Gen, Budaya, dan Gender

*Tulisan ini adalah rangkuman berseri dari buku Social Psychology karangan David G. Myers. Untuk Bab 4 bisa dibaca di sini.
**Tulisan ini cukup panjang. Jika kalian lelah, ada baiknya beristirahat dulu baru nanti dilanjut lagi bacanya.

***

Chapter 5: Genes, Culture, and Gender

How Are We Influenced by Human Nature and Cultural Diversity?

Dua pandangan yang mendominasi persamaan dan perbedaan manusia, yaitu dari sudut pandang evolusi dan budaya. Sudut pandang evolusi menekankan pada kekerabatan manusia, sementara sudut pandang budaya menekankan pada keanekaragaman manusia. Dan kita butuh keduanya.





Genes, Evolution, and Behavior

Nenek moyang manusia berasal dari Afrika. Akibat dari perubahan iklim dan ketersediaan makanan, early hominids bermigrasi dari Afrika dan menyebar ke Asia, Eropa, Australia, dan pada akhirnya ke Amerika. Dari hasil migrasi tersebut, mereka beradaptasi di lingkungan masing-masing dan menghasilkan perbedaan, baik secara fisik maupun kebiasaan. Misalnya, mereka yang tetap di Afrika memiliki kulit lebih gelap dibandingkan mereka yang jauh ke arah utara ekuator. 

Untuk menjelaskan traits dari spesies kita, dan semua spesies, Charles Darwin mengajukan teori evolusi. Salah satu idenya adalah natural selection atau seleksi alam memungkinkan terjadinya proses evolusi. Garis besar dari idenya tersebut adalah sebagai berikut:

  • Organisme memiliki banyak keturunan yang bervariasi.
  • Keturunan tersebut berkompetisi (atau malah bekerja sama, red.) untuk bertahan hidup di lingkungannya.
  • Variasi dari biologis dan perilaku tertentu meningkatkan kemungkinan mereka berhasil dalam bereproduksi dan bertahan hidup di lingkungannya.
  • Keturunan yang bertahan hidup akan mewariskan gennya ke generasi selanjutnya.
  • Seiring waktu, karakteristik populasi akan berubah. 

Definisi lengkap dari natural selection adalah:

The evolutionary process by which heritable traits that best enable organisms to survive and reproduce in particular environments are passed to ensuing generations.

Seleksi alam ini telah menjadi prinsip yang penting juga dalam Psikologi, sehingga lahirlah cabang Psikologi yang lain, yaitu Psikologi Evolusi (Evolutionary Psychology). 

Evolutionary Psychology is the study of the evolution of cognition and behavior using principles of natural selection.

Psikologi Evolusi adalah studi evolusi kognisi dan perilaku menggunakan prinsip-prinsip dari seleksi alam. Perspektif evolusi menyoroti sifat universal kita sebagai manusia. Kita tidak hanya berbagi preferensi makanan tertentu, tetapi kita juga berbagi jawaban untuk pertanyaan seperti siapa yang dapat kita percaya dan takuti? Siapa yang sepatutnya kita bantu? Kapan, dan dengan siapa, sebaiknya kita berpasangan? Siapa yang ada kemungkinan mengatur kita dan siapa yang bisa kita kontrol? Nah, Psikologi Evolusi mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu, yang mana jawabannya kira-kira sama dan berhasil di nenek moyang kita. 

Culture and Behavior

Evolusi telah mempersiapkan kita untuk hidup kreatif di dunia yang terus berubah dan beradaptasi di lingkungan kita, mulai dari daerah hutan hujan tropis hingga ke daerah es di Arctic sana. Roy Baumeister bilang, "Evolution made us for culture.

Culture is the enduring behaviors, ideas, attitudes, and traditions shared by a large group of people and transmitted from one generation to the next.

Psikologi Evolusi juga termasuk di dalamnya ada pengaruh lingkungan. Psikologi Evolusi memahami bahwa terdapat interaksi antara nature dan nurture yang membentuk individu. Gen bukanlah cetak biru yang mutlak. Ia tetap membutuhkan lingkungan untuk bereaksi. Hanya karena dirimu punya gen depresi, bukan berarti serta merta kamu sudah pasti bakal kena depresi. Kamu tetap memerlukan suatu pemicu yang kuat, misalnya putus cinta yang luar biasa menyakitkan, untuk "mengaktifkan" gen depresi tersebut. Memiliki gen depresi berarti dirimu lebih rentan terkena depresi.




Keanekaragaman bahasa, budaya/adat istiadat, dan perilaku ekspresif menunjukkan bahwa perilaku manusia itu terprogram secara sosial (socially programmed), bukannya karena faktor bawaan/terberi. 

Culture is what is special about human beings. (Roy Baumeister, The Cultural Animal)

Setiap budaya memiliki norma atau ide-ide tentang perilaku yang dapat diterima. 

Norms are standards for accepted and expected behavior. Norms prescribe “proper” behavior.

Cara terbaik untuk mempelajari norma atau kebudayaan kita adalah dengan mempelajari budaya lain juga, jadi kita bisa membandingkannya. Misalnya, di budaya kita memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan Mas, Mbak, Bapak, Ibu, atau yang lain untuk menghormati dan kesopanan. Sementara, di budaya Amerika, misalnya, terkadang hanya memanggil nama saja. 

Budaya tidak hanya berbeda antara yang satu dengan yang lain, tetapi juga ada cultural similarity atau universal norms, yaitu:

1. Universal friendship norms : menghargai privasi teman, menatap mata teman saat mengobrol, tidak membocorkan rahasianya.

2. Universal trait dimensions : The Big Five personality dimensions berlaku di mana-mana.

3. Universal social belief dimensions :


klik gambar untuk memperbesar


4. Universal status norms : jika berbicara dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi, kita cenderung berbicara dengan penuh hormat seperti kita berbicara dengan orang asing. Jika berbicara dengan status sosial setara atau lebih rendah, kita berbicara dengan tone biasa, seperti kita berbicara dengan teman. Kalau di bahasa Jerman, Sie untuk "kamu" yang lebih formal dan du untuk "kamu" yang informal.

5. The incest taboo : inses atau berhubungan seksual antara satu darah sangat dilarang. Tabu inses ini berlaku secara universal.

6. Norms of war : well, people everywhere go to war.

How Are Gender Similarities and Differences Explained?

Wanita dan pria mirip dalam banyak traits fisik dan perkembangan milestones, seperti belajar duduk, berdiri, berjalan, dan lain-lain. Wanita dan pria juga mirip pada psychological traits, seperti kosakata, kreativitas, intelegensia, self-esteem, dan kebahagiaan. Dengan demikian, boleh dong jika kita mengatakan bahwa wanita dan pria pada dasarnya sama, kecuali dalam beberapa anatomi tubuh (alat kelamin, obviously)? Cuma ya memang tetap ada perbedaan selain urusan alat kelamin, misalnya wanita lebih rentan untuk kena kecemasan dan depresi, sementara pria empat kali lebih rentan untuk bunuh diri ketimbang wanita. 




Independence versus Interconnectedness

Dari Nancy Chodorow (1978, 1989), Jean Baker Miller (1986), dan Carol Gilligan dan koleganya (1982, 1990) menyimpulkan bahwa wanita lebih memprioritaskan untuk hubungan yang akrab dan dekat ketimbang pria.

1. Play : Dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan berbicara lebih intimate dan bermain less aggressive. Anak perempuan juga bermain di dalam kelompok yang lebih kecil, lebih sering berbicara dengan satu orang teman saja, sementara anak laki-laki lebih senang bermain dalam kelompok yang lebih besar. 

2. Friendship : Wanita lebih merasa terkoneksi dalam hubungan personal, sementara laki-laki lebih fokus pada task dan fokus pada koneksinya di dalam sebuah kelompok.

3. Vocation : Pria dibandingkan wanita lebih memaknai pentingnya penghasilan, promosi, tantangan, dan kekuasaan; sementara wanita dibandingkan pria lebih memerhatikan pentingnya jam kerja yang baik, hubungan personal, dan kesempatan untuk menolong orang lain.

4. Family Relations : Wanita lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengurus anak dan orangtua yang sudah sepuh. 

5. Smiling : Wanita lebih sering dan cenderung kemungkinannya untuk tersenyum. 

6. Empathy : Wanita lebih cenderung kemungkinannya untuk mendeskripsikan diri mereka memiliki empati. Wanita juga cenderung untuk menangis atau sedih atas permasalahan atau penderitaan orang lain.

Social Dominance

Dari Asia hingga Afrika, dari Eropa ke Australia, orang-orang menilai pria lebih dominan, driven, dan agresif. Lebih lanjut, studi yang dilakukan pada 80ribu orang dari 70 negara menunjukkan bahwa pria menilai kekuasaan dan pencapaian sangat penting dibandingkan wanita (Schwartz & Rubel, 2005). Eagly dan Carli (2007) menyatakan cara pria berkomunikasi menunjukkan kekuatan sosial mereka. Pria cenderung autocratic, sementara wanita lebih demokratis.

Aggression

Aggression is physical or verbal behavior intended to hurt someone.

Agresi adalah perilaku fisik atau verbal yang sengaja dilakukan untuk menyakiti seseorang. Di seluruh dunia, aktivitas berburu, berkelahi, berperang merupakan aktivitas yang utamanya dilakukan oleh pria. Dari survei yang dilakukan, dibandingkan wanita, pria mengakui bahwa mereka lebih agresif. John Archer (2000, 2004, 2007) dari berbagai penelitiannya menunjukkan hasil bahwa wanita sedikit lebih cenderung untuk melakukan tindakan agresif tidak langsung, seperti menyebarkan gosip jahat.

Evolution and Gender: Doing What Comes Naturally?

Gender and Mating Differences

Dulu sewaktu masa saya masih rajin-rajinnya belajar soal Psikologi Evolusi, saya cukup sering menulis soal ini. Jika teman-teman tertarik, kalian bisa membaca (lagi) di sini, sini, sini, sini, dan di sini. Jadi, saya tidak akan membahas ulang di sini. 

Reflections on Evolutionary Psychology

Selayaknya sebuah ilmu lain, Psikologi Evolusi bukannya tanpa kritik. Kritik yang paling sering saya dengar adalah Psikologi Evolusi itu terlalu menyederhanakan masalah. Saya juga sudah pernah membahas kritikan terhadap Psikologi Evolusi di sini. Monggo lho kalau mau dibaca. Ayo lah dibaca ya. Jadi saya tidak usah membahas lagi soal ini. Ha, ha.

Tapi, jika kalian malas membaca tulisan tersebut, ada penjelasan singkatnya dari bagan yang ada di buku:


klik gambar untuk memperbesar


Gender and Hormones

Tadi kita sudah membahas pria lebih cenderung agresif ketimbang wanita. Hal tersebut terpengaruh dari testosteron. Dari berbagai macam hewan, memberikan testosteron bisa meningkatkan level agresivitas. Pada manusia, penjahat pria yang kejam memiliki level testosteron yang lebih tinggi dari level normal.

Semakin manusia bertambah dewasa, perubahan hormon terjadi dan itu memengaruhi juga sikap dan perilaku. Wanita menjadi lebih asertif dan percaya diri, sementara pria menjadi lebih empati dan berkurang sifat dominannya (Kasen & others, 2006; Lowenthal & others, 1975; Pratt & others, 1990). 

Culture and Gender: Doing as the Culture Says?

Di setiap budaya terdapat peran gender.

Gender role is a set of behavior expectations (norms) for males and females.

Misalnya, wanita mengurus anak dan rumah, sementara prianya bekerja mencari nafkah. Peran gender ini bervariasi di setiap budaya. Ada budaya yang sangat timpang antara peran pria dan wanita, seperti di Saudi Arabia, Chad, dan Yemen. Namun, ada juga negara yang kesetaraan gender-nya baik, seperti di Norwegia, Finlandia, dan Swedia. 

Peran gender juga berubah seiring berjalannya waktu. Di tahun 1938, survei di AS menunjukkan bahwa hanya satu dari lima orang di AS yang setuju wanita yang sudah menikah juga bekerja dan menghasilkan uang. Di tahun 1996, sudah berubah menjadi empat dari 5 orang yang setuju wanita menikah dan bekerja.


klik gambar untuk memperbesar


What Can We Conclude about Genes, Culture, and Gender?

Biology and Culture

Kita tidak perlu mempermasalahkan mana yang benar atau yang penting antara evolusi dan budaya. Faktor biologis dan budaya saling berinteraksi.  Lengkapnya saya kutip langsung saja dari bukunya ya.

Cultural norms subtly yet powerfully affect our attitudes and behavior. But they don’t do so independent of biology. Everything social and psychological is ultimately biological. If others’ expectations influence us, that is part of our biological programming. Moreover, what our biological heritage initiates, culture may accentuate. If genes and hormones predispose males to be more physically aggressive than females, culture may amplify that difference through norms that expect males to be tough and females to be the kinder, gentler sex.

So, teman-teman semuanya, apakah kalian lelah membaca rangkuman saya yang panjang ini? Meski lelah, saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat buat kalian. Dan pantengin terus blog ini ya. Sampai jumpa di bab berikutnya!

Daftar Pustaka:

Myers, D. G. (2010). Social psychology (10th ed.). New York: McGraw-Hill.

8 comments

  1. Kata kuncinya sudah disebut di awal sekali: "Evolusi menghasilkan kekerabatan, budaya menghasilkan keanekaragaman. Kita butuh keduanya." Thanks Kak Kimi:-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama, Bang Ical. Semoga bermanfaat ya rangkumanku ini.

      Delete
  2. Gimana ya caranya merangkum universal trait dimensions menjadi The Big Five personality dimensions?

    ReplyDelete
  3. Makin menarik nih, Mbak Kimi. Merujuk rangkuman Mbak Kimi di atas, berarti dari sudut pandang psikologi evolusi kemungkinan selalu terbuka untuk perubahan relasi gender, ya?

    ReplyDelete
  4. Rangkuman Chapter 6 : Conformity and Obedience ada gak ? kok enak belajar lewat rangkuman mu :((((~~~~~

    ReplyDelete
  5. Mau nanya dong kalo suicide ideation cocoknya dikaitkan teori apa saja yak dalam psikologi sosial ?

    ReplyDelete

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.