Teori-Teori Gender Bagian Ketiga

Chapter 2: Theoretical Perspectives on Gender

Di tulisan sebelumnya kita sudah membahas teori Skema Gender dan Sosiobiologi juga Psikologi Evolusi. Di tulisan ini kita akan membahas teori Peran Sosial (Social Role Theory) dan teori-teori dari Feminisme.

Baiklah. Kita langsung saja ya membahas satu per satu.

1. Social Role Theory

Psikolog Sosial Alice Eagly dan Wendy Wood (1999) mengkritik teori strategi seksual dari David Buss. Mereka mengajukan sebuah alternatif teori yang mereka sebut dengan Social Role Theory atau saya terjemahkan dengan teori Peran Sosial. Teori ini menekankan pada variabilitas pada pola-pola yang ada di berbagai budaya terkait dengan perbedaan gender. Menurut teori ini, pembagian kerja berdasarkan gender, atau peran gender, mendorong perbedaan lain dalam perilaku. Teori ini mengakui perbedaan biologis antara pria dan wanita, seperti perbedaan ukuran dan kekuatan tubuh, juga kapasitas tubuh wanita untuk hamil dan menyusui. Akan tetapi, mereka menekankan bahwa perbedaan ini semakin diperkuat oleh keyakinan budaya. Tubuh pria yang lebih besar dan lebih kuat membuat mereka melakukan aktivitas yang bersifat agresif, misalnya perang, yang pada akhirnya memberikan mereka status, kekayaan, dan wanita. Dengan demikian, membuat status wanita semakin menjadi subordinate.

Social role theory: A theory of the origin of psychological gender differences that focuses on the social structure, particularly the division of labor between men and women; also called social structural theory.

Seperti yang sudah ditulis di atas, perbedaan biologis antara pria dan wanita itu diperkuat oleh budaya setempat. Eagly dan Wood (1999) menganalisa ulang data 37 budaya dari Buss. Hasilnya adalah terdapat korelasi yang tinggi antara ketidaksetaraan gender dengan perbedaan wanita dan pria dalam memilih pasangan. Dengan kata lain, di negara-negara yang kesempatan antara pria dan wanita setara, maka pria dan wanitanya similar. Hal ini menunjukkan jika preferensi dalam memilih pasangan ditentukan dari hasil evolusi ratusan ribu tahun yang lalu, seharusnya tidak ada perbedaan dalam semua budaya. Hasil analisa ini mendukung teori Peran Sosial yang diajukan oleh Eagly dan Wood.

2. Feminist Theories

Beberapa konsep penting dan isu-isu dari teori feminisme sebagai berikut:

a. Gender as Status and Power

Feminis melihat gender seperti melihat kelas dalam masyarakat kita. Yang artinya, pria dan wanita tidak setara, sama seperti status sosial rendah, kelas pekerja, kelas menengah, dan kelas atas. Dalam kasus pria dan wanita, wanita menduduki status yang lebih rendah ketimbang pria. 

Dari sudut pandang feminisme: seksisme ini tidak dapat terelakkan. Wanita didiskriminasi dalam berbagai hal, mulai dari jumlah wanita yang duduk di DPR, teori di Psikologi yang male-centered, perbedaan gaji, dan lain-lain. Dengan demikian, seksisme muncul di dalam berbagai hal, seperti politik, akademik, ekonomi, dan interpersonal.

Pria juga lebih berkuasa ketimbang wanita. Contohnya, lebih banyak pria yang menduduki kekuasaan dan hal tersebut berpengaruh pada kebijakan-kebijakan yang diambil. Banyak kebijakan yang diambil dari sudut pandang pria sehingga merugikan posisi wanita. Analisa feminis lebih meluas lagi ke prinsip kekuasaan ke area lain, misalnya pemerkosaan. Menurut pandangan ini, pemerkosaan bukan merupakan tindakan seksual melainkan ekspresi kekuasaan pria atas wanita. Ingat istilah relasi kuasa, kan? 

Terdapat empat sumber kekuasaan yang dimiliki seseorang atau sebuah kelompok atas orang atau kelompok lain (Pratto & Walker, 2004), yaitu:
(1) ancaman kekerasan atau potensi untuk menyakiti;
(2) kekuatan ekonomi atau penguasaan atas sumber daya;
(3) kemampuan kelompok yang kuat untuk mempromosikan ideologi atau ide-ide kepada kelompok lain bagaimana mereka harus bersikap, misalnya perusahaan kosmetik mahal yang membuat wanita merasa cantik atau perusahaan yang mempromosikan produknya dengan membuat wanita merasa dirinya gendut atau jelek sehingga dengan memakai produk tersebut mereka tidak lagi gendut atau jelek.
(4) kekuasaan relasi (relational power), di mana salah satu pihak dalam suatu hubungan merasa lebih butuh pihak lain, ketimbang sebaliknya.

b. Intersectionality

Feminis berpendapat bahwa hanya fokus pada gender saja tidak cukup, tetapi juga kita harus mempertimbangkan berbagai kategori, seperti kategori identitas, perbedaan, dan disadvantages. Intersectionality adalah sebuah konsep yang lahir dari feminis kulit hitam dan teori critical race. Kimberlé Crenshaw  yang pertama kali menggunakan terminologi intersectionality. Dia menjelaskan kalau kita hanya menganalisa gender atau satu ras saja maka akan mengabaikan pengalaman wanita kulit berwarna. Sebelumnya, feminisme terlalu berkutat pada wanita kulit putih saja, sementara wanita dari ras lain tidak terlalu diperhatikan. Wanita kulit hitam mengalami dua diskriminasi sekaligus, yaitu mereka sebagai wanita dan mereka sebagai ras Afro-Amerika. Hal tersebut membuat mereka semakin termarginalisasi. 

c. Queer Theory

Queer theory: A theoretical perspective that one’s gender, gender identity, and sexual orientation are not stable, fixed, biologically based characteristics, but rather fluid and dynamic aspects of individuals shaped by culture.

Intinya teori ini bilang bahwasanya gender seseorang, identitas gender, dan orientasi seksualnya tidak stabil, fix, atau berdasarkan karakteristik biologis, melainkan cair dan dinamis yang dibentuk oleh budaya.

d. Gender Roles and Socialization

Kita sudah membahas pentingnya peran gender dan sosialisasi di budaya kita. Sebagai contoh, di budaya kita sudah jelas definisi peran pria dan wanita, dan anak-anak diajarkan untuk berperilaku sesuai peran gendernya. Pada dasarnya, peran gender mengajarkan pada anak-anak untuk berperilaku tertentu, apa yang mereka boleh atau tidak boleh lakukan karena gender mereka, misalnya anak perempuan yang tidak bisa jadi astronot dan anak laki-laki yang tidak boleh menjadi perancang busana. Karena peran gender membatasi potensi seseorang, oleh karena itu, menurut feminis, sebaiknya kita mengabaikan peran gender yang sudah lama mengakar di masyarakat atau setidaknya kita mengubahnya secara radikal. 

e. Diversity of Feminism

Lima aliran feminisme sudah pernah saya tulis di sini. Saya tidak akan membahasnya lagi. Di sini saya akan menambahkan dua aliran feminisme lainnya, yaitu women of color feminism dan ecofeminism.

(1) WOMEN OF COLOR FEMINISM

Ini sudah kita bahas di intersectionality di atas, di mana menitikberatkan pada pengalaman-pengalaman unik dari wanita kulit berwarna sebagai kelompok yang termarginalkan dalam banyak hal. Sehingga feminisme aliran ini mempromosikan inklusivitas. 

(2) ECOFEMINISM

Ecofeminism menghubungkan antara opresi yang terjadi pada wanita dengan dominasi manusia pada alam. Menurut aliran ini, secara budaya wanita terikat dengan alam dan ecofeminists berargumen bahwa patriarki membahayakan baik wanita maupun alam. 

Women are often culturally tied to nature, and ecofeminists point out that patriarchy—which is hierarchical, dualistic, and oppressive—harms both women and nature (Tong, 2014; Warren, 1987). 

Dengan demikian habis sudah kita membahas tujuh teori yang membahas gender. Semoga bisa menambah pengetahuan dan membuka cakrawala kita semua ya. 

Penggemar: Iya, Kim, kami sekarang jadi tahu nih banyak teori soal gender. Terus, nanti di bab tiga kita akan ngobrolin apa?

Di bab tiga nanti kita akan membahas stereotipe gender dan perbedaan gender. Saya tahu kalian tidak sabar menanti karena itu topik yang menarik, tetapi bersabarlah, Kawan-kawan semuanya. Sampai jumpa di bab berikutnya ya!

Daftar pustaka:

Else-Quest, N. M, & Hyde, J. S. (2018). The psychology of women and gender: Half the human experience (9th edition). United States of America: SAGE Publications, Inc. 

Tulisan sebelumnya:

No comments

Saya akan senang sekali jika kalian meninggalkan komentar, tetapi jangan anonim ya. Komentar dari anonim—juga komentar yang menggunakan kata-kata kasar, menyinggung SARA, dan spam—akan saya hapus. Terima kasih sebelumnya.