan menerjemahkan informasi, mereka juga bisa melakukan kesalahan.

Schema: In cognitive psychology, a general knowledge framework that a person has about a particular topic; the schema then processes and organizes new information on that topic.

Bem mengaplikasikan skema ini ke dalam teorinya untuk memahami proses gender-typing. Teorinya adalah setiap dari kita memiliki struktur pengetahuan akan skema gender, sebuah set asosiasi yang terkait dengan gender. Lebih lanjut, skema gender mewakili kecenderungan kita dalam memproses informasi terkait gender. Dia membantu kita melihat segala banyak hal dalam gender-related dan mendikotominya berbasis gender. 

Gender schema: A person’s general knowledge framework about gender; it processes and organizes information on the basis of gender-linked associations.

By the way, gender typing itu apa sih? Menurut Wikipedia:

Gender typing is the process by which a child becomes aware of their gender and thus behaves accordingly by adopting values and attributes of members of the sex that they identify as their own.

Bem berargumen proses perkembangan gender typing atau peran gender pada anak-anak adalah hasil dari proses pembelajaran secara bertahap dari skema gender budaya yang berlaku. Sejak kecil kita ditanami skema berbasis gender, seperti anak perempuan memakai gaun, anak laki-laki tidak; anak laki-laki kuat dan tegar, sementara anak perempuan itu cantik. 

Dalam proses panjangnya, skema gender ini akan membentuk konsep diri kita. Misalnya, Lusi sejak usia 5 tahun tahu bahwa dia adalah seorang anak perempuan dan memiliki skema gender perempuan. Konsep dirinya akan membentuk dirinya bagaimana menjadi seorang perempuan. Secara internal di dalam dirinya, dia termotivasi untuk menyesuaikan dirinya menjadi perempuan sesuai dengan skema gender yang berlaku tanpa ada paksaan dari masyarakat. Meski demikian, Bem bilang setiap orang memiliki skema gender yang berbeda-beda dan bervariasi sebagai hasil dari berbagai informasi gender yang diterima atau terekspos sejak kecil. 

2. Sociobiology and Evolutionary Psychology

a. Sociobiology

Sosiobiologi dan Psikologi Evolusi adalah dua teori yang berakar dari evolusi. Sosiobiologi -- teori kontroversial -- pertama kali diajukan oleh E. O. Wilson (1975b) dalam bukunya Sociobiology: The New Synthesis. Bukunya tebal, sekitar 700 halaman, banyak membahas kehidupan serangga. Saya punya buku elektroniknya. Mau saya baca, tapi keburu keder duluan. Ha, ha.


Edward Osborne Wilson
gambar dari sini


Sosiobiologi bisa didefinisikan sebagai pengaplikasian teori evolusinya Charles Darwin, terutama tentang seleksi alam, untuk memahami perilaku hewan, termasuk manusia. 

Sociobiology: The application of evolutionary theory to explaining the social behavior of animals, including people.

Natural selection: According to Darwin, the process by which the fittest animals survive, reproduce, and pass on their genes to the next generation, whereas animals that are less fit do not reproduce and therefore do not pass on their genes.

Dari kacamata Sosiobiologi ada yang namanya evolutionary fitness

Evolutionary fitness: In evolutionary theory, an animal’s relative contribution of genes to the next generation.

Jadi, meski kamu tampan, rajin lari 10 km tiap hari, dan rajin nge-gym sehingga punya tubuh seksi dan six pack macam tubuhnya Mas Rafael Nadal, tetapi kamu mandul, maka menurut sociobologist kamu memiliki zero fitness karena kamu tidak memiliki kontribusi gen apapun ke generasi berikutnya. 

Ide dasar dari Sosiobiologi adalah teori evolusi yang seleksi alam dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku sosial. Contohnya, perilaku merawat bayi sendiri. Dalam kacamata Sosiobiologi, merawat bayi adalah untuk meningkatkan reproductive fitness. Sebaliknya, perilaku lain, seperti membunuh anak perempuan, yang merupakan perilaku maladaptif, menurunkan reproductive fitness

Setelah sekilas membahas Sosiobiologi, mari kita melihat dua argumen yang relevan dengan wanita.

(1) PARENTAL INVESTMENT

Parental investment adalah perilaku investasi manusia (orangtua) dalam merawat anaknya agar besar kemungkinan anaknya untuk bertahan hidup. 

Parental investment: In sociobiology, behaviors or other investments in the offspring by the parent that increase the offspring’s chance of survival.

Betina dari hampir semua spesies -- termasuk manusia -- memiliki investasi yang paling banyak ketimbang jantan. Investasi di sini yang dilakukan oleh wanita, sepertinya menyediakan telurnya, rahimnya, mengandung hingga sembilan bulan, lalu melahirkan, kemudian menyusui, merawat bayinya, dan seterusnya. Sementara pria hanya mengeluarkan spermanya, membuahi wanita, dan sudah selesai. 

Bagi wanita, merawat anaknya dengan sungguh-sungguh adalah sebuah langkah evolusi yang tepat. Karena dengan anaknya bertahan hidup, dia dapat mewarisi gennya ke generasi berikutnya. Sementara bagi pria, strategi reproduksinya hanya cukup dengan menghamili banyak wanita agar dia memiliki banyak keturunan. Dengan demikian dia telah mewarisi gennya.

Sociobiologist mengaplikasikan teori ini pada manusia bahwa wanita yang mengurus keturunan dengan dua alasan. Pertama, karena wanita yang paling banyak berinvestasi. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang wajar jika dia yang merawat anaknya. Kedua, kejelasan keturunan. Maternity is always certain, whereas paternity is not. Pandangan yang kejam? I know. Meski begitu, menurut pandangan ini, pada dasarnya bayi akan semakin besar kemungkinan untuk bertahan hidupnya jika memiliki dua orangtua yang merawatnya. 

A monogamous mating system, with permanent pairing of mother and father, would be adaptive and favored in evolution.

Akan tetapi, ada yang namanya double standard, yaitu di mana lelaki diperbolehkan untuk crot di mana-mana, karena spermanya yang murah, sementara wanita tidak boleh melakukan seks dengan banyak pasangan, malah seharusnya berhati-hati dalam memilih partner pasangan karena telurnya yang mahal. 

Double standard: The evaluation of male behavior and female behavior according to different standards, including tolerance of male promiscuity and disapproval of female promiscuity; used specifically to refer to holding more conservative, restrictive attitudes toward female sexuality.

Buat laki-laki, pesan saya, tidak usah menjadikan teori ini sebagai pembenaran kalian untuk menjadi brengsek ya dengan mengkhianati pasangan atau, ya, hanya karena ingin menjadi brengsek.

(2) SEXUAL SELECTION

Seleksi seksual memiliki dua proses. Proses pertama, yaitu (biasanya) jantan berkompetisi di antara mereka sendiri untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis, betina. Perhatian itu dengan tujuan untuk melakukan hubungan seksual. Proses kedua, (biasanya) betina memiliki preferensi untuk memilih partner seksualnya. 

Sexual selection: According to Darwin, the processes by which members of one gender (usually males) compete with each other for mating privileges with members of another gender (usually females), who, in turn, choose to mate only with certain preferred members of the first gender (males).

b. Evolutionary Psychology

Saya sudah cukup sering membahas Psikologi Evolusi sebelumnya di blog ini. Salah satunya tulisan ini yang sudah memiliki belasan ribu views. Ahzek... Alhamdulillah ada tulisan saya yang laris. Soalnya membahas tentang perselingkuhan sih. Mwahahaha.

Well, anyway, Psikologi Evolusi ini versi yang lebih update ketimbang Sosiobiologi. Psikologi Evolusi ini awal mulanya dikembangkan oleh David Buss dan kawan-kawan. Tapi, buat saya, David Buss adalah pelopornya. Deseu tenar banget sebagai orang yang memopulerkan Psikologi Evolusi. 


David Buss
gambar dari sini


Ide dasarnya adalah mekanisme psikologis manusia yang kompleks ini merupakan hasil dari evolusi berdasarkan dari seleksi alam. Dari hasil evolusi sekian ratus ribu tahun, melahirkan mekanisme pertahanan diri dan reproduksi seksual, yang kita bawa hingga saat ini. Misalnya, ketakutan kita akan ular merupakan mekanisme pertahanan diri kita karena kita takut digigit dan takut akan racunnya.

Evolutionary psychology: A theory that humans’ complex psychological mechanisms are the result of evolutionary selection.

Buss mengajukan teori strategi seksual sebagai sebuah langkah mengartikulasikan mekanisme psikologis manusia yang berevolusi. Teori tersebut menjelaskan perbedaan pria dan wanita dalam menyikapi short-term mating strategies (ingat lagu Cinta Satu Malam?) dan long-term strategies (misalnya pernikahan). Again, saya sudah pernah bahas ini sebelumnya. Misalnya, di sini yang membahas short-term mating dari sisi pria dan di sini yang membahas dari sisi wanita. Karena sudah saya bahas, saya tidak akan mengulangnya lagi ya. Intinya, pria lebih memilih atau lebih sering untuk melakukan short-term mating sementara wanita ingin long-term mating. Alasan singkatnya sudah dibahas sekilas di atas, yaitu karena bagi pria, secara evolusi, lebih gampang untuk menghamili banyak wanita (sperma itu murah, katanya). Sementara bagi wanita, karena dia lebih banyak berinvestasi dalam parental investment, membutuhkan komitmen jangka panjang dari pria untuk membantunya merawat anaknya.

Kedua pandangan ini -- Sosiobiologi dan Psikologi Evolusi -- memang bangkek kalau menurut saya. Menyebalkan, tapi menarik. Suka atau tidak, pandangan ini menguatkan saya akan kepercayaan saya pada determinisme. Sementara buat feminis, mereka skeptis dengan dua teori ini. 

Many feminists are wary of biological explanations of anything, in large part because biology always seems to end up being a convenient justification for perpetuating the status quo.

Bisa dipahami karena memang hidup itu kan tidak cuma dari sudut pandang biologis, tetapi juga ada dari sisi sosial juga. Yah, intinya menurut para feminis, kedua teori ini teori seksis deh. Namun, ada hal yang menarik. Feminis mungkin mengkritik teori Sosiobiologi dan Psikologi Evolusi, tetapi ada pandangan Feminist Evolutionary Psychology dan Feminist Sociobiology

Penggemar: Loh, Kim, kok gitu? Semacam kontradiksi gitu nggak sih?

Well, terdengarnya seperti itu. Akan tetapi, justru teori ini lahir dari rasa frustrasi dari "seksisme"-nya teori Sosiobiologi dan Psikologi Evolusi dalam memandang peran aktif wanita dalam evolusi. Menurut mereka, ada tiga komponen dalam pendekat feminis di dalam Psikologi Evolusi. Komponen pertama adalah berpikir secara kritis tentang seks dan gender. Kedua, secara eksplisit mengenali wanita sebagai agen aktif dalam proses evolusi. Dan ketiga, secara eksplisit mengenali wanita sebagai agen aktif di dalam dinamika manusia, termasuk yang terkait dengan seleksi seksual dan kompetisi untuk mendapatkan pasangan. Contoh tokohnya adalah Sarah Blaffer Hrdy. Dia menulis buku penting, yaitu Mother Nature: Maternal Instincts and How They Shape the Human Species (1999).

Argumen dasar dari Hrdy adalah wanita berevolusi untuk merawat anak mereka dan meyakinkan akan kebertahanan hidup mereka, tapi bukan karena romantisasi ala masa Victoria yang karena cinta kasih atau berkorban. Bukan, bukan karena itu. Hrdy mencatat, primata betina dari semua spesis mengombinasikan pekerjaan dan keluarga, yang artinya, mereka harus ambisius dan menjadi successful foragers atau bayi mereka akan kelaparan. Jantan bukan satu-satunya yang memiliki status hierarki, simpanse betina juga memiliki status hierarki di dalam kawanannya. 

Ketika pandangan lain dari sociobiologist yang bilang bahwa wanita sangat selektif dalam memilih pasangan, justru Hrdy mencatat primata betina dari banyak spesies yang akan melakukan hubungan seksual dengan jantan dari kelompok lain yang menyerang kawanan mereka, sekalipun mereka sedang hamil. Alasannya, karena betina tersebut ingin menimbulkan kebingungan. Maksudnya, para jantan akan dengan senang hati membunuh bayi yang bukan keturunan mereka, tetapi akan melindungi bayi mereka. Oleh karena itulah, hal terbaik yang pihak betina bisa lakukan untuk bayi mereka yang belum lahir adalah dengan melakukan hubungan seksual dengan jantan asing. 

Menarik ya? Nanti insya Allah kita akan bertemu lagi dengan Feminist Sociobiology di bab 10. Masih lama sih, tetapi ya semoga kalian bersabar dan setia menanti. 

Dengan demikian, sampai di sini dulu tulisan kedua kita dalam membahas teori gender. Masih ada satu bagian lagi, yakni bagian terakhir dalam bahasan teori gender. Sampai jumpa di tulisan berikutnya!

Tulisan sebelumnya:

Daftar Pustaka:

Else-Quest, N. M, & Hyde, J. S. (2018). The psychology of women and gender: Half the human experience (9th edition). United States of America: SAGE Publications, Inc. 

No comments

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.