Perjuangan Mendapatkan Asuransi Kesehatan

Seperti yang sudah saya ceritakan di sini saya sekarang kembali merantau di Jakarta. Nah, karena saya tahu di Jakarta saya hidup sendirian, maka ada hal utama yang harus saya persiapkan. Apa hal utama tersebut? Tentu saja asuransi kesehatan.

Penggemar: Lho, tapi, Kim, kan sudah ada BPJS Kesehatan? Buat apa kamu cari asuransi kesehatan lagi? Apa tidak buang-buang uang namanya?

Begini. Saya ini sudah by default dari sananya selalu berpikir kemungkinan terburuk. Saya sudah berandai-andai. Seandainya nih di Jakarta saya sakit dan diopname, sementara pakai BPJS Kesehatan pasti ribet dengan segala urusan administrasinya sedangkan saya sendirian. Masa' iya saya sambil bawa infus mengantri ke bagian administrasi? Kan nggak lucu banget. Kalau saya pakai askes swasta yang sistemnya cashless, tinggal tunjukkan saja kartunya, selesai sudah perkara. Gampang, 'kan?

Saya tahu ada salah satu tante saya yang bekerja sebagai agen asuransi Allianz. Beliau sudah bekerja di sana selama empat belas (atau lima belas ya?) tahun. Jadi, daripada repot-repot mencari sana-sini, saya hubungi dulu tante saya. Saya utarakan niat saya yang mencari asuransi kesehatan murni. Dari awal saya bilang ke tante saya, "Aku cari asuransi kesehatannya yang murni, Tante, yang setahun kalau nggak dipakai itu jadi hangus. Gak apa-apa kok hangus juga. Gak perlu investasi-investasian." Kalau tidak ngomong begitu, nanti saya ditawari unitlink. Pada akhirnya, saya memang ditawari juga sih unitlink-nya, tapi sabar... Nanti cerita saya ini akan sampai ke sana kok.

Tante saya menawarkan produk SmartHealth Maxi Violet dari Allianz. Karena umur saya yang sudah *uhuk* tidak muda lagi, premi yang saya harus bayarkan cukup mahal, yakni lebih dari Rp3juta/tahun untuk plan F. Namun, setelah melihat tabel manfaat rawat inap yang bakal didapat, premi segitu sepertinya kecil ya. Lebih mahal mana coba jika saya tidak punya asuransi kesehatan dan harus dirawat di rumah sakit? 


klik gambar untuk memperbesar
gambar dari sini


Selain SmartHealth Maxi Violet, tante saya juga menawarkan asuransi jiwa syariah-nya, yaitu Allisya Protection Plus yang ditambah dengan asuransi penyakit kritis di satu polis. Tante saya menjelaskannya kurang lebih begini:

"Nanti kalau kamu kena penyakit kritis, amit-amit ya jangan sampai, nanti kamu langsung dikasih uang sekian ratus juta. Kamu tahu sendiri kan sakit itu mahal. Tante jadi ingat sama Papa kamu, Minak Donny, dan Kanjeng Edy-nya lho. Kena kanker dan sakit jantung, terus berobatnya di rumah sakit mahal. Habisnya banyak kan? Syukur Alhamdulillah kan Papa-nya dulu masih ada uang lebih. Kalau nggak ada, gimana? Makanya itu Tante gak mau kamu begitu juga. Kamu harus punya asuransi."

I-iya, Tante... Makanya ini kan saya beli asuransi di Tante. Tante saya lanjut menjelaskan:

"Ini juga gak cuma asuransi penyakit kritis kok. Ada asuransi jiwanya juga. Jadi, seandainya nanti kamu meninggal (amit-amit ya, Nak. Semoga kamu panjang umur ya) ahli waris kamu bisa dapat manfaatnya. Allianz bakal kasih uang sekian ratus juta juga buat ahli waris kamu (ahli waris kamu sekarang Mama kan?). Terus, nanti ada investasinya juga buat kamu pensiun yang bisa diambil nanti blablabla. Tuh kan, cuma bayar sekian ratus ribu tiap bulan kamu bisa dapat manfaatnya beratus-ratus juta."

Jujur, saya nggak begitu tertarik dengan bagian investasinya. Karena saya sudah punya investasi sendiri. Saya hanya menganggapnya dapat syukur Alhamdulillah, kalau tidak dapat ya sudah. Akan tetapi, yang membuat saya sungguh tergoda adalah di manfaat asuransi penyakit kritisnya. 

Bagi yang sudah lama mengikuti blog ini dan sudah kenal lama dengan saya pasti tahu perjuangan kami sekeluarga ketika ayah saya sakit kanker usus selama empat tahun. Perjuangan yang dimulai dari 2009 dan harus berakhir di 3 Desember 2013. Selain itu, kakak tertua saya, Minak Donny, dan kakak saya yang nomor empat, Kanjeng Edy, juga sakit. Minak Donny sakit hipertensi yang sudah parah banget dan menyebabkan jantungnya membengkak. Beliau dirawat di Rumah Sakit Medistra kurang lebih dua bulan, di mana sebulannya dihabiskan di ruang ICU. Sementara Kanjeng Edy sakit kanker hati. Mereka berdua sekarang sudah menemani ayah saya.

Mengingat riwayat keluarga yang sakitnya bermacam-macam dan parah pula membuat saya sedikit trauma. Sakit itu mahal. Titik. Ini tidak bisa dibantah. Kami dulu bisa bertahan karena Papa punya banyak uang dan kantornya membantu sebagian biaya perawatan beliau. Seandainya Papa tidak menyimpan uang, barangkali kami sekarang sudah tidak punya apa-apa lagi. Salah satu kekurangan Papa adalah beliau tidak percaya asuransi sehingga tidak mau beli produknya. Padahal tante saya itu sudah menawarkan asuransi kesehatan ke beliau.

Belajar dari pengalaman tersebut saya memaksa diri saya untuk beli asuransi kesehatan. Saya tidak bisa hanya mengandalkan BPJS Kesehatan. Mahal memang. Setelah dihitung-hitung, jika permohonan asuransi saya ini diterima, dalam sebulan saya mengeluarkan uang satu juta rupiah hanya untuk asuransi kesehatan (saya juga membayarkan iuran BPJS Kesehatan orang rumah). Buat saya itu tidak masalah. Itu berarti saya harus mengurangi biaya nongkrong dan biaya hedon yang tidak penting. Yang penting adalah saya menuruti nasihat lama yang bilang sedia payung sebelum hujan.

Setelah saya mengiyakan tawaran proposal dari tante saya tersebut, langkah berikutnya adalah cek kesehatan. Mengingat riwayat penyakit saya yang cukup banyak juga, sebenarnya saya agak pesimis permohonan asuransi saya bakal diterima. Apalagi setelah hasil pemeriksaan keluar ada hasilnya yang nggak enak banget. Ha, ha. 

Begitu hasil pemeriksaan sudah ada, saya bilang ke tante kalau saya pasrah. Saya bakalan terima dengan lapang dada kalau memang permohonan saya harus ditolak. Seandainya ditolak ya mau tidak mau hanya bisa mengandalkan BPJS Kesehatan. Dan minta donasi di Kitabisa.com. Di salah satu percakapan kami di telpon, saya mengakhiri percakapan kami dengan bilang, "Tolongin aku banget ya, Tante. Aku sudah nggak punya Papa lagi yang bisa bayarin seandainya aku sakit parah. Aku kan juga bukan orang kaya dan cuma pegawai kecil."

Alhamdulillah, tante saya sangat memperjuangkan saya agar permohonan asuransi saya diterima. Beliau bolak-balik menghubungi Allianz pusat. Jika beliau sedang di Jakarta untuk urusan kantor, beliau pasti mengurusi berkas saya juga. Beliau selalu menanyakan perkembangannya bagaimana. Tidak henti-hentinya beliau kirim pesan ke saya via WhatsApp, "Berdoa terus ya, Nak. Semoga permohonan kamu diterima ya." Dan saya pun selalu berdoa.

Hingga pada suatu malam begitu saya sampai di kosan dan rebahan, saya mengecek ponsel. Ada banyak panggilan tidak terjawab dari tante dan ada pesan yang belum dibaca dari beliau. Saya sudah deg-degan jangan-jangan hasilnya sudah keluar dan ternyata hasilnya permohonan saya ditolak.

Saya menelpon balik tante saya. Dengan nada riang beliau memberi kisi-kisi (halah, kayak mau ujian saja). Beliau bilang ada kemungkinan permohonan asuransi saya diterima tetapi dengan pengecualian, yaitu ada satu penyakit dan turunannya yang tidak akan ditanggung oleh Allianz. Well, saya tidak punya opsi lain selain setuju untuk menerima klausul mereka. Karena toh kalau saya cari asuransi kesehatan di tempat lain pun mereka akan mengajukan cek kesehatan lagi dan belum tentu juga mereka mau menyetujui. Bisa saja langsung di awal permohonan saya sudah ditolak. Plus, saya juga sudah malas mencari-cari askes swasta lagi.

So, I accepted the two proposals (health and life insurance) that offered to me.

Sekarang saya merasa... relieved. Tenang. Hilang satu kekhawatiran. Seandainya saya sakit yang mengharuskan diopname, saya tidak perlu ketar-ketir urusan bagaimana cara bayarnya. Seandainya saya kena penyakit kritis (yah kecuali satu penyakit itu), saya dapat dana tunai. Atau umur sudah sampai (tapi nanti ya, Tuhan, pas saya sudah tua. Kalau sekarang-sekarang ini saya belum siap), ahli waris saya mendapatkan manfaatnya. 


sedia payung sebelum hujan
gambar dari sini


Akhirul kalam, semoga kita semua selalu diberi kesehatan dan selalu berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

p.s.: Bagi yang sedang mencari askes swasta mungkin bisa menghubungi tante saya. Hubungi saja saya via e-mail atau Twitter jika tertarik ingin tanya-tanya atau mau minta nomor kontak tante saya. 😁

6 comments

  1. Masya Allah, tetap sehat dan makan sehat Kimi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mas. Sekarang aku harus makin selektif soal makanan. Dan harusnya rajin olahraga juga sih, tapi masih susah. Hahaha.

      Delete
  2. Saya berlinang-linang air mata. Berasa abis nonton iklan Thailand...

    ReplyDelete
  3. Sehat terus, Kak Kimi.. Yuk yuk rajin olahraga, makan sehat, sama bobok teratur hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin, semoga sehat terus. Kamu juga ya, Icha, sehat-sehat terus.

      Delete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.