Nah, karena itulah kali ini saya ingin berbagi satu artikel dari Psychology Today yang berjudul 10 Evolutionary Psychological Concepts that People Don't Get. Tujuan saya berbagi artikel ini tentu saja untuk menyegarkan kembali ingatan saya akan Psikologi Evolusi. Karena cukup lama juga saya tidak bersentuhan dengan cabang ilmu Psikologi tersebut.
Baiklah. Mari kita langsung saja membahas artikelnya.
Sampai saat ini Psikologi Evolusi masih saja suka disalahpahami. Tidak cuma hubungan dengan pacar saja yang bisa terjadi salah paham, melainkan juga dalam dunia saintifik. Biasa itu mah. Psikologi Evolusi dianggap ilmu yang basis ilmiahnya lemah? Sudah sering baca. Psikologi Evolusi itu ilmu yang tidak valid? Psikologi Evolusi dianggap ilmu yang terlalu menyederhanakan permasalahan? Banyak yang bilang begitu. Psikologi Evolusi bikin geregetan? Ini kata saya. Haha.
Untuk itu, perlu diluruskan miskonsepsi tentang Psikologi Evolusi yang ada di luar sana. Apa saja miskonsepsi yang ada perihal Psikologi Evolusi? Di artikel tersebut ada sepuluh miskonsepsi, tapi tidak usah saya bahas semuanya ya. Saya akan bahas yang paling umum saja. Selain malas, saya juga takut tulisan ini nanti bakal kepanjangan. Terus, nanti kalian malas untuk membacanya deh.
Well anyway, berikut ini adalah beberapa miskonsepsi tentang Psikologi Evolusi:
1. Psikologi Evolusi cuma membahas soal manusia kawin.
Kalian tentu masih ingat dong tulisan saya yang ini, ini, ini, ini, dan ini? Lima tulisan tersebut bertemakan mating dari sudut pandang Psikologi Evolusi. Tidak salah sih kalau kalian juga beranggapan demikian. Tapi, kan itu tet tot banget alias salah.
Psikologi Evolusi tidak hanya membahas urusan seks manusia, tetapi juga membahas soal altruism, cinta, agama, kecemasan, identifikasi kelompok, dan masih banyak lagi. Silakan cari sendiri jurnal dan artikelnya ya seandainya kalian penasaran. 🙈
2. Psikologi Evolusi cuma soal perbedaan antar jenis kelamin.
Psikologi Evolusi itu tidak cuma membahas perbedaan perilaku antar jenis kelamin. Misalnya, perbedaan pria dan wanita dalam memandang hubungan seks. Ilmu ini membahas semua fenomena psikologis yang dilihat dari prinsip teori Darwinian.
3. Evolutionary psychologists menyakini kalau evolusi menciptakan adaptasi yang sempurna.
Tunggu deh. Ini maksudnya bagaimana? Maksudnya begini, misalnya dari hasil penelitian Psikologi Evolusi diketahui bahwa bagi wanita yang memiliki waist-to-hip ratio 0.7 itu adalah wanita yang paling atraktif dan menarik di mata pria. Loh, kalau begitu karena manusia sekarang sudah melewati jutaan tahun evolusi dan survive sampai sekarang berarti seharusnya wanita yang bertahan sampai sekarang adalah wanita yang memiliki waist-to-hip ratio 0.7. Iya kan? Kan katanya manusia yang bisa beradaptasi adalah manusia yang bisa bertahan hidup.
Sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh penelitian ini. Proses evolusi tidak menciptakan kesempurnaan. Wanita dengan waist-to-hip ratio 0.7 barangkali memang paling menarik bagi pria. Tingkat adaptasinya dan bertahan hidupnya sangat besar karena kemungkinan pria untuk memilihnya juga lebih besar. Tetapi, bukan berarti tidak ada alternatif wanita lain dengan waist-to-hip ratio yang berbeda dari 0.7. Tetap ada yang namanya variabilitas.
4. Evolutionary psychologists percaya bahwasanya budaya tidak memiliki efek mempengaruhi perilaku manusia.
Ini salah banget. Kenapa? Karena budaya itu merupakan produk dari perilaku manusia, yang mana manusianya sendiri telah melalui proses evolusi. Dengan kata lain budaya adalah hasil dari proses evolusinya sendiri. Untuk bagian ini, saya kutip langsung dari tulisan aslinya ya karena sudah sangat pas penjelasannya.
Culture is, without question, a major part of the human evolutionary story, and as such, many evolutionists who study human behavior focus largely on factors associated with cultural evolution. Culture is a product of human behavior — and culture ends up being the result of its own evolutionary processes.
5. Evolutionary psychologists berkeyakinan kalau kita sebaiknya makan daging mentah.
Ngok. Apalagi ini? Saya baru tahu ada miskonsepsi yang ini. Serius ini aneh banget. Seperti yang pernah saya bahas juga di sini, manusia purba bisa berevolusi menjadi manusia modern sekarang ini karena otak kita yang berevolusi memiliki neuron dengan jumlah 86 miliar. Itu berarti otak kita perlu energi yang sangat besar. Manusia mendapatkan energi untuk mencukupi kebutuhannya ya dari makanan. Makanan yang dimasak membantu kita dalam menghemat waktu untuk memproses makanan dan energi yang didapat juga lebih besar. Selain itu, sistem pencernaan kita sekarang setelah melalui proses evolusi yang begitu panjang memang sudah disiapkan untuk makan makanan yang dimasak.
Penggemar: Tapi, Kim, kalau saya suka makan salmon sashimi bagaimana?
Sama, saya juga suka. Duh, ya ampun, salmon sashimi memang enak banget! Eh tapi sepertinya tidak apa-apa kalau makannya cuma sekali-sekali ya? Setahun sekali begitu. Kalau daging ayam mentah atau daging merah mentah, big no no buat saya.
6. Evolutionary psychologist meyakini kalau manusia berevolusi untuk menjadi egois.
Untuk menjawab ini mah simpel banget: Manusia tidak akan survive sampai saat ini kalau manusia itu egois. Manusia bisa survive karena manusia lain. Manusia ini tergabung dalam kelompok dan harus saling membantu agar mereka bisa bertahan hidup. Dan jangan salah, gosip itu juga berperan penting dalam keberhasilan mereka dalam kelompok. Berikutnya satu kelompok mau tidak mau harus bekerja sama dengan kelompok lain. Begitu terus sampainya akhirnya kita bisa sampai di titik sekarang.
7. Psikologi Evolusi itu ilmu pop psychology banget.
Pop psychology ini maksudnya yang seperti ini ya?
Common understand of psychology, as acquired through newspaper and magazine articles and books about psychology aimed at a common audience and written by non-psychologists.
Pop psychology is what everyone believes about psychology. It's almost invariably out of date and most often completely untrue.
Contohnya, ibu hamil kalau rajin dengar musik klasik maka anaknya nanti akan jadi jenius.
Kalau maksudnya begitu, ya salah! Sudah banyak kok jurnal akademik Psikologi Evolusi yang di peer-reviewed. Penelitiannya sendiri, insya Allah, pastinya sudah didesain seketat dan seteliti mungkin agar tidak melenceng dari kaidah ilmiah.
Psikologi Evolusi bukan mitos. Dia dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu karena sudah memenuhi syarat-syaratnya. Heck, psychology is a science.
Itulah tujuh hal yang bikin orang lumayan salah paham soal Psikologi Evolusi. Kalau penjelasan ini dirasa kurang dan kalian ingin menambahkan, kolom komentar terbuka banget lho. 😁
No comments
Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.