Rasa Takut Masa Kini

Entah sejak kapan pastinya saya merasakan semakin ke sini atmosfer ruang internet di negara ini semakin tidak nyaman. Tidak hanya dari segi peraturan yang dirasa semakin membelenggu kebebasan berpendapat, melainkan juga dari segi pengguna internetnya yang semakin barbar. 

Manusia seperti tidak boleh salah dan membuat opini berbeda. Membuat kesalahan sedikit saja langsung dihakimi massal oleh warganet. Kehidupan pribadinya diulik. Data pribadinya disebar. Postingan lamanya diangkat, dicari-cari kesalahannya yang lain. Belum lagi dirundung secara masif dengan kata-kata kasar. Sungguh mengerikan.

Menyaksikan fenomena tersebut sedikit banyak memengaruhi saya. Setiap akan mengunggah konten di internet saya harus berpikir matang-matang. Narasi harus dipikirkan betul-betul jangan sampai menyinggung perasaan seseorang atau satu kelompok. Saya tidak mau membuat konten viral penuh kontroversi karena mental saya tidak cukup kuat untuk dirundung.

Ternyata ketakutan ini juga memengaruhi saya dalam menulis ulasan buku. Saya baru sadar ketika sekitar satu atau dua minggu lalu saya membaca seri buku Tempo yang membahas tokoh-tokoh kiri Indonesia. Dalam seri tersebut Tempo membahas empat orang kiri, yaitu Musso, Aidit, Njoto, dan Sjam. Sebelumnya saya juga telah membaca dan mengulas edisi Tan Malaka dan Kartosoewirjo. Saya jadi teringat tangkapan layar dari cuitan di Twitter berikut:




Bukan sekali dua kali kita melihat postingan harmless di media sosial, tetapi dimaknai berbeda dan jadi melebar ke mana-mana, lalu postingan tersebut menjadi kontroversi dan viral. Saya takut hal itu menimpa saya untuk tulisan-tulisan resensi saya membahas buku-buku tersebut. Padahal jika dipikir-pikir apa yang berbahaya dari sebuah tulisan resensi buku? Iya, kan? Namun, mengingat buku-buku yang saya baca dan saya ulas tersebut bertema sensitif bagi sebagian besar penduduk negara ini, saya harus berhati-hati. Sampai-sampai saya harus menulis disclaimer dalam resensi saya itu. Saya takut dituduh macam-macam. Saya takut dilaporkan. Saya menulis

Tulisan ini murni hanya sebagai ulasan atas buku yang aku baca. Aku mohon dengan sangat jangan disalahartikan ya. Terima kasih.

Tentunya hal ini sangat miris. Ketakutan seperti ini dulu tidak pernah saya rasakan setiap kali menerbitkan posting di internet, apalagi saya hampir tidak pernah menerbitkan posting yang aneh-aneh. Posting saya paling hanya berkisar kehidupan sehari-hari, buku, film, dan sesekali sok pintar untuk topik yang tidak begitu saya kuasai. Namun, sekarang? Posting remeh dan receh saja bisa disalahartikan untuk kemudian jadi ramai. Barangkali ini bisa juga diartikan sebagai rasa takut masa kini: Takut untuk posting di internet karena takut dibikin viral, takut dilaporkan ke polisi, dan takut dirundung daring. 

Entah kenapa pula kita bisa semundur seperti ini sekarang. 

12 comments

  1. Kak Kimi, aku juga merasakannya 😔. Terlebih lagi kalau di Twitter, beneran setakut itu untuk mengeluarkan opini karena mental nggak siap kalau dirujak warganet 🥲. Jadi kebawa juga ke blog, meski hawanya lebih damai, tapi rasa takut itu masih ada 😂. Kayaknya dulu nggak seseram ini kehidupan di tweet 😂 atau mungkin aku yang nggak tahu(?)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa... Perasaanku juga dulu di Twitter orangnya pada selo dah. Gak tau dah kenapa sekarang kayaknya pada sumbu pendek semua. Huft.

      Delete
  2. Makanya kita masuk ke aliran mikir panjang untuk tweet singkat. Saking paniangnya kadang-kadang sampai gak jadi ngetweet.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha... Bener banget! Sudah ngetik panjang2, terus dicek lagi, terus batal ngetwit karena takut dirujak. Wkwkwk.

      Delete
  3. Sama mbaaa... Aku pun takut, makanya skrang aku cenderung milih apa yang aku konsumsi di Internet, ya meskipun nggak bisa seratus persen karena terkadang tetiba lewat aja di beranda tapi abis itu buru-buru klik Not Interested 😆, atau tetiba ketemu akun following yang mulai posting aneh-aneh kaya konflik, rasis, even bawa2 agama yang menghujat agama lain. aku pun langsung unfollow... begitu pun YT, cukup kartun dan Konten ttg makanan aja cukup buatku... Beritaaa, opini yang memancing keributan.. buru-buru klik Not Interested.. Udah males soalnya karena ya gitu, ketemunya sama akun2 keras kepala..

    Aku sendiri di Ig pernah di DM sama salah seseorang yang aku sendiri nggak tahu dia siapa... Tetiba tanpa aba-aba bilang kalau perbuatan aku (Gambar) katanya yang bikin dunia ini bakalan di azab, dan kalimat lainnya yang bikin aku nggak abis pikir.. Dia bilang seakan-akan aku pendosa yang berkeliaran 🥲.

    Nggak cuma Online sih,, Rekan kerjaku juga ada yang semisal beropini apalagi tentang agama... Uhhh,, isi dalilnya keras-keras. yang aku sendiri dengarnya aja udah 🤬.. Paling malas... hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa... Capek banget gak sih, Yu, baca di medsos isinya banyak bener yang ribut-ribut? Jadi pengen puasa medsos, tapi nanti aku gak update info bulu tangkis. hahaha...

      Btw, itu orang asing yang DM di IG ngajak gelut banget apa gimana? Ujug-ujug ngasi ceramah.

      Delete
  4. So trueeee 🥴. Makanya aku ga main di Twitter lagi mba. Udah lama quit.

    Aku pun pernah ngalamin, tapi ga sampe viral, nulis jujur review makanan dan hotel di suatu kota, yg memang jelek, dan ga enak, jadj aku review apa adanya, itupun pake Kata2 sopan. Misalnya rasa yg tidak sesuai lidah, hotel yang tidak memperhatikan tamu, bukan pake Kata2 kasar. Masih aja dapat komen ancaman 🤣🤣. Kayaknya sih yg nulis staff restoran dan hotel nya. Tapj komen gitu aku tendang ke spam, biar ga melebar.

    Tapi jadi males nulis review kuliner dan hotel yg memang jelek banget. Itu ga usah aku tulis di blog dah, cukup IG aja. Terkadang pun hanya utk close friends 😂.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aneh ya. Masa' reviu cuma boleh yang bagus-bagus aja? Kalo kritikan atau yang jelek kitanya malah diserang? Bukannya malah bisa jadi bahan masukan buat mereka ya?

      Delete
  5. Maka demikian, kita tidak perlu Twitter blue. Hahaha. Biar kita tetep mikir kalo mau ngetik yg suka di plintir sm yang salah ngarti in... Love u and always kimchi kkkkk

    ReplyDelete
  6. masalah utamanya adalah, orang kebanyakan lebih sering ngomentar setelah baca sekilas, berteriak sepertinya lebih menarik daripada membaca dg benar.. mungkin begitu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi. Yang penting komen ngegas dulu. Perihal benar atau salah itu urusan belakangan.

      Delete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.